Share

4. Kabar Burung

Hari ini aku bangun agak kesiangan, suamiku pun ternyata tidak pulang semalam. Segera kubasuh tubuhku dengan mandi air hangat. Entah ada apa dengan tubuh ini, rasanya begitu berat untuk memulai hari. Setelah selesai ibadah salat subuh, akupun membuka pintu utama rumah dan warung ayam bakar.

Warungku cukup sederhana, berukuran 4x6. Pagi itu aku pun segera membakar tiga ayam pesanan yang akan diambil jam tujuh pagi. Kebersihan bagiku adalah hal utama. Tiba-tiba terdengar suara kendaraan berhenti di depan warung, ada seorang wanita yang memanggil nama suamiku. Aku pun segera bangkit dari posisi duduk.

"Iya, Bu, mau beli ayam bakarkah?" tanyaku pada wanita tersebut.

"Benar ini rumahnya Yahya Sulaiman?" tanyanya.

"Iya, benar. Ada apa ya, Bu?" tanyaku lagi.

"Ini anaknya sedang masuk ke rumah sakit sedangkan dia semalam tidak pulang," papar wanita itu.

Aku terhenyak dan terkejut. Anaknya masuk rumah sakit dan dia tidak pulang ke rumah semalam. Muncul sebuah pertanyaan di otakku. Anak yang mana, tidak pulang ke mana? Oh Tuhan. Cerita apa lagi ini. Aku berusaha menetralkan perasaanku, hati ini berdetak lebih cepat dan tidak tahu harus bagaimana. Jarum jam sudah menunjukkan di angka tujuh dan pesanan ayamku masih kurang satu yang belum aku bakar.

"Maaf, Bu, mohon tunggu sebentar ya! Saya sedang membakar pesanan ayam dan akan diambil jam tujuh ini," kataku berusaha tenang.

"Ibu bisa pastikan jika si Yahya hari ini pulang?" tanya wanita itu.

Aku tidak memedulikan wanita tersebut, yang ada dalam pikiranku semua pesanan harus selesai tepat waktu. Membakar ayam satu membutuhkan waktu hanya lima menit, pasti kalian bertanya kok cepat. Jelas cepat karena aku membakarnya dengan bantuan kipas angin. Ini sangat efektif dan tidak membuat pembeli lama menunggu di saat antrian membludak.

Semua pesanan sudah siap, maka aku pun melanjutkan pertanyaanku pada wanita tersebut. Rasa penasaranku meningkat ketika dia menceritakan semua kegiatan Yahya selama berada di desanya. Sepintas cerita wanita itu Yahya yang dia maksud sama persis dengan Yahya suamiku. Baik dari segi fisik maupun kendaraan yang dibawanya saat bertandang ke rumah janda itu.

"Apa Ibu Arini tidak mengerti jika suami Ibu itu selingkuh? Bahkan sudah membangun sebuah rumah, Lho," ungkap wanita di depanku.

"Apakah Ibu tahu kemana perginya Yahya malam itu dan bersama siapa? Kok sampai tidak tahu jika anaknya masuk rumah sakit," tanyaku penasaran.

"Saya sendiri juga tidak tahu, Ibu. Maaf jika saya tidak bisa membantu banyak. Semoga anaknya bisa segera mendapat penanganan meskipun kedua orang tuanya tidak ada," kataku seiring doa tulus atas musibah yang dialami oleh sanak saudaranya itu.

Akhirnya ibu itu pun pergi dari warungku, setelah kepergiannya seketika aku terduduk lemas. Andi yang baru datang kulihat sedikit heran, dahinya mengkerut lalu senyumnya terpaksa dia terbitkan untukku. Aku pun membalas senyum itu sedikit masam.

"Kamu lanjutkan dulu semuanya, Ndi. Aku ke dalam dulu. Jika Om kamu datang katakan saja jika badanku tidak enak," kataku sambil beranjak dari dudukku yang saat itu aku sedang membungkus lalapan untuk ayam bakar.

Andi pun hanya menganggukkan kepalanya saat aku selesai berkata. Kemudian aku masuk ke dalam rumah untuk menenangkan pikiranku. Entah, apa yang aku dengar membuat mood ku pagi ini sedikit berkurang. Aku sendiri pun juga tidak mengerti apakah berita tadi itu benar. Semua harus aku tanyakan pada suamiku nanti jika dia pulang.

Sebenarnya aku sangat percaya pada suamiku itu, lebih tepatnya mencoba percaya. Namun, saat mendengar berita pagi dari seorang ibu kepercayaanku sedikit goyah. Mungkinkah seorang muslim yang sedang berguru di sebuah pondok pesantren lebih suka berpoligami? Mungkinkah ada yang kurang dari sikapku dalam memenuhi kewajiban sebagai istri dan ibu untuk ketiga anaknya?

Berbagai pertanyaan muncul dalam otakku, akibatnya untuk makan saja aku belum sempat. Kurebahkan tubuh lelahku di atas ranjang, pandanganku tertuju di langit kamar. Serentetan kisah mulai memutar, dari awal aku dikhitbah hingga peristiwa keguguran kandunganku empat bulan yang lalu.

"Oh Tuhan, kisah apa lagi yang akan aku jalani. Beri aku keiklasan dan kesabaran, ya Robb," doaku dengan nada rendah.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
IM Lebelan
Ya, ampun! Bang Yahud jago poligami toh
goodnovel comment avatar
Mael Julius
jadi si ibu yg datang itu siapa..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status