Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 112. Mendatangi Kost

Share

Bab 112. Mendatangi Kost

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-07-30 22:25:03

Setelah Alma pergi, Ferika masih terisak di ranjang observasi. Namun, saat suster keluar meninggalkan mereka, ia langsung duduk tegak dan menatap Arhan yang masih berdiri di dekat pintu dengan wajah kusut.

"Han," ucapnya pelan. "Kamu jangan diam aja. Kejar Alma. Bujuk dia supaya mau pulang. Katakan kamu nyesel, katakan kamu nggak akan ulangi semuanya."

Arhan menghela napas panjang, lelah. "Bu, sekarang bukan waktunya. Alma nggak akan percaya, bukan dengan kondisi sekarang. Saya harus bereskan satu hal dulu."

Ferika mengernyit. "Maksud kamu Nadine?"

Arhan mengangguk. Ia menatap ibunya lekat-lekat. "Saya harus menyelesaikannya sendiri. Pelan-pelan, tanpa Alma tahu. Kalau Nadine tidak hamil, saya yakin Alma bisa dipulihkan hatinya."

Ferika mengernyit. “Kamu serius?”

“Dia masih cinta sama aku, Bu. Aku tahu itu dari cara dia lihat aku tadi. Tapi dia terlalu kecewa. Terlalu marah. Dan masalahnya ya … Nadine.” Arhan menyandarkan punggung di dinding, mendesah frustasi. “Aku nggak akan ceraika
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nancy
lanjut ceritanya
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
nah lo......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 121. Berhasil Menggiring Leonard

    "Kenapa kamu tidak suka?"Pertanyaan Leonard meluncur begitu saja, langsung mengenai sasaran. Ia menoleh sebentar ke arah Nadine sebelum melangkah menjauh dari kerumunan yang mulai kembali sibuk menyambut Pak Menteri. Nadine mengikuti dengan langkah pelan, bibirnya menyungging senyum manis penuh siasat. Ia menunggu momen ini. “Aku hanya berpikir ... kalau Kak Alma itu terlalu lembut untuk orang seperti Felix,” jawabnya, menjaga nada suara tetap netral. Leonard menyipitkan mata, menghentikan langkah di sudut lorong. “Lalu, kamu pikir siapa yang lebih cocok untuk Alma?” Nadine tersenyum, pura-pura ragu. “Kalau aku boleh jujur … menurutku, Pak Leonard lebih cocok.” Mata Leonard menatap tajam, lalu tiba-tiba tertawa pendek. “Begitu ya,” ucapnya dengan nada geli. “Lalu, kenapa kamu repot-repot menyampaikan itu padaku?” Nadine mengangkat bahu ringan. “Karena aku tahu, Pak Leonard bukan tipe pria yang asal mendekati wanita. Jadi, kalau saya bisa bantu, kenapa nggak? Mungkin saya bisa j

  • Pelakor itu Adikku   Bab 120. Kedatangan Pak Menteri

    Arhan menutup pintu mobil dengan kasar. Tubuhnya lelah saat memasuki rumah. Malam itu cukup larut, lampu ruang tengah masih menyala. Di balik pintu, Ferika duduk di sofa sambil menyeruput teh hangat.“Sudah pulang?” sapa Ferika datar tanpa menoleh.Arhan mengangguk dan melepas jas putih yang tadi sempat ia bawa pulang. “Iya, Bu. Capek banget malam ini.”Ferika meletakkan cangkir di atas meja. Tatapannya beralih ke anak lelakinya yang duduk di seberangnya. “Capek? Mungkin kamu terlalu lelah berpikir bagaimana caranya bisa menghilangkan janin Nadine. Ya, kan?”Arhan terdiam. Matanya menatap ibunya penuh tanya. “Kenapa Ibu bicara seperti itu?”Ferika mengangkat alis. “Karena kamu tidak seharusnya sembarangan mengambil keputusan hanya karena perempuan itu hamil. Kau yakin anak itu memang anakmu?”Arhan menyipitkan mata. Suaranya pelan tapi mengandung nada tidak terima. “Ibu bicara apa sih? Nadine itu cinta mati sama aku. Dia bahkan pernah bilang, kalau aku minta nyawanya pun dia siap kas

  • Pelakor itu Adikku   Bab 119. Resep obat

    Mendengar ucapan sang Papa, gerakan Felix terhenti seketika. Tangannya masih menggenggam gagang pintu. Ia sedikit terkejut mendengar nama Leonard ikut disebut oleh William.Bukan karena Leonard akan menduduki posisi strategis di Majestic Hospital. Bukan itu yang membuat dadanya kembali terasa panas. Tapi karena ia tahu, pria itu sedang mengincar sesuatu yang jauh lebih penting dari pada jabatan, yaitu Alma.Felix mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Matanya menutup sesaat, menahan sesuatu yang membuat dadanya sesak. Nama Leonard ikut di sebut oleh William membuat emosinya memanas, tapi hal itu tidak ia tunjukkan. Bukan karena cemburu semata, tapi karena ia tahu, Leonard adalah pria yang cerdik, licin, dan tahu cara memanfaatkan celah.Ia menarik napas panjang, lalu, dengan suara yang lebih pelan namun terdengar cukup tegas, ia menjawab, “Maaf, Pa. Saya tetap pada keputusan awal.”Tanpa menunggu respons, Felix mendorong pintu dan melangkah keluar dari ruang kerja William. Langkahnya teg

  • Pelakor itu Adikku   Bab 118. Jabatan Rahasia Felix

    “Alma? Maksud Papa, apa?” Felix mengerutkan kening. Suaranya pelan.William menyandarkan tubuhnya, menghela napas dalam. Ia melepas kaca mata bacanya, meletakkannya di atas meja, lalu menatap mata putranya tajam. “Papa tahu kamu kaget,” katanya tenang. “Tapi dengarkan dulu baik-baik.”Felix diam, tubuhnya sedikit menegang. Nama Alma disebut di tengah percakapan serius tentang rumah sakit keluarga, tentu bukan tanpa alasan.“Papa sudah lama memperhatikan sepak terjang Alma di RS Annisa,” lanjut William. “Perempuan itu … cerdas, tegas, dan berdedikasi. Tak banyak dokter muda yang punya kepemimpinan seperti dia. Dan yang lebih penting, dia tidak hanya bekerja dengan otak, tapi juga dengan hati.”Felix tetap diam. Hanya rahangnya yang mengeras.William bangkit dari kursi, berjalan pelan ke arah jendela besar yang menghadap taman belakang. Cahaya lampu dari taman menyentuh sebagian wajahnya, membuat garis usia di pelipisnya semakin kentara.“Papa tahu bagaimana dunia rumah sakit saat ini.

  • Pelakor itu Adikku   Bab 117. Permintaan William

    Setelah selesai acara makan malam, sebagian keluarga berbincang di ruang tengah yang sangat luas. Diskusi tentang bisnis, informasi medis dan akademis terdengar dari pembicaraan mereka. Felix berjalan keluar ke teras samping rumah besar itu. Langkahnya mantap, meski sorot matanya masih menyimpan amarah. Di sisi teras yang menghadap taman belakang, Leonard berdiri dengan segelas anggur di tangannya, memandangi kerlip lampu taman tanpa ekspresi. Felix menghentikan langkahnya beberapa meter dari sang sepupu. “Aku pikir seorang direktur utama harus bisa profesional. Tidak mencampuri urusan pribadi dan pekerjaan,” ucapnya dingin. Leonard tak langsung menoleh. Ia mengangkat gelasnya, menyesap anggur perlahan, lalu tersenyum kecil. “Aku tahu maksudmu,” katanya akhirnya, lalu berbalik, menatap Felix dengan tatapan tenang dan seringai di wajahnya. “Kamu keberatan aku sekarang dekat dengan Alma, kan?” Felix diam. Rahangnya mengeras. “Meski Alma belum resmi bercerai, tapi kita sama-sama tah

  • Pelakor itu Adikku   Bab 116. Memperebutkan Wanita yang Sama

    Langit sudah mulai gelap ketika Felix memarkir mobilnya di pelataran rumah keluarga Mahesa. Bangunan besar berarsitektur klasik modern itu berdiri megah di tengah taman yang luas. Lampu-lampu eksterior menyorot fasad batu putihnya, memberi kesan mewah dan kokoh. Di sepanjang jalan masuk, deretan mobil mahal berjajar rapi, menandakan siapa saja tamu undangan yang hadir malam itu.Felix turun dari mobil dengan langkah cepat. Dua pelayan langsung menghampirinya dan membungkuk hormat."Selamat malam, Tuan Felix. Silakan masuk, semuanya sudah menunggu di ruang makan," ujar salah satu pelayan sambil membukakan pintu utama.Felix mengangguk, merapikan rambutnya sekilas, lalu masuk. Ia melewati lorong panjang yang dihiasi lukisan-lukisan klasik dan foto-foto keluarga besar Mahesa. Bau bunga segar bercampur rempah-rempah dari dapur menyambutnya.Begitu membuka pintu ruang makan, ruangan besar dengan meja panjang yang penuh dengan hidangan mewah langsung menyambut matanya. Di meja itu sudah dud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status