Bab 3
PINDAH KE SURABAYAPagi ini, Arum sangat bersemangat. Pasalnya, dia akan bertemu dengan sang Ayah. Dengan mengendarai sepeda motor milik Bundanya, mereka berangkat. Saat telah sampai di depan rumah tersebut, Irma menghentikan motornya.Arum segera meloncat turun. Tanpa menunggu sang Bunda sedang memarkir kendaraannya, Arum segera berlari menghampiri rumah tersebut. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Melihat hal itu, Irma tampak heran. Dia segera menyusul putrinya.Irma tertegun. Disana, tampak Hisyam sedang bermain ayunan dengan seorang gadis kecil seumuran Arum. Tampak wanita itu duduk di kursi tak jauh dari mereka. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Gadis itu tertawa riang."Papa, ayo dorong lebih kencang!" teriak anak itu."Memangnya kamu gak takut?" sahut Hisyam."Gak dong! Aku kan pemberani!""Oke, siap-siap, ya!" sahut Hisyam.Lalu, Hisyam tampak mendorong ayunan tersebut. Anak itu tertawa kegirangan.Melihat pemandangan itu, hati Irma terasa nyeri.Irma menyentuh pundak putrinya."Ayo, sayang! Katanya mau ketemu Ayah!" ujar Irma kepada putrinya."Gak jadi, Bun. Kita pulang saja!" sahut Arum."Kamu yakin?"Arum mengangguk.Akhirnya, mereka meninggalkan rumah itu dan kembali pulang. Arum tampak murung. Sesampainya di rumah, dia segera masuk ke dalam kamarnya.Irma sedih melihat keadaan putrinya. Hatinya nelangsa. Dihampirinya Arum yang sedang menangis tertelungkup di atas dipan."Arum!" panggil Irma.Arum segera bangkit dan memeluk Bundanya."Ayah jahat, Bun! Ayah punya anak baru,makanya Ayah sudah gak ingat sama Arum!" ujar Arum sembari menangis.Irma mengelus rambut putrinya. Dibiarkannya putrinya menangis hingga merasa puas."Bun!""Apa?""Kapan kita pindah ke Surabaya?""Apa?" tanya Irma terkejut."Kapan kita pindah ke Surabaya? Arum gak mau tinggal disini lagi.""Arum yakin?""Iya, Bun. Aku gak mau ketemu sama Ayah lagi. Aku benci sama Ayah."Irma menghembus nafas berat. Dia sadar, hati putrinya saat ini sedang terluka."Secepatnya, Sayang! Bunda akan segera mengurus semuanya!"Keesokan harinya, Irma segera mengurus kepindahan sekolah Arum. Untuk sementara, dia akan tinggal di rumah nenek Widya, sahabat Irma semasa SMU dulu sampai rumahnya berhasil terjual dan dia bisa membeli rumah sendiri. Widya sudah menawarkan bantuannya saat dia cerita tentang masalahnya.Alih-alih pulang ke kampung halamannya di Klaten, Irma sengaja memilih Surabaya menjadi kota tujuan. Dia ingin menghilangkan jejak dan tak ingin ditemukan oleh mantan suaminya. Dia ingin mengubur dalam-dalam semua kenangan itu.Di Surabaya, usaha catering Irma berjalan lancar. Setelah rumahnya berhasil terjual, Irma segera membeli sebuah rumah sederhana untuk tempat tinggal mereka sekaligus untuk usaha cateringnya. Meski tidak berlebihan, setidaknya bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan menyekolahkan Arum.Di sekolah, Arum merupakan gadis yang pintar. Dia sering mengikuti olimpiade matematika dan memperoleh kejuaraan. Selain itu, dia juga tumbuh menjadi gadis yang cantik. Banyak teman sekolah dan kakak kelasnya yang menyukainya, namun Arum bersikap dingin kepada semua lelaki.Dia telah dikecewakan cinta pertamanya, Ayahnya. Kini, dia tidak mau dikecewakan lagi. Dia menolak dengan tegas semua pria yang mencoba mendekatinya. Dia hanya dekat dengan seorang pria, Vano. Dia adalah sahabat Arum sejak awal masuk SMU.Arum dan Vano berkenalan saat mereka mengikuti masa orientasi siswa. Saat itu, mereka sama-sama datang terlambat. Jadi, mereka sama-sama mendapat hukuman. Sejak saat itu, hubungan mereka menjadi dekat. Apalagi, selama tiga tahun, mereka satu kelas.***************************Sekar memasuki area perkantoran dengan penuh percaya diri. Dia melangkah disamping Aldi. Meski banyak bisik-bisik miring tentangnya, dia tidak peduli. Baginya, yang terpenting adalah mencapai tujuannya. Menghancurkan keluarga yang sudah menghancurkan hidupnya dan Bundanya.Sesampainya di ruangannya, Sekar segera melaksanakan tugasnya. Hari ini, pekerjaannya menumpuk. Dia harus segera menyelesaikannya kalau tidak ingin lembur. Meski dia bekerja dengan maksud terselubung, namun dia tetap bekerja dengan profesional."Selamat pagi, Pak Aldi!" ujar Sekar memasuki ruangan atasannya. Dia membawa setumpuk berkas yang harus ditandatangani oleh bosnya.Aldi tak berkedip memandang kecantikan Sekar. Sekar yang dipandang sedemikian rupa, melangkah mendekati meja atasannya dengan penuh percaya diri."Kenapa lihatnya sampai segitunya?" tanya Sekar. Setelah meletakkan berkas-berkas tersebut di atas meja, Sekar mendekati Aldi dan duduk di pangkuannya."Kamu benar-benar membuatku terpesona!" ujar Aldi.Sekar tersenyum menggoda."Benarkah?" tanyanya sembari memainkan jarinya di dada Aldi."Aku mau sarapan," ujar Aldi."Mau sarapan apa? Biar kubelikan!" sahut Sekar."Sarapan kamu!" sahut Aldi, lalu melumat lembut bibir gadis itu.Mereka melakukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas kantor."Sudah, cukup! Jangan dilanjutkan, oke?" ujar Sekar kewalahan menghadapi aksi Aldi."Ayolah, Sayang! Sekali saja!" rengek Aldi."Gak! Sekali gak, tetap gak!" ujar Sekar tegas."Tega kamu!" Aldi mengeluarkan jurus merajuk."Kalau kamu mau melakukannya, nikahi aku dulu! Itu syarat mutlak dari Bunda! Gak bisa ditawar!""Gak bisa, Sayang! Aku belum berhasil menguasai harta Nasha.""Nah, itu tahu. Ya sudah, sabar dulu! Main sendiri sana di kamar mandi!" ujar Sekar, lalu merapikan penampilannya dan segera meninggalkan ruangan Aldi.Aldi yang sudah diujung tanduk, terpaksa menuntaskannya di kamar mandi."Memang apes nasib gue! Punya selingkuhan cantik, tapi gak bisa diapa-apain. Cuma bisa dipegang doang!" Aldi mengomel sendiri.Memang, meski dirinya berstatus selingkuhan, atau yang lebih dikenal dengan istilah pelakor, Sekar tetap menjaga dirinya. Dia tidak mau melakukan hubungan layaknya suami istri bersama sang kekasih, Aldi. Untungnya, Aldi sudah bertekuk lutut dihadapannya. Dia mau menuruti semua permintaan Sekar.Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan, Sekar merasa sangat lelah. Dia ingin segera pulang.Kring … kring ….Ponsel Sekar berbunyi. Panggilan dari bosnya."Halo, Sayang! Ada apa?" ujar Sekar."Aku tunggu di parkiran.""Oke."Sekar segera melangkahkan kakinya menuju parkiran. Disana, Aldi sudah menunggu."Kita cari makan dulu ya, sebelum pulang!" ajak Aldi."Ayo! Mau makan dimana?" tanya Sekar."Kamu mau makan apa?" tanya Aldi balik."Ehm … aku mau makan steak," sahut Sekar."Oke, ayo!"Diam-diam, Sekar mengirim lokasinya kepada seseorang.Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, mereka tiba di restoran yang dituju. Mereka memilih tempat duduk yang nyaman dan jauh dari pandangan orang. Aldi segera memesan steak sesuai permintaan Sekar.Sembari menunggu pesanan datang, Aldi menyandarkan tubuhnya ke bahu sofa. Melihat hal itu, Sekarpun menyandarkan tubuhnya ke bahu Aldi. Untuk sesaat, mereka terhanyut dan mengulangi aksi tadi pagi."Mau kemana lagi, nih?" tanya Aldi setelah mereka menyelesaikan acara makan malamnya."Langsung pulang saja, ya! Aku capek banget nih!" ujar Sekar."Oke, deh!"Tring ….Sebuah pesan masuk ke ponsel Sekar.[Misi terselesaikan!]Sekar tersenyum misterius.Bab 4AKAL BULUS ALDI"Pesan dari siapa?" tanya Aldi."Ha … ow dari teman. Mau ngajak ketemuan, mumpung dia disini," sahut Sekar.Aldi mengangguk paham. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Sekar. Aldi segera turun dari mobil. Dia mengitari setengah badan mobil dan membukakan pintu untuk Sekar."Silahkan, Tuan Putri!" ujarnya."Terimakasih, Pangeranku!" ujar Sekar sembari tersenyum."Mau mampir?" tambahnya"Gak deh. Lain kali saja. Males!" sahut Aldi."Kok males? Kenapa?" tanya Sekar penasaran."Ada satpamnya," jawab Aldi sembari berbisik di telinga Sekar. Mendengar hal itu, Sekar tak dapat menahan tawanya. "Ha ... aku bilangin Bunda, lho!""Jangan dong! Ntar, aku malah gak boleh ngajak kamu jalan lagi!""Habisnya ... kamu ngatain Bunda satpam," rajuk Sekar."Mau gimana lagi. Kalau di rumah kamu, aku gak boleh ngapa-ngapain. Cium kamu aja dilarang. Untungnya sayang," sahut Aldi.Sekar masih melanjutkan tertawa. Memang, saat Aldi main ke rumahnya, Bunda Sekar selalu m
Bab 5MENGGADAIKAN RUMAH"Hm … bagaimana ya ngomongnya?" ujar Aldi gelisah."Sayang, katakan saja. Kalau ada yang bisa aku bantu, pasti aku lakukan. Perusahaan itu kan, milik keluargaku. Aku tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa," ujar Nasha berusaha meyakinkan."Apa solusinya?" tanya Nasha lagi."Menggadaikan rumah ini.""Apa?" ujar Nasha terkejut."Iya, sayang! Kita gadaikan rumah ini. Nanti, uangnya bisa untuk menyuplai perusahaan. Untuk cicilannya gak usah kamu pikirkan, aku pasti akan membayarnya," ujar Aldi berusaha meyakinkan istrinya."Duh, bagaimana, ya? Masalahnya, rumah ini kan atas nama Mama," ujar Nasha sanksi."Justru itu lebih mudah, Sayang! Kan, kamu anak Mama satu-satunya. Pasti dikabulkan," bujuk Aldi."Hm … ntar deh, aku coba bujuk Mama. Semoga Mama gak keberatan," sahut Nasha."Terimakasih, Sayang! Kamu memang yang terbaik!" ujar Aldi sembari mengeratkan pelukannya.**************************"Selamat pagi, Ma!" sapa Nasha kepada Mamanya."Pagi! Aldi sudah berangk
Bab 6SEPULUH TAHUN YANG LALUSaat itu, Sekar kelas dua belas. Seperti biasa, Bundanya sedang mengerjakan pesanan catering. Saat itu, Arum sedang bersekolah. "Lagi bikin apa, Ir?" tanya Pak Suwito yang tiba-tiba muncul di depan pintu dapur. Memang, belakang rumah Arum terhubung langsung dengan gang kecil dan hanya dibatasi oleh tembok setinggi pinggang dan pagar kecil. "Pak Suwito? Bikin kaget saja!" ujar Bunda Arum.Pak Suwito terkekeh geli sembari melangkahkan kakinya memasuki dapur. "Eh, Pak Suwito mau ngapain? Sana keluar!" usir Irma, Bunda Arum. "Saya mau nemenin kamu masak, dari pada sendirian.""Saya sudah biasa sendiri. Sana keluar! Gak enak kalau dilihat orang!" usir Bunda Arum lagi. "Ya dibikin enak saja tho!" sahut Pak Suwito santai. Irma hanya geleng-geleng kepala."Pak, tolonglah! Saya gak mau menimbulkan fitnah! Anak saya sedang sekolah! Di rumah gak ada orang!" ujar Ira lagi."Biar gak ada fitnah, bagaimana kalau kamu aku halalin saja?" ujar Pak Suwito sembari meme
Bab 7PANGGIL AKU SEKAR!"Suwito … apa yang kamu lakukan di kamar Arum?" tanya Irma heran. Merasa curiga, Irma segera merangsek masuk ke dalam kamar. Pak Suwito menggunakan kesempatan itu untuk segera kabur dan meninggalkan rumah itu. Hati Irma hancur. Dilihatnya, putrinya tergeletak tak berdaya dalam keadaan terikat dan tanpa mengenakan pakaian. Bercak darah nampak berceceran di sprei. "Tidak! Arum!" teriaknya memanggil nama anaknya. "Arum sayang! Buka mata kamu, Nak!" ujarnya sembari menangis tergugu. Teriakan Irma mengundang tetangganya untuk masuk."Ada apa, Bu Irma?" tanya Bu Lia. Karena tak mendapat jawaban dan hanya mendengar tangisan Bu Irma, Bu Lia berinisiatif masuk ke dalam rumah."Astaghfirullah," ujarnya. Dia segera masuk dan menutupi tubuh Arum dengan selimut. Setelah memastikan denyut jantungnya, Bu Lia segera melepas ikatan di tubuh Arum."Bu Irma, siapa yang melakukannya?" Bu Irma tak mampu menjawab. Dia hanya hanya menangis tergugu memeluk putrinya."Bu Irma," p
Bab 8RUMAH UNTUK SEKAR"Iya, kenapa? Kok, kelihatannya kaget banget gitu?" tanya Aldi heran."Gak gitu, cuma ... aku pikir dia ada saudara gitu!" sahut Sekar."Gak ada. Makanya aku masih berat lepasin dia. Secara, warisannya kan nanti jatuhnya ke dia. Aku mau porotin dulu," sahut Aldi Santai."Kamu yakin bisa dapetin semuanya?" "Yakin dong! Nasha itu bucin banget sama aku!""Dia itu kan anak tunggal. Pasti, orang tuanya sangat memanjakan dia," lanjut Sekar lagi."Kalau Mamanya sih, iya! Apapun yang diinginkan Nasha, pasti dituruti! Kalau Papanya, walaupun bukan ayah kandung, dia kelihatannya juga sayang banget sih!""Nasha bukan anak kandung Papanya?""Iya, jadi waktu itu Mamanya janda saat menikah dengan Papanya yang sekarang ini," sahut Aldi."Trus, Mamanya gak punya anak lagi setelah menikah dengan Papa tirinya?""Gak punya. Dulu katanya pernah hamil sih, trus keguguran. Jadi, sampai sekarang, mereka gak punya anak. Kenapa? Kok, kelihatannya penasaran banget.""Enak ya, jadi Nash
Bab 9KEDATANGAN HISYAM"Aku mau buat kejutan di hari pernikahan kami," sahut Sekar sembari mengulas sebuah senyuman."Apa kali ini aku juga harus turun tangan?" "Tentu saja! Kamu kan sahabat terbaikku! Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan bantu aku!" sahut Sekar."Sahabat!" ujar Vano lirih.Vano menghembuskan nafas panjang. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Vano."Sini, aku bisikin!" ujar Sekar.Vano mendekatkan telinganya."Sekar, geli ah! Jadi bisikan gak?" protes Vano."Ha … iya … iya! Sini!" ujar Sekar."Gimana?" ujar Sekar usai membisikkan sesuatu ke telinga Vano."Oke, bisa diatur," sahut Vano. "Terimakasih!" sahut Sekar kegirangan. Tanpa sadar, dia memeluk Vano dengan erat. "Sekar! Aku gak bisa bernapas! Lepasin!" ujar Vano tersengal."Aduh, Van! Maaf, ya! He ….""Seneng sih, seneng! Tapi, jangan gitu juga!" ujar Vano sewot."Maaf, deh! Jangan ngambek dong! Aku belikan es krim, mau?" rayu Sekar."Es krim? Kamu kira aku anak TK apa? Nyuap pake es krim," ujar Vano semaki
Bab 10MASA LALU HISYAM"Aldi! Apa yang kamu lakukan?" bentak Hisyam.Aldi dan wanita dipangkuannya pun tampak terkejut saat pintu tiba-tiba terbuka dan mendapat teriakan dari sang big bos. "Pa—pa!" ujar Aldi gugup. Dia segera berdiri. Sekar pun segera berdiri dan merapikan pakaiannya. Dia tak kalah terkejut. Setelah sekian lama, ini pertama kalinya mereka berada pada jarak sedekat ini. Sekar tak berani menatap wajah ayahnya. Dia memilih menunduk menyembunyikan wajahnya."Menjijikkan! Bisa-bisanya kamu berbuat mesum di kantorku!" ujar Hisyam kecewa."Maaf, Pa!" ujar Aldi menundukkan kepala."Keluar kamu!" perintah Hisyam tanpa memandang Sekar.Dengan tergesa, Sekar segera berlari meninggalkan ruangan tersebut.Hisyam memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri."Agus!" ujar Hisyam.Sigap, Agus menyerahkan sebutir obat. Setelah meminumnya, Hisyam sudah sedikit lebih tenang dan rasa nyeri itu berangsur menghilang."Ternyata begini, kelakuan kamu di kantor?" ujar Hisyam kecewa."Maaf,
Bab 11PERTEMUAN HISYAM DENGAN IRMA"Irma!" ujarnya lirih."Apa, Pak?" tanya Agus. Sekils, dia mendengar bosnya bergumam, namun kurang jelas."Dia pemiliknya?" tanya Hisyam."Iya, Pak!" Agus segera melangkah mendekati Irma dan mengatakan maksudnya. Irma memicing heran, namun dia tak menolak. Dia segera melangkah ke arah meja Hisyam yang posisinya membelakanginya."Selamat siang, Pak!" sapa Irma ramah.Hisyam menoleh."Ternyata aku tidak salah lihat! Kamu benar-benar Irma!" ujarnya.Irma pun tampak terkejut. "Mas Hisyam!" ujarnya lirih.Untuk sesaat, mereka membeku dan saling menatap. Tak lama kemudian, Irma meninggalkan meja tersebut. Hisyam masih tertegun di tempatnya."Pak! Bapak kenapa?" tanya Agus.Hisyam terdiam."Tolong bantu saya!" ujarnya kemudian."Iya, Pak! Apa yang bisa saya bantu?""Saya mau bicara dengannya.”"Tadi kan, sudah, Pak!" ujar Agus.Hisyam menghela nafas panjang. "Katakan saja, saya ingin bicara," ujar Hisyam lagi. Agus tampak berfikir. Tampaknya, ada ses