Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 3. Adegan di dalam mobil

Share

Bab 3. Adegan di dalam mobil

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-01-07 08:16:27

“Nadine! Bajumu kok begitu!?” seru Alma saat melihat seragam sang adik juga berantakan. Bahkan, dua kancing baju teratasnya juga tidak dikancingkan, sampai sedikit memperlihatkan sedikit sembulan dadanya!

Mereka tidak mungkin—

“AC-nya bermasalah, Kak! Panas banget deh suer!” seru Nadine, memotong dugaan Alma.

Alma yang mendengar itu mengerjapkan mata. “Rusak?” ulangnya, lalu agak mencondongkan sedikit kepalanya ke dalam mobil melalui jendela.

Memang … agak panas, tapi seharusnya tidak sepanas itu sampai Arhan dan Nadine mandi keringat seperti sekarang.

Sebelum Alma bisa mengatakan apa pun, Arhan menimpali, “Iya, rusak. Makanya aku berhenti di sini untuk betulin. Baru aja belum lama masuk lagi buat ngecek udah bener atau belum. Rasanya sih udah ….”

Mendengar itu, Alma hanya mengangguk-angguk. Toh, dirinya tidak begitu paham otomotif.

Cepat, Alma melirik Nadine. “Kancingin bajumu. Nggak baik begitu di depan orang.”

Ditegur, Nadine mengerucutkan bibir. “Kan cuma Mas Arhan….”

“Mas Arhan itu suami Mbak, dan Mbak nggak suka kamu begitu di depan suami Mbak,” tegas Alma, entah kenapa sedikit emosi.

“Alma,” tegur Arhan dengan alis tertaut. “Jangan keras gitu sama adik kamu. Kamu ‘kan juga tahu sendiri aku juga jaga pandangan. Kamu masih nggak percaya sama aku?”

Ditanya seperti itu, Alma mengalihkan pandangan kepada suaminya. “Mas, bukan aku nggak percaya sama kamu, tapi aku hanya menjalankan kewajiban aku. Nadine adik aku, dan ibu mewasiatkan aku untuk jaga dia, jadi sudah seharusnya aku kerasin dia agar tahu cara bersikap. Pun itu di depan kamu, tapi status kalian bukan muhrim, jadi nggak bagus membiasakan hal tidak seronok seperti itu.”

Diceramahi panjang lebar, Arhan tampak sedikit tidak suka.

Akan tetapi, sebelum pria itu sempat membalas, Nadine sudah lebih dulu berkata, “Haduh, iya deh Kak, iya.” Dia menghela napas kasar, tapi cepat mengancingkan bajunya. Kemudian, dia berkata, “Kakak sendiri kenapa di sini? Kenapa bukan di rumah sih?”

Alma yang masih di luar mobil pun mengangkat barang belanjaannya. “Habis dari supermarket. Tadi lagi jalan pulang, tapi terus lihat mobil Mas Arhan.”

Melihat hal itu, Nadine mengangguk-angguk, tapi raut wajahnya tampak tidak peduli dan hanya menanyakan untuk basa-basi. “Ya udah. Pulang bareng aja kalau gitu, Kak,” ajaknya, membuat Alma melirik Arhan yang diam sesaat sebelum akhirnya membukakan pintu penumpang depan.

“Cepat masuk, terus kita pulang. Udah gerah,” komentar Arhan dengan sedikit ketus, tampaknya masih sedikit kesal diceramahi Alma tadi.

Diberikan kode seperti itu, Alma pun langsung mengitari mobil dan duduk di kursi penumpang depan.

Usai Alma menutup pintu, Arhan pun gegas melesatkan mobil menuju rumah.

Perjalanan menuju rumah dilalui dengan hening. Nadine tampak sibuk dengan ponselnya, selagi Arhan sibuk dengan jalanan. Dan karena kedua orang itu kentara masih sedikit marah dengan teguran Alma tadi, Alma pun tidak berani mengatakan apa pun.

Dia mulai melamun. Apa emosinya jadi tidak stabil karena efek omongan Bu Retno dan ibu-ibu lain tadi pagi ya?

Tapi … rasanya teguran Alma wajar-wajar saja. Toh, bukankah lebih baik Alma yang menegur Nadine tentang hal itu dibandingkan orang lain? Bagaimana pun wanita itu harus menjaga diri dan reputasi. Jangan sampai terlibat rumor tidak sedap.

Akan tetapi, teringat lagi bahwa cara bicaranya memang sedikit terlewat keras dan diselimuti emosi berlebih, Alma jadi merasa sedikit bersalah. Dia pikir, nanti sampai di rumah dia akan masakkan makanan favorit adik dan suaminya sebagai bentuk permintaan maaf.

Namun, baru saja niat baik itu melambung dalam benak, tiba-tiba mata Alma menangkap keberadaan benda asing di lantai mobil kursi depan.

Meraih benda tersebut dengan ekspresi ngeri bercampur jijik, Alma bertanya dengan suara dingin, “Mas, ini pakaian dalam siapa?”

( Bersambung)

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nina Susanti
Dokter kok bodoh
goodnovel comment avatar
Nada Azzah
Masa GK ngeh klw suami dn adikmu sedang nganuh2 di mobil ? ... GK peka nih bini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 81. Rencana Gagal

    “Jadi ... Prof. Mahendra sudah menjelaskan sebagian besar hal teknisnya?” tanya Leonard dengan nada tenang namun dalam, khas suara pria yang terdengar dominan sebagai seorang pimpinan. Dari lobby tadi ia dan Alma menuju ruang praktek, lalu berbincang di sana. Alma mengangguk, mencoba bersikap profesional meski dalam hatinya ia merasa tak sepenuhnya tenang. “Ya, beliau menjelaskannya dengan cukup rinci saat rapat tadi. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot datang langsung ke RS Annisa sore ini, Pak Leonard.” Pria itu tersenyum tipis, wajahnya memancarkan ketampanan yang tidak dibuat-buat. Sikapnya sopan, bahasanya terjaga. Tapi entah kenapa, Alma bisa merasakan getaran berbeda dalam tiap kata dan sorot mata Leonard. “Tidak repot, kok. Lagipula aku memang ingin menyampaikannya langsung padamu. Rasanya ... lebih memuaskan kalau bisa menyampaikan niat kerja sama ini tanpa perantara. Terutama karena kamu yang akan jadi kunci proyek ini,” ujarnya sambil menatap Alma intens namun tida

  • Pelakor itu Adikku   Bab 80. Masih Suami Istri

    “Diam deh! Jangan mulai!” bisik Arhan tajam, menahan nada bentakannya agar tak menarik perhatian sekitar. Tatapannya tajam pada Ernest, yang jelas sedang menikmati momen menyindirnya. Hanya Ernest yang tau semua masalah yang Arhan hadapi saat ini. Sejak awal hanya teman satu kampusnya itu yang tau hubungannya dengan Nadine dan tau bahwa Alma adalah istri Arhan. Ernest tertawa pelan, seperti biasa tak gentar. “Santai, Bro. Aku cuma tanya, itu tadi di lobby—” “Udah," sanggah Arhan geram, matanya masih tertuju pada punggung Alma yang menjauh bersama pria lain. Pria yang baru muncul, tapi dengan mudah akrab dengan Alma. Leonard, ucapnya dalam hati dengan getir. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia melangkah cepat keluar dari lobby menuju café di samping rumah sakit. Ernest menyusul, duduk di kursi seberang dengan santai. Ia geleng-geleng kepala melihat wajah Arhan penuh bara. “Dari pada kamu naik darah terus, mending mikir deh jalan keluarnya. Nggak bisa terus-terusan begini, Han,” kata Er

  • Pelakor itu Adikku   Bab 79. Diskusi Para Senior

    Alma terduduk lemas di kursinya. Telapak tangannya menekan pelipis, napasnya berat dan panjang. Sejak tadi ia mencoba tetap tenang menghadapi ledakan emosi Arhan yang membabi buta, tapi tetap saja tubuhnya terasa gemetar setelah semua itu. Jika saja Felix tak datang tepat waktu, ia tak yakin bisa tetap sekuat tadi. “Alma!” suara Septiana membuat Alma menoleh kaget. Perempuan itu masuk terburu-buru, wajahnya dipenuhi kekhawatiran. “Aku baru dengar dari perawat di depan. Arhan tadi marah-marah di sini?” tanya Septiana sambil memeluk Alma sekilas. Alma mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja. Cuma ... ya, kamu tahu sendiri gimana emosinya Arhan.” Felix berdiri tak jauh dari meja Alma. “Untung aku datang,” katanya sambil melipat tangan di dada. “Aku nggak akan biarin dia mempermalukanmu di tempat kerja seperti ini.” “Kalau bukan karena kamu, mungkin aku udah balas dia dengan nada tinggi juga,” ucap Alma jujur. “Terima kasih, Felix.” Septiana melirik mereka bergantian, lalu menyeringai

  • Pelakor itu Adikku   Bab 78. Dipindahkan ke Bangsal Kelas Tiga

    “Apa ini soal tadi di bangsal kelas?” tanya Arhan cepat, sesaat setelah perawat muda itu mengatakan Prof. Mahendra memanggilnya. Perawat tersebut mengangguk. “Sepertinya iya, Dok. Saya dengar beliau sudah tahu kejadian barusan.” Arhan menghembuskan napas panjang. “Masalah datang terus tanpa henti,” gumamnya pelan, lebih ke dirinya sendiri. Kepalanya sedikit menunduk, lalu mendongak lagi dengan rahang mengeras. “Siapa yang bikin jadwal baru itu? Kenapa tiba-tiba aku dipindahkan ke bangsal kelas 3 tanpa pemberitahuan?” Nada suaranya meninggi. “Saya nggak tahu detailnya, Dok. Tapi dari yang saya dengar di ruang perawat, perombakan itu dari Dokter Alma. Ada sistem baru katanya.” Arhan mengernyit. “Alma?” “Ya. Katanya beliau mau ada pemerataan tugas dokter. Semua dapat giliran, termasuk dokter spesialis senior.” Dada Arhan mendadak terasa panas. Seolah ada bara yang ditumpuk di dalamnya. Ia mengepalkan tangannya. “Dia sengaja … Pasti dia sengaja mau permalukan aku!” “Dok, maaf, say

  • Pelakor itu Adikku   Bab 77. Dipermalukan di Depan Pasien

    Nadine berdiri terpaku. Ucapan Arhan barusan benar-benar mengguncang batinnya. “Memangnya apa yang akan Mas lakukan? Mas tega?” Nadine berseru lirih. “Ini darah daging Mas sendiri …” Arhan menyeringai tipis. Dalam hatinya ia masih ragu kalau itu anaknya. Tapi, anak siapapun itu, jika semua orang tahu kehamilan Nadine, pasti dirinya akan kena tuduh, karena rumor kedekatannya dengan Nadine telah menyebar. Jadi, sebenarnya dia memang tidak peduli itu anak siapa. "Kalau kamu masih maksa pertahankan bayi itu, kamu sendiri yang akan rugi. Lihat dirimu sekarang, Nadine. Sudah jadi bahan gunjingan satu rumah sakit. Sekarang hamil di luar nikah. Mau nambah malu lagi?” Nadine menunduk. Ia memasang wajah sesedih mungkin. Berharap Arhan akan menaruh iba padanya. “Aku ... aku nggak tahu harus bagaimana, Mas ....” “Pokoknya gugurkan. Aku nggak akan ikut bertanggung jawab!” tegas Arhan. Suaranya seperti vonis yang tak bisa diganggu gugat. Dengan tangan mengepal di samping tubuhnya, Nadine akh

  • Pelakor itu Adikku   Bab 76. Nadine dan Laporan Pasien

    "Kak Alma ... tolong aku ... Aku nggak tahu harus gimana ..." Alma masih berdiri di balik meja kerjanya, ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Namun, pandangannya menajam saat melihat Nadine berdiri di ambang pintu dengan wajah kacau, rambut sedikit berantakan, dan mata sembab seolah baru saja menangis lama. "Masuklah kalau mau bicara," ucap Alma datar, lalu kembali duduk dan membuka map yang tadi sempat ia tutup. Nadine masuk perlahan, lalu duduk di kursi seberang meja Alma. Wajahnya sedih, matanya berkaca-kaca. "Aku ... aku akan disidang sama badan pengawas rumah sakit, Kak. Aku takut ... Semua laporan itu, aku ... aku nggak tahu harus jawab apa. Pasien, perawat ... semuanya kayak nyalahin aku." Alma menatap Nadine lama. Ia tidak langsung menjawab. Hening beberapa detik, hingga akhirnya Alma berkata pelan tapi tajam, "Lalu apa yang kamu harapkan dariku?" "Aku minta tolong, Kak. Tolong bantu aku. Kakak kan punya pengaruh sekarang. Punya reputasi. Orang-orang akan dengar apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status