Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 106. Kecelakaan kecil

Share

Bab 106. Kecelakaan kecil

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-07-28 12:55:27

Bunyi klakson panjang memecah kesunyian jalan. Mobil hitam itu berhenti mendadak hanya beberapa sentimeter dari tubuh Nadine yang pura-pura ketakutan di tengah jalan. Dengan sigap, pintu mobil terbuka dan Felix melompat keluar.

“Nona! Kamu nggak apa-apa?” tanya Felix panik, langsung menunduk mengecek kondisi Nadine yang duduk di pinggir trotoar sambil memegangi pergelangan tangannya.

Nadine meringis, tapi dalam hati senyum puasnya hampir meledak. “Tangan aku … sakit,” rintihnya pelan, menundukkan kepala seperti sedang menahan tangis.

“Ya ampun … kamu terluka.” Felix langsung berjongkok dan melihat goresan merah di tangan Nadine. “Ayo, saya antar ke klinik terdekat,” ucapnya sambil membantu Nadine berdiri. Sesaat ia tersentak ketika mengenali wajah Nadine. Tapi ia tetap tidak banyak bicara.

Nadine pura-pura kesulitan berjalan, sengaja bersandar pada lengan Felix sepanjang perjalanan ke mobil. Dengan hati-hati Felix membantu Nadine duduk di kursi penumpang. Setelah menutup pintu, ia
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Priskila Hendi
Kapok Nadine :-p
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
wkwkwkkkk....zonk......lah dia saja yg lbh dulu tau kelakuaanya drpda alma......
goodnovel comment avatar
au nom de lalun
zonk Nadine, zonk..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 108. Calon Mangsa Baru

    Nadine duduk di kursi taman rumah sakit dengan ponsel di tangan, berselancar di media sosial sembari mencoba mencari tahu satu hal, Di mana biasanya dr.Felix nongkrong? Ia sudah menyerah jika harus mendekati Felix di rumah sakit. Terlalu banyak mata, terlalu banyak batasan. Tapi di luar, ketika suasana lebih santai, siapa tahu ia bisa lebih leluasa menggoda. Setelah mengulik beberapa akun karyawan rumah sakit dan stalking profil alumni kedokteran, akhirnya ia menemukan satu unggahan lama yang menunjukkan Felix sedang duduk di sebuah café rooftop yang cukup hits di tengah kota. Nadine tersenyum miring. Café ini cukup sering dikunjungi para dokter muda kayaknya. Mungkin dia rutin ke sana. Hari itu juga Nadine mencari tahu tentang kebiasaan Felix. Kapan pria itu biasanya pergi ke cafe? Sementara itu, Felix sedang berada di ruangan Alma. Mereka baru saja menuntaskan pembahasan tentang diagnosa pasien rawat inap yang cukup kompleks. Beberapa dokumen masih terbuka di laptop Felix, namu

  • Pelakor itu Adikku   Bab 107. Tidak menyerah

    Nadine termenung sendiri di atas ojek online yang membawanya pulang malam itu. Tangan kanannya masih dibalut perban tipis, padahal hanya lecet kecil karena sempat menyentuh aspal saat ia menjatuhkan diri secara dramatis di depan mobil Felix. Tapi bukan lukanya yang sakit, melainkan harga dirinya. Kenapa sih dia dingin banget?Apa aku kurang cantik? Kurang anggun? Kurang menarik? Nadine menggigit bibir. Matanya menatap kosong dari balik helm milik abang ojek. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa Felix menolak pesonanya begitu saja. Padahal ia sudah memainkan semua strategi yang biasanya berhasil, senyuman manis, tatapan sedih, bahkan kisah dramatis tentang Alma. Begitu sampai di kost, Nadine langsung masuk ke kamar dan membanting tasnya ke atas kasur. Ia menatap cermin lama-lama.Aku masih Cantik, kan? Masih oke banget, kok. Harusnya dia terpesona. Malam itu Nadine tidak bisa tidur. Ia menyusun rencana baru. Besok ia harus tampil maksimal. Ia akan tunjukkan pada semua orang bahwa di

  • Pelakor itu Adikku   Bab 106. Kecelakaan kecil

    Bunyi klakson panjang memecah kesunyian jalan. Mobil hitam itu berhenti mendadak hanya beberapa sentimeter dari tubuh Nadine yang pura-pura ketakutan di tengah jalan. Dengan sigap, pintu mobil terbuka dan Felix melompat keluar. “Nona! Kamu nggak apa-apa?” tanya Felix panik, langsung menunduk mengecek kondisi Nadine yang duduk di pinggir trotoar sambil memegangi pergelangan tangannya. Nadine meringis, tapi dalam hati senyum puasnya hampir meledak. “Tangan aku … sakit,” rintihnya pelan, menundukkan kepala seperti sedang menahan tangis. “Ya ampun … kamu terluka.” Felix langsung berjongkok dan melihat goresan merah di tangan Nadine. “Ayo, saya antar ke klinik terdekat,” ucapnya sambil membantu Nadine berdiri. Sesaat ia tersentak ketika mengenali wajah Nadine. Tapi ia tetap tidak banyak bicara. Nadine pura-pura kesulitan berjalan, sengaja bersandar pada lengan Felix sepanjang perjalanan ke mobil. Dengan hati-hati Felix membantu Nadine duduk di kursi penumpang. Setelah menutup pintu, ia

  • Pelakor itu Adikku   Bab 105. Siasat Nadine

    Langkah Arhan terhenti di tangga ketika ia melihat sosok Rafael menaiki anak tangga. Jantungnya berdetak tak karuan. Wajah Rafael tampak heran, bahkan sedikit curiga. Arhan langsung memalingkan pandangan dan menuruni anak tangga dengan cepat. “Baru pulang, Dok?” sapaan Rafael cukup santai, tapi tajam. “Iy—iyaa, cuma mampir sebentar,” sahut Arhan terbata, tak berani menatap lama. Ia segera berjalan cepat menuruni tangga dan menuju ke mobilnya yang diparkir di ujung gang. Dalam hati, Arhan kalut. "Kalau Rafael cerita ke orang-orang rumah sakit kalau aku datang ke kost Nadine malam-malam, bisa kacau! Bisa makin hancur nama aku!" pikirnya. Ia menyalakan mobilnya, lalu melaju pergi tanpa menoleh ke belakang. Sementara itu, Rafael mengetuk pintu kost Nadine. Tak lama, pintu dibuka, dan muncul sosok Nadine yang sudah mengganti bajunya dengan piyama tipis warna krem, rambutnya disanggul rapi, dan aroma harum dari tubuhnya langsung menyambut Rafael. “Mas Rafael …” Nadine tersenyum lebar,

  • Pelakor itu Adikku   Bab 104. Pertemuan di Kost

    “Ngapain di situ, Suster Nadine?” Suara dingin yang muncul dari belakang membuat tubuh Nadine menegang seketika. Ia berbalik cepat dan mendapati Suster Nisa berdiri dengan tangan terlipat di dada, menatapnya dengan curiga dari ujung kepala hingga kaki. Nadine sempat kehilangan warna di wajahnya, tapi refleks memasang senyum manis dan nada suara tinggi khasnya. “Ya ampun, Suster Nisa ngagetin aja. Mukanya biasa aja dong, emangnya saya maling?” “Lagian kamu ngapain ngintip-ngintip? Gimana saya nggak curiga? Biasakan ketuk dulu sebelum masuk!” sahut Nisa galak. “Siapa yang ngintip? Saya tadi udah ketuk pintunya, tapi sepi. Saya pikir ada orang di dalam,” elak Nadine sambil memainkan ujung rambutnya. Suster Nisa mendengus panjang. Ia tahu, adu argumen dengan Nadine tidak akan pernah berujung menang. “Terus, ada keperluan apa kamu ke sini?” Nadine sempat gelagapan, namun otaknya cepat bekerja. “Tadi di lorong saya ketemu pasien yang nanyain jadwal praktik dokter Felix. Saya pikir, ya

  • Pelakor itu Adikku   Bab 103. Siapa dr.Felix ?

    Setelah tadi menangis manja dan dipeluk dengan penuh kasih sayang, kini Nadine melanjutkan langkah berikutnya. Perlahan, raut wajahnya dibuat sedih lagi, meski dalam pikirannya ia sibuk menyusun strategi. "Mas ..." Nadine membuka suara sambil memainkan jari-jari tangannya di atas meja. "Hmm?" sahut Rafael yang kini duduk di seberangnya, sambil memandangi wajah Nadine penuh perhatian. “Aku tuh … kadang nggak ngerti, Mas. Kenapa akhir-akhir ini Kak Alma jadi begitu jahat sama aku …” Nadine menarik napas dalam. “Dulu dia yang paling pertama ngebelain aku. Tapi sejak dia naik jabatan, jadi dokter favorit di rumah sakit ini, malah aku yang terus dijatuhin.” Rafael mengernyit. “Jahat gimana maksudnya?” Nadine berpura-pura menunduk, lalu berujar dengan nada pilu, “Dia ... suruh aku keluar dari rumah. Padahal aku nggak punya tempat lain. Dulu, almarhum ibu nitipin aku ke dia. Tapi sekarang katanya aku ini beban, bikin malu. Cuma karena gosip yang bahkan belum tentu bener ....” Rafael m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status