Share

MENGGADAIKAN RUMAH

Bab 5

MENGGADAIKAN RUMAH

"Hm … bagaimana ya ngomongnya?" ujar Aldi gelisah.

"Sayang, katakan saja. Kalau ada yang bisa aku bantu, pasti aku lakukan. Perusahaan itu kan, milik keluargaku. Aku tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa," ujar Nasha berusaha meyakinkan.

"Apa solusinya?" tanya Nasha lagi.

"Menggadaikan rumah ini."

"Apa?" ujar Nasha terkejut.

"Iya, sayang! Kita gadaikan rumah ini. Nanti, uangnya bisa untuk menyuplai perusahaan. Untuk cicilannya gak usah kamu pikirkan, aku pasti akan membayarnya," ujar Aldi berusaha meyakinkan istrinya.

"Duh, bagaimana, ya? Masalahnya, rumah ini kan atas nama Mama," ujar Nasha sanksi.

"Justru itu lebih mudah, Sayang! Kan, kamu anak Mama satu-satunya. Pasti dikabulkan," bujuk Aldi.

"Hm … ntar deh, aku coba bujuk Mama. Semoga Mama gak keberatan," sahut Nasha.

"Terimakasih, Sayang! Kamu memang yang terbaik!" ujar Aldi sembari mengeratkan pelukannya.

**************************

"Selamat pagi, Ma!" sapa Nasha kepada Mamanya.

"Pagi! Aldi sudah berangkat?" tanya Mamanya.

"Sudah, Ma. Perusahaan sedang ada masalah. Jadi, akhir-akhir ini, Mas Aldi sering berangkat pagi pulang malam," curhat Nasha.

"Kamu yang sabar! Dulu Papa kamu juga gitu! Yang penting kan, kebutuhan kita tercukupi," sahut Mamanya.

"Ma, aku boleh minta sesuatu, gak?" tanya Nasha manja.

"Mau minta apa?" tanya Mamanya heran.

"Hm … gini, Ma. Perusahaan kita kan, sedang mengalami kesulitan. Kata Mas Aldi, perusahaan sedang butuh kucuran dana segar. Kemarin mas Aldi sempat tanya, bagaimana kalau …."

"Kalau apa?" tanya Mamanya penasaran.

"Bagaimana kalau … rumah ini digadaikan?" ujar Nasha.

"Apa? Gak,kamu sudah gila, ya? Kalau rumah ini digadaikan, trus disita bank, kita mau tinggal dimana? Cuma ini warisan yang diberikan Papa kamu,"protes Mamanya.

"Mama gak usah khawatir, Mas Aldi pasti bertanggungjawab. Selama ini kan, dia tidak pernah mengecewakan kita," rayu Nasha.

"Iya, tapi tetap saja Mama khawatir," sahut Mamanya.

"Trus, Mama maunya bagaimana? Mama mau perusahaan kita kolaps?" tanya Nasha.

"Ya gak lah! Perusahaan itu satu-satunya sumber keuangan kita. Memangnya, butuh berapa sih, si Aldi?"

"Lima miliar, Ma!"

"Apa? Banyak sekali!"

"Namanya juga perusahaan besar, Ma! Jadi, butuhnya juga banyak."

Mama Nasha tampak menimbang-nimbang.

"Ayolah, Ma! Kalau bukan Mama, siapa lagi yang bisa bantu? Toh, ini demi perusahaan kita," bujuk Nasha lagi.

"Baiklah, Mama kasih izin, tapi ingat, cicilannya jangan sampai telat!"

"Siap, Ma. Terimakasih, Mamaku sayang!" ujar Nasha sembari memeluk Mamanya erat.

"Aku akan hubungi Mas Aldi dulu, Ma!" ujar Nasha lagi, lalu berlari ke kamarnya.

********************

"Selamat pagi, Pak Aldi!" sapa Sekar saat memasuki ruangan atasannya.

"Selamat pagi, Sayang! Sini!" ujar Aldi sembari merentangkan tangannya.

Sekar meletakkan berkas yang dibawanya di atas meja, lalu dia duduk di pangkuan kekasihnya.

"Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Aldi.

"Luar biasa, dong! Apalagi, habis dapat transferan besar semalam! Terimakasih ya, Sayang!" ujar Sekar sembari mengalungkan lengannya ke leher Aldi.

"Masak terimakasih aja sih?" protes Aldi.

"Trus, maunya apa dong?" goda Sekar.

Tanpa banyak kata, Aldi melahap bibir tipis Sekar.

"Kamu memang luar biasa! Aku sudah tidak sabar ingin menikahi kamu!" ujar Aldi tanpa melepaskan pelukannya.

"Kalau begitu, segera halalin dong!" sahut Sekar.

"Pengennya sih, gitu! Oya, Sayang! Kemarin ada yang mengambil foto kita pas di restoran, lalu dikirim ke Nasha."

"Trus, perang dunia dong?" tebak Sekar.

"Awalnya, tapi setelah itu aku bisa mengendalikan. Cuma, setelah ini, kayaknya kita harus lebih hati-hati deh!"

"Bener juga! Ya udah, sementara gak usah antar jemput aku juga! Takutnya, memang ada yang sengaja mata-matain kita!" sahut Sekar.

"Yach … gak bisa sering-sering berduaan sama kamu dong!" ujar Aldi.

"Mau gimana lagi? Memangnya kamu mau ketahuan?"

"Gaklah! Ya sudah, trus, kamu ke kantornya bagaimana?"

"Aku bisa naik taksi, Sayang!" sahut Sekar.

"Jangan! Aku gak suka kamu berduaan dengan laki-laki lain, meskipun itu hanya sopir taksi!"

"Trus, bagaimana?" tanya Sekar.

Aldi tampak berpikir sejenak, kemudian dia mengulas sebuah senyuman.

"Kamu tenang saja! Hari ini, aku akan mengirim mobil ke rumah kamu!" ujar Aldi.

"Serius? Aku dibelikan mobil?"

"Iya, Sayang! Fresh, baru keluar dari dealer!"

"Terimakasih, Sayang!" ujar Sekar sembari memeluk erat kekasihnya.

Kring ….

Ponsel Aldi berbunyi.

Tanpa melepaskan pelukannya kepada Sekar, Aldi mengangkat teleponnya. Dia memberi kode kepada Sekar agar tidak mengeluarkan suara.

"Halo, Sayang! Ada apa? Tumben, pagi-pagi sudah nelfon!" sahut Aldi.

"———."

"Benarkah? Syukurlah! Terimakasih, Sayang!" sahut Aldi.

"———."

"Iya, Sayang! Aku ngerti kok!"

"———."

"Tentu saja, Sayang! Bye!"

"———."

"I love you, too! Muach …."

Klik. Aldi menutup sambungan teleponnya.

Sekar terkikik geli.

"Ngapain ketawa kayak gitu?"

Bukannya berhenti, Sekar malah tertawa lebih keras.

"Maaf, aku gak bisa menahan diri!" ujar Sekar sembari menahan tawanya.

"Apanya sih, yang lucu?" tanya Aldi heran.

"Kamu gak lihat posisi kita?" tanya Sekar.

Aldi mengernyit heran. Pasalnya, posisi mereka seperti biasa. Sekar duduk di pangkuan Aldi dengan mengalungkan tangannya di lehernya.

"Seperti biasa. Ada yang aneh?"

"Sebenarnya sih, gak. Cuma, disini kita seperti ini, ditelfon kamu mesra banget kayak suami setia," ejek Sekar.

"Kamu ngejek, ya? Aku kayak gini, kan, juga karena kamu. Memangnya kamu gak cemburu?" tanya Aldi.

"Gak, ngapain cemburu, karena aku tahu, hatimu hanya buat aku," sahut Sekar.

"Pinter! Oya, kamu sudah siap belum, jadi istriku?" tana Aldi.

"Tentu saja! Itu yang kutunggu!"

"Kalau begitu, kamu bujuk Bunda agar merestui hubungan kita. Aku akan menikahi kamu secara siri dulu! Aku akan menyiapkan mas kawin sesuai permintaan kamu!"

"Serius?"

"Tentu saja! Bagaimana kalau bulan depan?" tawar Aldi.

"Jangan buru-buru, dong! Aku mau lihat mas kawinnya dulu, sesuai gak dengan permintaanku!"

"Oke, akan aku siapkan dulu! Begitu cocok, aku gak mau menunggu lama! Gak usah pakai acara lamaran segala! Kita langsung nikah!" ujar Aldi.

"Ha … ngebet amat!" ejek Aldi.

"Emang udah gak tahan!"

"Ini beneran, Mas? Kamu nglamar aku?"

"Iya, Sayang! Kamu meragukan aku?"

"Gak sih, cuma kan, kamu tahu permintaanku."

"Justru itu, ini aku sedang mempersiapkannya. Tunggu saja!"

"Ya sudah, aku tunggu realisasinya! Udah, ya, aku balik ke ruanganku dulu!" pamit Sekar.

"Jangan! Di sini saja!" cegah Aldi.

"Gak mau! Takut kamu khilaf!" ujar Sekar sembari turun dari pangkuan Aldi, kemudian ngeloyor pergi.

Aldi terkekeh geli melihat tingkah gadisnya.

**********************

"Sekar, Mas Aldi ada?" tanya Nasha. Sore ini, Nasha sengaja mampir ke kantor.

"Ada, Bu! Silahkan masuk!" sahut Sekar.

"Hm!" sahut Nasha, lalu segera masuk ke ruangan Aldi.

"Sayang, tumben kesini?" tanya Aldi terkejut.

"Iya, tadi abis ngurus pinjaman bank sama Mama sesuai perintah kamu, trus pulangnya aku minta diantar kesini."

"Gimana hasilnya?" tanya Aldi penasaran.

"Beres. Minggu depan uangnya cair. Ingat, jangan sampai telat bayar cicilannya!"

"Siap, Sayang! Terimakasih, ya, atas bantuannya!"

"Sama-sama. Iya, hari ini lembur gak?" tanya Nasha.

"Hm … kebetulan gak! Ada apa?"

"Aku pengen makan malam di luar! Sudah lama kan, kita gak makan malam romantis!" ujar Nasha.

Aldi sempat ragu sejenak. Namun, akhirnya dia mengiyakan keinginan istrinya.

Sore ini, dengan berat hati Aldi melepas Sekar pulang dengan taksi online. Dia tidak mungkin mengantar Sekar pulang. Sesampainya di rumah, Sekar disambut oleh sebuah mobil h*nda c*vic warna merah terparkir cantik di depan rumahnya.

"Sekar, tadi ada orang dealer ngirim mobil, katanya pesanan kamu, benar?" tanya Bundanya.

"Iya, Bun!" sahut Sekar sembari mengamati mobil barunya.

"Kok gak bilang-bilang mau beli mobil? Lagian kan, itu mahal."

"Gak papa, Bun! Ini dibelikan mas Aldi kok!" ujar Sekar.

"Yang benar?"

"Iya, Bun! Oya, Bun! Ayo masuk! Ada yang mau Sekar omongin!" ajak Sekar sembari menggandeng lengan Ibunya masuk ke dalam rumah. Sekar mengajak Bundanya duduk di ruang tengah.

"Ada apa, nih?" tanya Bundanya.

"Gini, Bun! Sebenarnya, tadi … Mas Aldi nglamar Sekar."

"Nglamar? Maksudnya?"

"Dia mau ngajak Sekar nikah, Bun!"

"Apa? Dia kan, sudah punya istri. Maksudnya, kamu mau dijadikan istri kedua?" tanya Ibunya.

Sekar mengangguk.

Bundanya menghela napas panjang.

"Apa harus seperti ini? Jujur, Bunda gak rela kamu menikah dengan dia," ujar Bundanya.

"Ini kan demi rencana Sekar, Bun!" rayu Sekar.

"Tapi kan, tidak dengan menghancurkan diri kamu sendiri!" sahut Bundanya.

"Bukankah aku memang sudah hancur, Bun? Jadi, biarkan saja sekalian! Asalkan mereka juga hancur!" sahut Sekar, lalu melangkah meninggalkan Bundanya.

Bundanya trenyuh mendengar ucapan Sekar. Ingatannya melayang pada peristiwa sepuluh tahun yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status