Beranda / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 8. Dokter Baru yang Mengejutkan

Share

Bab 8. Dokter Baru yang Mengejutkan

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 16:16:25

Beberapa hari berikutnya, rutinitas berjalan seperti biasa. Arhan dan Nadine yang sempat panik setelah mendengar Alma membicarakan keinginannya untuk kembali bekerja, kini sudah mulai tenang.

Toh, wanita itu masih sibuk dengan urusan rumah dan segala sesuatunya berjalan seperti biasa.

Yah, walau ada sedikit perubahan dengan Alma, yang mana wanita itu mulai menelantarkan sejumlah kewajiban rumah tangganya, seperti pagi ini … saat dia tidak menyiapkan sarapan untuk Nadine dan Arhan.

"Aku ada urusan dengan temanku, jadi nggak sempat bikin sarapan. Kalian beli sarapan di luar aja ya," ujar Alma sebelum pergi begitu saja, meninggalkan Arhan dan Nadine yang sudah menunggu hidangan pagi dari Alma.

“Heran banget deh sama Kak Alma, marah kok nggak kelar-kelar, pake acara mogok masak pula. Udah berapa hari ini begini terus!” gerutu Nadine sambil menyendokkan nasi goreng yang dia beli untuk makan siang ke dalam mulut.

Wajahnya tampak kesal saat menatap piring nasi gorengnya.

“Nggak seenak buatan Kak Alma ih ….”

Arhan yang duduk di sebelahnya di kantin rumah sakit menjawab, "Tunggu aja beberapa hari lagi, nanti juga balik normal." Meskipun dia mengatakan itu, dalam hati Arhan sebenarnya sepakat dengan Nadine. Masakan Alma memang lebih enak.

"Tapi ini udah dua minggu loh, Mas. Kak Alma nggak pernah marah selama ini! Biasanya paling lama dua hari, habis itu dia normal lagi. Ini sih udah keterlaluan!" omel Nadine sambil meremas sendoknya.

“Lagian emangnya Mas Arhan nggak bisa ngobrol gitu sama Mbak Al? Tegur lah sedikit. Jangan ngambek lama-lama kayak bocil. Kan yang repot kita juga. Coba pikir, berapa banyak uang yang keluar karena kita harus beli makanan terus dari luar?!”

Arhan terdiam, merasa Nadine ada benarnya juga. Tapi jujur, ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

Ego.

Biasanya, kalau dia dan Alma bertengkar, pasti istrinya itu yang duluan minta maaf. Tapi, kali ini sudah jalan dua minggu, istrinya tidak kian mengajaknya bicara kecuali ada perlu.

Apa benar-benar perlu bagi Arhan untuk menghampiri Alma hanya karena masalah sepele ini?

Lagi pula, kenapa sih Alma marah? Apakah hanya karena dia mengungkit masalah kehamilan itu?

Padahal ‘kan memang benar Alma sendiri yang tidak berhasil hamil setelah tiga tahun? Kenapa harus menghindar dari fakta dan malah kesal sendiri?!

Heran!

Kesal memikirkan hal itu, Arhan pun menggeram rendah dan berkata, “Ya, nanti Mas ngomong sama kakakmu. Emang dasar, wanita kalau sudah lama di rumah mentalnya jadi kayak anak bocah. Nggak bisa mikir sendiri!”

Usai makan siang, Arhan dan Nadine buru-buru kembali ke aula di lantai dua. Kebetulan, pada hari itu, departemen bedah saraf rumah sakit mereka mengadakan acara meeting bulanan sekaligus perkenalan staf baru, jadi Arhan dan Nadine tidak melanjutkan pembicaraan tentang kelakuan Alma.

Setibanya di aula, mereka melihat beberapa dokter dan perawat sudah berkumpul. Suasana cukup santai, semua berbincang sambil menunggu siapa yang akan diperkenalkan.

“Tumben banget di bulan segini ada anak baru? Memangnya kapan departemen kita ada buka lowongan?” tanya salah seorang dokter.

“Nggak kenal, tapi katanya sih kenalan Prof. Mahendra yang dapat persetujuan khusus dari direktur RS juga.”

“Kayaknya orang hebat, ya?”

“Bukan hebat lagi, katanya mantan murid Prof. Mahendra yang paling genius. Makanya liat tuh, Prof. Mahendra seneng banget,” sahut perawat lain.

Mendengar percakapan tersebut, Nadine dan Arhan jadi penasaran. Siapa sebenarnya dokter baru ini sampai bisa membuat Profesor Mahendra, yang terkenal jutek dan kejam, jadi sangat senang?

Walaupun sifatnya menyebalkan, Profesor Mahendra memiliki reputasi mendunia di bidang bedah saraf. Banyak yang ingin menjadi muridnya, tapi selama hidupnya, pria tua itu hanya pernah mengambil dua murid; satu pria dan satu wanita.

Yang pria adalah dokter paling populer di rumah sakit mereka, Felix Alexander, dan yang wanita... tidak ada yang pernah tahu. Katanya, wanita itu berhenti sebelum benar-benar menjadi spesialis beberapa tahun lalu.

‘Jadi, dokter baru ini si wanita itu?’ tebak Arhan dalam hati.

“Mas, apa ini perasaanku atau… histori dokter wanita ini kayak Kak Alma, ya?” tanya Nadine tiba-tiba, membuat Arhan kaget.

Namun, kemudian pria itu tertawa kecil. “Alma memang pernah disebut-sebut sebagai murid terbaik dulu, tapi nggak sepintar itu buat jadi murid langsung Prof. Mahendra, Nad. Kalau nggak, masa aku nggak tahu?”

Nadine mengerutkan kening dan menatap Felix yang duduk di kursi paling depan aula. Tidak ada yang berani mendekati pria itu, terutama karena sikapnya yang dingin, sama seperti Profesor Mahendra. Bahkan, Felix cenderung lebih tajam dalam berbicara.

"Tapi Kak Alma pernah bilang dia teman dekat Dokter Felix, jadi mungkin aja mereka belajar di bawah guru yang sama nggak sih?" tebak Nadine.

Mendengar itu, Arhan pun menatap Felix yang sedang berbincang dengan dokter lain.

Bagi Arhan, Felix Alexander itu seperti duri dalam daging. Selain tampan, dia juga sangat ahli dalam pekerjaannya, sehingga menjadi dokter yang paling dicari pasien.

Namun, untungnya Felix bukan orang yang ambisius. Ketika Profesor Mahendra bertanya apakah Felix ingin menggantikan posisinya sebagai kepala bagian dulu, Felix menolak.

Jadi, Arhan yang terpilih untuk dibimbing lebih dekat oleh Profesor Mahendra.

Sekarang, seorang dokter yang disebut-sebut sebagai murid terbaik Profesor Mahendra akan segera tiba. Jika dokter itu benar-benar hebat dan menarik perhatian Profesor Mahendra, posisi kepala bagian yang Arhan pegang bisa terancam!

‘Semoga seperti Felix, dokter baru itu nggak bikin kacau rencanaku!’ geram Arhan dalam hati.

Tepat di saat Arhan memikirkan itu, tiba-tiba manik Felix bergeser dan bertabrakan dengan pandangan Arhan.

Tatapan pria itu tajam. Mengerikan.

Refleks, Arhan menundukkan wajah. Tapi kemudian dia menyadari, kenapa harus takut?

Saat Arhan menoleh kembali, Felix tampak sedang berbincang dengan dokter lain.

‘Apa tadi … aku salah lihat?’ pikir Arhan bingung.

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari speaker aula. "Ehem, ehem. Selamat siang semuanya."

Semua orang mengalihkan pandangan ke panggung. Seorang pria tua dengan rambut putih dan jenggot agak panjang terlihat berdiri tanpa senyum.

Itu adalah Profesor Mahendra.

Ruangan pun seketika hening.

"Seperti yang kalian tahu, hari ini adalah hari terakhir bulan ini, dan tujuan pertemuan ini adalah untuk membahas..." Profesor Mahendra memulai pidatonya, menyatakan berbagai hal termasuk evaluasi performa bulanan departemen mereka, membuat semua orang mulai mengantuk.

Hingga akhirnya, pria tua itu masuk ke poin terakhir pertemuan.

"Yang terakhir, seperti yang kalian tahu, akan ada dokter baru yang mengisi posisi ketiga spesialis bedah saraf. Beliau merupakan salah satu lulusan terbaik dan sudah berpengalaman di bidangnya. Tak cuma itu, beliau juga murid terbaikku!"

Senyum terlukis di wajah Profesor Mahendra seiring dia mengulurkan tangan ke arah pintu aula yang terbuka.

“Mari kita sambut, Dokter Alma Azzahra!”

Sontak, Nadine dan Arhan pun terdiam. Mereka secepat kilat menoleh ke arah pintu aula.

Dan wajah mereka pun memucat begitu melihat siapa yang berdiri di sana.

Tersenyum sambil melangkah tenang menuju panggung, Alma mengenakan jubah dokternya dan berjalan penuh wibawa.

Tubuh Arhan bergetar.

Bagaimana bisa istri yang dia remehkan itu berakhir di sini!?

(Bersambung)

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Koirul
kalau tokoh utama tegas gini kan seneng bacanya ...
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
syock kn loh perwat dibawah dokter boss
goodnovel comment avatar
madul
good job suka bgt sm alma yg udh di selingkuhin tp ga jatuh terpuruk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelakor itu Adikku   Bab 187. Seperti Mimpi

    Alma membuka mata dengan perasaan berbeda, lebih ringan, lebih damai. Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamarnya. Semua beban yang kemarin-kemarin menekan dadanya kini seakan lenyap, berganti semangat baru. Alma mengusap wajahnya, lalu tersenyum menatap cermin besar di kamarnya. “Hari pertama … jadi tunangannya Felix,” gumamnya pelan, seolah ingin meyakinkan diri sendiri bahwa semua yang terjadi semalam bukan mimpi. Suara ketukan pintu terdengar. “Non Alma, sarapan sudah disiapkan,” kata Bu Sarti dari luar. “Baik, Bu. Aku segera turun,” jawab Alma. Ia bangkit, merapikan rambut, lalu mengenakan blouse sederhana berwarna pastel dan celana kain hitam. Tidak ada aksesoris berlebihan, tidak ada riasan tebal. Meski kini semua orang tahu ia calon menantu keluarga Mahesa, Alma tetap ingin tampil seperti dirinya yang dulu, sederhana. Di meja makan, aroma nasi goreng hangat dan teh manis menyambut. Bu Sarti tersenyum, matanya masih berbinar haru sejak acara semalam. “Non keliha

  • Pelakor itu Adikku   Bab 186. Hari Bahagia

    Senja mulai turun perlahan di langit Jakarta ketika mobil-mobil mewah memasuki halaman hotel berbintang lima milik keluarga Mahesa. Gedung megah dengan lampu-lampu kristal yang menggantung di lobi seakan menyambut para tamu undangan dengan cahaya keemasan. Malam itu, hotel tersebut berubah menjadi saksi peristiwa besar, pertunangan Felix Alexander Mahesa dengan Alma Azzahra Kusuma. Sejak sore, Alma sudah tiba di rumah kediaman keluarga Mahesa yang letaknya tidak jauh dari rumahnya sendiri. Ia datang bersama beberapa kerabat yang turut mendampingi. Dari sana, rombongan bergerak bersama menuju hotel tempat acara berlangsung. Di kamar khusus yang disediakan untuk pengantin wanita, Alma sedang dirias. Rambutnya ditata anggun dalam sanggul modern yang dihiasi dengan bunga melati segar dan aksesori mutiara. Gaun kebaya modern berwarna putih gading melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan kain batik motif parang klasik bernuansa emas yang menjuntai anggun. Wajahnya dipulas dengan make-

  • Pelakor itu Adikku   Bab 185. Maaf yang tulus

    Kebahagiaan yang memenuhi dada Alma sejak menerima undangan pertunangannya dengan Felix semalam masih ia rasakan. Senyumnya masih sering terbit tanpa ia sadari, seakan hari-hari kelam yang ia lalui perlahan digantikan cahaya baru. Namun di sela rasa syukurnya, ada bayangan yang terus menghantui pikirannya, Nadine. Sehari sebelum pertunangan, Alma menepati niatnya untuk membesuk adiknya itu. Hati kecilnya mengatakan, apa pun yang sudah dilakukan Nadine, hubungan darah mereka tidak bisa diputus begitu saja. Walau rasa sakit akibat pengkhianatan Nadine masih membekas, Alma ingin memastikan adiknya tidak benar-benar sendirian. Ia berangkat ditemani seorang pria berjas abu-abu, pengacara Nadine, yang kini mengurus kasusnya. Di dalam mobil menuju penjara, Alma mendengarkan penjelasan dengan wajah serius. “Sidang terakhir sudah diputuskan, Bu Alma. Nadine divonis lima belas tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan yang kemarin,” ujar pengacara itu dengan nada berat.

  • Pelakor itu Adikku   Bab 184. Undangan Pertunangan

    Ruang rawat VIP itu sunyi, hanya suara detak mesin pemantau yang sesekali terdengar. Maharani berbaring di atas ranjang dengan wajah pucat, tatapannya kosong menatap langit-langit. Meski sudah dipindahkan dari ICU ke ruang rawat, keadaannya masih lemah. Orang tuanya duduk di sisi ranjang, terlihat letih sekaligus pasrah. Clara melangkah masuk perlahan. Senyum sopan ia berikan pada kedua orang tua Rani. “Selamat siang, Pak, Bu. Bagaimana keadaan Rani hari ini?” Sang ibu hanya menggeleng pelan, matanya sembab. “Masih sama, Bu Clara. Dia jarang bicara. Hanya mengangguk kalau ditanya. Kami sudah pasrah … apa pun keputusan keluarga Mahesa, kami terima. Kalau memang pertunangan ini harus dibatalkan, kami tak bisa memaksa.” Clara menarik kursi, duduk di sisi ranjang Rani. Tangannya lembut meraih tangan Rani yang terkulai lemah. “Rani … maafkan Tante, ya.” Maharani menoleh perlahan. Bibirnya bergerak, berusaha tersenyum, meski gagal. Matanya yang sendu seakan mengerti apa yang hendak disa

  • Pelakor itu Adikku   Bab 183. Makan malam yang hangat

    Tiba waktunya acara makan malam di rumah William. Alma berdiri lama di depan cermin sebelum berangkat. Tangannya sempat bergetar ketika merapikan gaun sederhana berwarna biru muda yang jatuh anggun hingga lutut. Potongannya tidak mencolok, namun memberi kesan elegan. Rambutnya ia biarkan terurai natural, hanya disematkan jepit kecil di sisi kanan. Hatinya berdebar kencang. Meski jarak ke rumah keluarga Mahesa tidak jauh, rasanya perjalanan ini seperti akan membawanya ke sebuah persimpangan besar dalam hidupnya.“Tenang, Alma … ini hanya makan malam biasa,” bisiknya pada diri sendiri. "Ya, ini hanya makan malam sebagai ucapan terima kasih karena aku sudah menolong calon menantu mereka, Maharani." Pukul tujuh malam, mobil Alma memasuki gerbang besar rumah keluarga Mahesa. Rumah megah dengan taman luas itu tampak sedikit ramai oleh tamu. Lampu-lampu gantung dari kaca kristal menyala terang, memberi kesan hangat sekaligus berwibawa. Seorang pelayan segera menyambut, mempersilakan Alma

  • Pelakor itu Adikku   Bab 182. Perubahan Drastis

    Felix menyalakan mesin mobilnya kembali, namun pikirannya masih berputar. Nama Aditya Kusuma terus memenuhi kepalanya. Itu bukan nama asing. Sosok yang dulu dihormati banyak kalangan medis dan di dunia bisnis, salah satu pendiri Permata Grup. “Alma … dia memang bukan perempuan dari kalangan biasa,” gumam Felix, setengah tak percaya. Ia melajukan mobilnya pulang. Jalanan malam yang sepi tidak membuat pikirannya tenang. Justru semakin banyak pertanyaan yang menyesakkan dadanya. Apa alasan Alma merahasiakan tempat tinggalnya? Apa karena Maharani? Sesampainya di rumah besar keluarga Mahesa, Felix langsung disambut oleh keheningan. Hanya lampu ruang tamu yang masih menyala. Ia melepas jas, menaruhnya di sandaran sofa, lalu melangkah masuk. Namun, langkahnya tertahan. Clara sudah duduk di sana, lengkap dengan gaun santainya, wajahnya masih menyisakan bekas tangis namun kali ini terlihat lebih tenang. Di sampingnya, William Kusuma duduk tegap, wajahnya tenang penuh wibawa. “Felix,” s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status