BAB 24MENJENGUK HISYAM"Tante! Untuk apa Tante malam-malam datang kesini?" tanya Vano.Wanita tersebut tersenyum sinis."Tentu saja untuk memergoki kelakuanmu. Selarut ini pria dan wanita berduaan, menurutmu apa yang akan terjadi?" ejek wanita tersebut."Tante jangan fitnah, kami tidak berbuat apa-apa," sahut Vano."Tentu saja, karena sudah ketahuan. Bagaimana kalau Tante tidak kesini? Pasti wanita itu sudah menggodamu!" ejek wanita tersebut."Jangan sembarangan, Tante! Sekar bukan wanita seperti itu!" bentak Vano."Lalu dia wanita seperti apa? Bukankah dia itu bekas orang?" lanjut wanita tersebut."Cukup,Tante! Pergi dari sini!" usir Vano."Berani kamu mengusir Tante? Apa kamu mau Tante panggilkan warga agar menggerebek kalian?" ancam wanita tersebut."Apa yang sebenarnya Tante inginkan?" tanya Vano."Tante hanya mau memastikan kalian tidak akan berbuat yang aneh-aneh. Tante tidak mau dia mengacaukan rencana pernikahan kamu dengan pura-pura hamil," ujar wanita tersebut."Aku sudah b
BAB 25PERTEMUAN TAK TERDUGA Pak Agus segera mengurus administrasi rumah sakit. Dia juga mengutus anak buahnya untuk mengkondisikan sehingga saat jenazah tiba, semuanya sudah siap.“Bu Irma ikut kami pulang?” tanya Pak Agus. “Iya, Pak! Aku akan ikut menghadiri acara pemakaman ayah Sekar!” sahut Irma.“Baiklah! Bari, aku akan iku ambulans. Kamu antar Bu Irma dan Nona Sekar ke rumah!” ujar Agus kepada anak buahnya.“Siap, Bos!” sahut Bari.“Mari, Bu Irma!” lanjutnya sopan.******************Pagi ini, Nasha dikejutkan oleh sebuah panggilan dari Aldi.“Halo!” sahut Nasha.“Sha, tolongin aku!” ujar Aldi.“Mas, kamu kenapa?” tanya Nasha panik.“Sayang, sekarang aku di kantor polisi. Tolong, kamu segera kesini. ! Bawa pengacara keluarga kita sekalian!”“Memangnya apa yang terjadi?”“Aku gak bisa cerita sekarang. Sebaiknya kamu segera kesini! Aku gak mau dipenjara!” ujar Aldi.“Ya udah, Mas! Aku hubungi Pak Pramono dulu!”Klik. Nasha segera mematikan sambungan ponselnya, lalu menghubungi p
BAB 26KEDATANGAN AIRIN “Ma, ditanya kok malah bengong! Mas Aldi tanya tuh!” ujar Nasha.Winda menghembuskan nafas kasar.“Kamu tahu siapa wanita itu?” ujar Winda balik bertanya. Nasha pun otomatis menggeleng.“Dia mantan istri Papa kamu!” ujar Winda.“Apa? Jadi, Sekar itu anak kandung Papa?” tanya Nasha tak percaya.Winda mengangguk lemah. “Ini gak bisa dibiarin, Ma! Kenapa mereka harus muncul di saat seperti ini sih!” ujar Nasha panik.“Benar, Sha! Kita harus segera bertindak! Mama tidak mau kita jadi gembel!” sahut Winda.“Sebentar! Ini sebenarnya ada apa? Sekar anak kandung Papa. Trus, hubungannya sama menjadi gembel apa?” tanya Aldi tak mengerti.“Gini, Mas! Dia itu kan anak kandung Papa. Sementara aku hanya anak tiri. Kami takut, dia akan menuntut haknya dan meminta warisan Papa!” Nasha memberi penjelasan.“Benar yang dikatakan Nasha. Dia itu kan wanita matre. Dia pasti akan mengungkit warisan dari Papa,” sahut Winda.“Lalu, apa yang akan kita lakukan?” tanya Aldi.“Kita harus
BAB 27SURAT PANGGILAN“Maaf, Pak, sudah mengganggu,” ujar Sekar, lalu hendak meninggalkan ruangan Vano.“Gangguin orang pacaran saja!” gerutu Airin.“Sekar, tunggu!” ujar Vano sambil berusaha menyingkirkan Airin.“Ada apa?” tanya Vano gugup.“Itu, Pak! Ada tamu! Katanya, beliau utusan dari PT Angkasa Raya,” ujar Sekar.“Baik, suruh tunggu sebentar!” sahut Vano.“Pergilah! Aku banyak pekerjaan!” ujar Vano kepada Airin.“Baiklah, Sayang! Aku balik dulu! Bye!” ujar Airin. Usai mencium pipi Vano, Airin segera melangkah meninggalkan ruangan Vano. Saat tiba di depan meja Sekar, Airin berhenti sejenak.“Kalau aku ada di ruangan Vano, jangan masuk sembarangan! Gangguin orang pacaran saja! Ngerti, kamu?” ujar Airin galak kepada Sekar.“Iya, Nona. Saya mengerti, maaf!” sahut Sekar. "Satu lagi, jangan coba-coba kamu dekati Vano! Dia milikku!" ujar Airin lagi.Usai memberi peringatan kepada Sekar, Airin segera melangkah meninggalkan kantor Vano. Sebagai awalan, ini sudah cukup, pikir Airin. Un
BAB 28PERCOBAAN PENCULIKAN"Besok pagi di kantor pengacara. Beliau sengaja mengadakan pembacaan di tempat yang netral, itu pesan ayah kamu."Sekar kembali termenung. Setelah kejadian penculikan kemarin, dia berniat mengakhiri semuanya. Sekar mulai takut. Jika terjadi sesuatu dengannya, lalu bagaimana dengan Bundanya? Beliau pasti merasa sangat sedih. Apalagi, mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi. "Sekar!" panggil Bundanya lembut.Sekar menoleh, lalu mengulas sebuah senyuman."Bunda tahu kamu sedang bimbang, tapi, untuk yang ini, kita memang harus datang! Tidak bisa diwakilkan!" ujar Irma lembut.Sekar menghembuskan napas kasar."Iya, Bun. Sekar paham. Sekar akan minta izin sama Vano untuk datang terlambat ke kantor," sahut Sekar."Terima kasih, sayang!" ujar Irma sambil tersenyum.***********Pagi ini, Sekar dan Bundanya sudah selesai bersiap untuk berangkat ke kantor pengacara. "Bunda sudah siap?" tanya Sekar."Sudah. Ayo, kita berangkat sekarang!" sahut Irma.Rumah Sekar dan
BAB 29SURAT WASIATPak Pramono segera membuka map berwarna cokelat yang masih bersegel resmi. Perlahan, beliau mengeluarkan isinya dan bersiap untuk membacakannya.SURAT WASIATSurat wasiat ini dibuat dan ditandatangani pada hari Senin, 7 Desember 2015, bertempat di kantor Notaris Persada Group.Saya yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : Hisyam HanggaraTempat, tanggal lahir : Bandung, 17 Januari 1965Alamat : Kompleks Puri Cleopatra blok AA nomor 16 JakartaBersama ini menerangkan bahwa saya adalah pemilik sah atas harta kekayaan sebagai berikut.1.Sebuah rumah mewah yang berdiri di atas tanah seluas 1.200 m² yang terletak di Komplek Puri Cleopatra.2.Sebuah rumah yang berdiri di atas tanah seluas 900 m² yang terletak di Kompleks Perum Akasia.3. Sebuah ruko yang berdiri di atas tanah seluas 450 m² yang terletak di Jalan Supriadi nomor 145.4. Sebuah perusahaan PT Mekar Jaya Abadi yang berdiri di atas lahan seluas 1.700 m².Bahwa saya bermaksud menghibahkan harta kekayaan saya t
BAB 30MENGAMBIL ALIH PERUSAHAANTanpa memperdulikan Asri, Sekar segera melangkah ke dalam ruangan Aldi yang telah selesai dibersihkan dan duduk di kursi kebesarannya. “Apa yang kamu lakukan? Berdiri!” bentak Asri.“Baca ini!” ujar Pak Agus sambil menyerahkan sebuah map.“Apa ini?” tanya Asri curiga.“Baca saja!” sahut Sekar.Mata Asri membeliak tak percaya membaca berkas di tangannya.“Tidak! Ini tidak benar! Ini pasti akal-akalan kamu saja, iya kan?” ujar Asri.“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Tapi yang jelas, itulah kenyataannya!” sahut Sekar tenang.“Ini tidak mungkin!” ujar Asri masih belum percaya.“Hubungi bosmu! Katakan, kami menunggu disini sekarang juga!” ujar Sekar kepada Asri.“Memangnya kamu siapa, berani sekali memerintahku? Apa kamu pikir aku bisa percaya begitu saja?” ejek Asri.“Kalau kamu masih ingin bekerja disini, lakukan saja! Atau kamu lebih suka kehilangan pekerjaan?” ancam Sekar.Asri mulai ragu. Dengan perasaan berkecamuk, dia segera kembali ke ruangann
BAB 31MEMBLOKIR KARTU ALDI“Chintya? Kok tiba-tiba ada disini?” tanya Aldi heran.“He ... sori, bro! Tadi, begitu kamu sampai, aku langsung hubungi dia! Itu pesannya!” ujar Erlangga.“Kamu kemana saja? Aku kangen tahu!” ujar Chintya manja.“Gak kemana-mana. Memang lagi sibuk saja!” sahut Aldi.“Chin, ajak dia senang-senang gih! Biar fresh itu muka!” ujar Erlangga sambil melirik Aldi.Chintya tersenyum sumringah.“Sayang, kita ke puncak yuk! Udah lama kita gak jalan!” ujar Chintya manja.“Kenapa harus jauh-jauh, sih? Di kost kamu aja!” ujar Aldi.“Malas, gak asik. Lagian, kalau disini, pasti banyak gangguan!”“Gak bakalan. Aku sudah matikan ponsel dari tadi. Lagi gak mau diganggu.”“Wah, bagus itu. Ya udah, bagaimana kalau kita check in saja?” tanya Chintya.“Kok kayaknya malah kamu yang ngebet banget?” goda Erlangga.“Memang sih. Mau bagaimana lagi, Mas Aldi ini pelanggan istimewa,” ujar Chintya.“Serius?” pancing Aldi.“Iya, Sayang! Aku kangen banget sama kamu, tahu gak?” “Udah, sa