Share

Bab 02 - Lipstik Siapa?

Jakarta, Indonesia. 7 Maret 2021, 8:49 AM.

Meja makan dengan panjang sejauh tiga meter, memiliki desain klasik Eropa dan diselimuti porselen yang elegan, dirancang khusus oleh pengrajin asal Finlandia. Kursi Samuel terletak di ujung barat, sementara Clara duduk di sisi ujung timur. Dengan jarak tiga meter yang memisahkan mereka, suasana makan pun menjadi hangat, wajah mereka saling berhadapan, membentang dari satu ujung ke ujung lainnya.

Sarapan disajikan dengan berbagai hidangan yang menggoda selera. Croissant yang renyah, telur mata sapi yang lezat, sosis panggang yang menguar aroma menggugah selera, dan sereal gandum. "Selamat makan, sayangku," sapa Samuel dengan senyuman hangat, dan Clara membalasnya dengan senyuman yang penuh kebahagiaan. Suami dan istri itu menikmati hidangan pagi bersama-sama.

Tak lama kemudian, Samuel membuka obrolan baru, mengusik kedamaian pagi mereka dengan kata-kata yang menyedihkan, “Seandainya saja kita memiliki anak…”

Clara, yang tengah menikmati kelezatan croissant, tiba-tiba terhenti. Matanya menatap suaminya dengan perasaan yang campur aduk, "Maafkan aku, suamiku... Seandainya saja aku tidak mandul," ucapnya dengan ekspresi kecewa.

Samuel dengan cepat memastikan bahwa kesalahpahaman ini tidak melukai hati istrinya, "Astaga… Tidak, sayang, ini bukanlah kesalahanmu! Kita bisa mengadopsi seorang bayi dari panti asuhan"

Clara menatap suaminya dengan ekspresi haru, "Kita bisa mengadopsi seorang anak dari Yayasan Kasih Kita, kebetulan keluarga kita adalah donatur utama di sana."

"Ide yang bagus, sayang, untuk mengisi kekosongan rumah kita" balas Samuel dengan tulis dan senyuman penuh kehangatan.

"Aku sudah tidak sabar!!" ujar Clara penuh antusias.

"Besok, pergilah ke sana, sayangku," kata Samuel dengan penuh dukungan.

Clara pun tersenyum, "Baiklah, aku akan—"

KRIIINGGG..... KRIIINGGG.....

Namun, sebelum Clara melanjutkan ucapannya, suara berdering dari ponsel Samuel menghentikan percakapan mereka. Segera, Samuel mengambil ponselnya dan menjauh dari meja makan.

Clara memandang suaminya dengan kebingungan, "Mungkin pekerjaan," bisiknya, sambil melanjutkan menikmati croissant yang berada di piringnya.

Tak lama kemudian, Samuel kembali menghampiri Clara dan mencium keningnya, "Sayang, ada salah satu klien yang ingin meeting. Aku harus pergi sekarang."

"Hati-hati, sayang. Jangan ngebut," balas Clara dengan kekhawatiran yang terpancar diwajahnya. Dengan langkah yang mantap, Samuel meninggalkan Clara yang masih duduk di depan meja makan, menyisakan aroma kopi dan sisa-sisa pagi.

Tidak lama setelah suaminya pergi untuk menjalani rutinitas kerja, langit-langit rumah yang megah kejutkan dengan melengkingnya suara Clara, "Nanaaa… Nanaaa..." serunya, merambat dan memenuhi ruangan.

Segera, sosok Nana, Kepala Asisten Rumah Tangga yang penuh kesigapan, menyusul dengan langkah-langkah ringan. "Ada apa, Nyonya?" tanya Nana dengan penuh perhatian, matanya mencerminkan kesetiaan terhadap majikannya.

"Nana, aku ingin bercerita denganmu," pinta Clara, sementara senyuman ringan melintas di bibirnya.

"Oh, tentu saja, Nyonya. Dengan senang hati, saya akan mendengarkan segala cerita atau keluhan Nyonya," jawab Nana, memberikan kehangatan dalam kata-katanya.

"Siapa yang mau mengeluh? Astaga... Aku akan mengadopsi bayi dari yayasan 'Kasih Kita', apakah kau bisa merekrut baby sitter?" tanya Clara, suaranya penuh dengan semangat yang meledak-ledak.

Nana memandang majikannya dengan sekejap, "Hmm... Jadi, Nyonya mengadopsi bayi hanya untuk diasuh oleh baby sitter?" tanya Nana dengan penuh keheranan, mencoba memahami keputusan yang baru saja diumumkan.

Clara tertawa kecil, "Kau ini ya… Lama-lama kurang ajar…” sambil menggelengkan kepala.

"Ehh… Ya maaf nyonya, saya pikir, anda mengadopsi bayi untuk diasuh sendiri…” ujar Nana dengan ekspresi yang menggambarkan permintaan maaf.

"Tentu saja diasuh sendiri... Aku menyewa baby sitter hanya untuk mengajariku bagaimana merawat bayi" jelas Clara dengan tegas, menunjukkan tekadnya sambil tersenyum bahagia.

"Kalau cuman merawat bayi, saya juga bisa, Nyonya..." balas Nana dengan candaan ringan, menciptakan keakraban di antara mereka.

"Oke, kalau begitu, kamu nanti ikut aku ke yayasan, ya?" pinta Clara, matanya bersinar penuh harapan.

Nana hanya mengangguk, mengisyaratkan kesiapannya untuk menemani sang majikan. Clara, memancarkan senyuman kebahagiaan di wajahnya, dengan langkah anggun meninggalkan ruang makan menuju kamarnya untuk bersiap.

“Lalaalaa…” sebuah melodi riang mengalun begitu merdu di udara, mengikuti langkah ceria Clara. Di depan cermin, ia menghentikan langkahnya untuk memandang dirinya sendiri. Dengan kepiawaian tangan, Clara merias wajahnya dengan riasan yang sedikit tebal. Sejenak, ia menghentikan aktivitasnya sebab melupakan sesuatu, "Di mana ya aku meletakkan jam tanganku?” gumamnya pada dirinya sendiri, sembari terus memikirkan kapan terakhir kali memakainya.

Jam tangan bermerek Jaeger-LeCoultre Joaillerie 101 Manchette, merupakan hadiah dari mendiang ibunya. "Ohh iya!! Aku ingat, seminggu yang lalu, aku meletakkannya di lemari suamiku!" serunya penuh antusias.

Dengan percaya diri, Clara membuka lemari suaminya yang dipenuhi dengan koleksi jam tangan mahal karya desainer papan atas. Ia menyusuri setiap sudut dengan harapan menemukan benda berharga yang dicarinya. Bukannya menemukan jam tangan miliknya, ia malah dikejutkan oleh kehadiran sebuah lipstik berwarna merah muda yang memikat.

"Li-li-lipstik?" serunya, suaranya terbata-bata, tidak percaya dengan apa yang ditemukan olehnya. Pikirannya mulai memikirkan segala hal negatif, "Apakah mungkin suamiku berkhianat? Tidak mungkin!" bisiknya dengan bingung, jantungnya mulai berdegup semakin kencang, raut wajahnya mencerminkan kegelisahan. Namun, kejutan tak sampai disitu, Clara juga menemukan tiga buah alat kontrasepsi dan juga alat tes kehamilan.

Seketika, Clara menutup mulutnya dengan tepalak tangan, sebagai respon ketidakpercayaan dengan apa yang baru saja dia lihat. Setelahnya, ia terduduk lemas di lantai, tubuhnya bergetar seakan menghadapi badai emosi yang tak terkendali. “Apa mungkin… Suamiku, berselingkuh?” Suara gemetar keluar dari bibirnya, menciptakan gema yang memenuhi kamar. Dadanya terasa sesak dan mencekik, air matanya menetes tanpa kendali dan hanya terdapat kekecewaan di wajahnya saat ini.

Nana melangkah mendekati Clara dengan ekspresi keheranan pada tatapannya. Matanya terbelalak terkejut saat melihat majikannya, yang tampak lemah tak berdaya di lantai, tengah memegang erat alat kontrasepsi dan alat tes kehamilan. “Apa yang terjadi, Nyonya?” tanyanya dengan suara penuh kekhawatiran, mencoba memahami situasi yang tak terduga ini.

Namun, Clara hanya merespon dengan isak tangis yang menggema, mengusik keheningan pagi itu. Nana mencoba menghibur Clara dengan lelucon ringan, "Apakah Nyonya salah membeli lipstik? Atau, ohh, mencoba alat tes kehamilan?" Sebuah usaha kecil untuk membawa sedikit keceriaan di tengah suasana tegang.

Lelucon yang sama sekali tidak lucu itu berhasil membuat isakan Clara mereda sedikit, "Nanaa.. Kau ini, selalu punya caranya."

"Suamiku menyimpan benda ini," Clara menjelaskan sambil menunjukkan lipstik merah muda, kondom, dan alat tes kehamilan pada Nana.

Nana terperangah mendengarnya, lalu, ia mengambil benda-benda tersebut sambil terus memperhatikannya dengan ekspresi heran, "Apa mungkin.. Tuan Samuel..." bisiknya dalam kebingungan.

"Aku curiga dia berselingkuh. Nanaa... Apa yang harus kulakukan?" keluh Clara dengan nada bimbang.

Namun, Nana tersenyum bijak, "Saya pikir ini bukan perselingkuhan, Nyonya. Tuan Samuel mungkin saja memberikan alat kontrasepsi itu sebagai hadiah kepada temannya, dan lipstik itu hadiah untuk anda," paparnya, paparnya, mencoba berpikir positif agar majikannya tenang.

"Hmm... Semoga apa yang kamu bilang benar.." Clara berharap dalam hati.

Nana membantu Clara untuk bangkit dari lantai, "Ayo, Nyonya.. Katanya mau pergi ke yayasan Kasih Kita? Saya sangat bersemangat sekarang!"

"Ohh iya.. Harusnya hari ini akan menjadi hari yang indah, aku tidak boleh merusaknya!"

Kemudian, Clara dan Nana bergegas meninggalkan kamar utama. Mereka menapaki lorong menuju sebuah mobil yang sangat mewah dan elegan, Rolls Royce Ghost berwarna hitam, yang dikemudikan oleh Surya, sopir pribadi Clara. Dalam ketidakpastian yang masih menyelimuti, mobil itu melaju menuju yayasan Kasih Kita, yang diharapkan bisa memberikan keceriaan dan arti baru bagi Clara.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status