Share

Bab 7

Author: Vivian Kusuma
Mobil mereka segera melaju kencang.

Mario dan Angel juga sudah naik mobil.

"Pak Mario." Pak Roni bergegas menghampirinya.

Mengira dia datang untuk mengumumkan kabar baik tentang kerja sama perusahaan, Mario berkata sambil tersenyum, "Iya, Pak Roni?"

Pak Roni tampak sedikit kesal. Dia berkata, "Maaf, Pak Mario, tapi perusahaan dari Montiwa nggak terlalu puas dengan Sinatra Capital."

Mario sedikit terkejut. Dia lalu berkata, "Kenapa mereka bisa nggak puas? Di tiga provinsi sekitar Kota Zaruna, perusahaanku itu distributor alat kesehatan terbesar."

Jika Brunex Global tidak memonopoli pasar ekspor bertahun-tahun lalu, dia tidak akan takut bersaing dengan mereka sama sekali.

Pak Roni tak bisa menahan diri untuk melirik Angel yang ada di dalam mobil.

Dia sangat marah saat itu. Awalnya dia berpikir jika bisa menghubungkan Mario dengan pasar ibu kota, dia bisa mendapatkan keuntungan besar dari kerjasama itu.

Tetapi mereka berdua bahkan tidak peduli dengan Sinatra Capital, apalagi perusahaan lain!

Semuanya sudah hancur!

Memikirkan hal itu, nada bicara Pak Roni menjadi semakin tegas. "Pak David bilang Anda membawa wanita lain ke acara ini dan berbohong kalau dia itu istri Anda. Mereka nggak bisa menjamin integritas Anda. Lagipula, kedekatan kalian berdua selama acara ini sangat nggak pantas. Bisnis itu tentang integritas, dan integritas itu tentang reputasi."

Bersikap tidak jujur dan tidak pantas, secara tidak langsung akan merusak citra perusahaan!

Pak Roni menambahkan sendiri kalimat terakhirnya.

Begitu dia selesai berbicara, mata Angel berkilat gelisah.

Karena dia?

Pak Roni pun pergi dengan marah.

Di dalam mobil, Mario tampak muram dan tegang.

Angel bertanya dengan lembut, "Mario, apa aku... sudah membuatmu repot? Aku sudah lama nggak menghadiri acara seperti ini, jadi sedikit gugup. Aku..."

Mario tidak menjawab.

Yang paling dia nantikan akhir-akhir ini adalah kedatangan perusahaan mereka ke Kota Zaruna, dia berharap bisa menangkap kesempatan itu.

Setelah beberapa saat, Mario berkata, "Itu bukan karenamu. Ini mungkin hanya alasan saja."

Keputusan perusahaan untuk bekerja sama atau tidak, tidak bisa hanya didasarkan pada hal sepele seperti seorang wanita. Mungkin ada alasan lain mengapa mereka tidak memilih perusahaannya.

"Mario, aku sudah pikirkan. Aku mau pergi saja. Sudah melihat kalau anak-anak baik-baik saja, jadi aku lega." Nada bicara Angel dipenuhi dengan rasa menahan diri karena takut merepotkannya.

Angel berniat untuk keluar dari mobil.

Mario menahannya. "Kamu mau ke mana? Ini sudah malam."

Ekspresi Angel sedih dan putus asa, suaranya terdengar lembut. "Waktu sudah berubah. Kamu sudah punya keluarga sekarang, jadi aku harus menjauh. Aku cuma merasa menyesal saja. Kalau aku tahu akan begini, walaupun sakit parah, aku nggak akan meninggalkanmu dan anak-anak."

"Aku hampir mengalami pendarahan saat melahirkan mereka. Tak ada yang lebih ingin kehidupan yang tenang selain aku. Aku sudah cukup malang, dan aku nggak mau kamu jadi sepertiku. Kamu harus jalani hidup dengan baik."

Kata-kata ini menusuk dada Mario.

Angel berkata bahwa dia didiagnosis menderita kanker lambung setelah melahirkan, dia pun tak punya pilihan selain pergi agar tidak membebani Mario. Untungnya, kanker itu masih dalam tahap awal dan saat ini telah pulih, jadi dia tak bisa menahan diri untuk datang menjenguk anak-anak.

Namun kini anak-anak itu tidak mengakuinya, dan dia pun tak punya tempat untuk bergantung.

Apalagi, awalnya Mario sempat percaya bahwa Angel telah menemukan pilihan yang lebih baik, dan bahkan pernah membencinya. Kini, setelah mengetahui bahwa Angel pergi karena sakit dan menjalani kehidupan yang tidak bahagia, dia merasakan luapan penyesalan dan rasa bersalah.

Mario bukan hanya salah paham, tetapi dia juga mengingkari janji mereka dan menikah dengan wanita lain.

Ini adalah kesalahannya.

Mario berkata, "Jangan khawatir, aku akan pastikan anak-anak memanggilmu Mama."

Angel tersenyum, air mata masih menggenang di pelupuk matanya, dan tiba-tiba bertanya, "Mario, apa kamu masih mencintaiku?"

Pertanyaan itu terngiang cukup lama, tetapi hanya suara korek api yang terdengar.

Jendela mobil terbuka sedikit, dan Mario menghembuskan asap rokok, memandangi tetesan air hujan yang perlahan jatuh di langit malam, tanpa menjawab.

Angel pun menunduk, mengepalkan telapak tangannya berulang kali.

...

Jam sembilan malam.

Rosa sedang menikmati camilan larut malam di ruang makan. Dia belum makan banyak karena suasana hatinya sedang buruk malam itu.

Mario dan Angel kembali ketika dia sedang makan.

"Pak, ini ada paket." Pak Suradi menyerahkan paket yang diterimanya hari ini kepada Mario.

Mario menarik dasinya, ekspresinya sedikit acuh tak acuh. "Ini untuk istriku."

Pak Suradi tercengang, Angel juga sama.

Dia mengenal Mario, dan biasanya memberi hadiah karena dua alasan.

Pertama, untuk menunjukkan perhatian, dan kedua, untuk meminta maaf.

Angel menggigit bibirnya hingga sedikit pucat.

Pak Suradi bergegas ke ruang makan sambil membawa kotak besar itu dan menyerahkannya kepada Rosa yang sedang menikmati camilan malamnya. "Bu, ini dari Pak Mario."

Rosa tidak bergerak, jadi Pak Suradi bantu membuka kotak yang tersegel itu. Di dalamnya terdapat kotak gaun.

Angel telah mengenakan gaun Rosa hari ini, jadi Mario meminta sekretarisnya untuk memesan gaun baru sebelum pergi.

Melihat kotak gaun itu, Rosa berhenti sejenak dari makannya.

Tiba-tiba, dia teringat kesulitan di awal hubungannya dengan Mario.

Saat itu, Keluarga Sinatra bangkrut dan terlilit utang, Mario ditinggal sendirian dengan beberapa orang staf untuk menjalankan bisnis.

Awalnya, mereka tidak menghasilkan banyak uang, setiap bulan Mario hanya bisa menyimpan sebagian uang untuk acara sosial, dan memberikan sisanya kepada Rosa.

Dan hadiah mahal pertama yang pernah diberikan Mario adalah gaun rancangan desainer ini.

Rosa memegang erat sendoknya.

Dia merasa sedih dan tersiksa, ingatannya kembali ke masa lalu.

Dia dan Mario bukan teman sekelas, tetapi mereka berdua pernah menjadi perwakilan provinsi dalam Olimpiade Matematika Nasional.

Ketika pertama kali bergabung dengan kelas pelatihan Olimpiade, sebagian besar siswa di sana berasal dari keluarga kaya, tetapi ayah Rosa selalu mengajarinya untuk bersikap sederhana, sehingga dia selalu berpakaian sederhana, tanpa satu pun barang mewah. Rosa tidak membutuhkan banyak uang saku, karena keluarganya sudah menyediakan makanan dan pakaiannya.

Akibatnya, teman-teman sekelasnya memperlakukannya seperti anak dari keluarga miskin, berpartisipasi dalam kompetisi semata-mata demi hadiah uang. Mereka memperlakukannya dengan hina, mengisolasinya, dan bahkan mengucilkannya, tidak ada yang mau berada di kelompok yang sama dengannya.

Hal ini menyebabkan prestasinya sempat buruk di awal, dan hasil kompetisinya menjadi semakin tidak memuaskan, hampir membuatnya digantikan.

Saat itulah Mario menawarkan diri untuk menjadi satu tim dengannya. Dengan sabar Mario menjelaskan masalahnya, membantunya beradaptasi, bahkan bolos kelas demi menemaninya jalan-jalan. Ketika teman-teman sekelas mengucilkannya, Mario malah membelanya.

Saat itulah perasaannya mulai bersemi.

Saat itu, Mario berpesan kepadanya, "Jangan terpengaruh sama mereka. Ingat, kalau kamu menang dan dapat hadiah uang, jangan seperti mereka yang membeli baju bermerek cuma buat pamer. Terus belajar, mengubah takdirmu itu hal yang paling penting."

Mario tampaknya juga menganggap Rosa berasal dari keluarga biasa.

Saat itu, Mario penuh energi. Dia tampak hebat, seolah tahu segalanya.

Kemudian, mereka memenangkan kejuaraan demi kejuaraan, hanya selangkah lagi menuju kompetisi internasional.

Tapi karena Rosa jatuh sakit, ketika kembali berlatih sebulan kemudian, Mario sudah tidak ada lagi.

Dia meminta seseorang untuk mencari tahu, dan baru kemudian dia mengetahui bahwa Keluarga Sinatra telah jatuh bangkrut.

Tahun itu, tiga belas tahun yang lalu, mereka baru berusia lima belas tahun.

Pertemuan mereka berikutnya adalah di rumah sakit, Kirana dirawat karena patah tulang. Dia dengan panik menggendong Reyan.

Rosa juga mengalami retak tulang karena kecelakaan sepeda dan kebetulan berada di kamar perawatan yang sama.

Mario mengenalinya saat itu, dan bahkan dalam kepanikan itu, dia berinisiatif untuk menemani Rosa.

Sejak saat itu, setelah keluar dari rumah sakit, mereka tetap berhubungan, hingga jatuh cinta dan menikah.

Sampai hari ini, dia tidak pernah menyesalinya, bahkan setelah menjadi ibu tiri, bahkan setelah orang tuanya keberatan, bahkan setelah keluarganya memutuskan hubungan.

Rosa menanggung semuanya dalam diam, tak pernah menceritakannya kepada Mario.

Karena dia tidak hanya mengejar obsesi masa mudanya, Rosa juga ingin memberi penjelasan kepada dirinya sendiri, dan terlebih lagi, kepada orang tuanya.

Rosa berharap suatu hari bisa memberi tahu mereka bahwa pilihannya adalah yang tepat.

Namun kini, dia tak lagi memiliki keberanian itu.

Hanya saja Mario tak pernah menyadari semua kesabaran dan pengorbanannya itu.

Setelah tersadar dari lamunannya akan masa lalu, Mario kebetulan berhenti di sampingnya, bertanya, "Kamu belum tidur?"

Rosa tidak berkata apa-apa, hanya mengangguk.

Setelah emosinya mereda, hanya keheningan yang tersisa.

Angel mengikutinya, dan berkata, "Mario, kamu belum makan apa-apa tadi. Gimana kalau kamu ikut makan juga?"

Mario memperhatikan Rosa bangkit dan pergi. Lalu menjawab, "Iya."

Saat mereka makan malam bersama, Angel sering tanpa sadar menggeser tubuhnya.

Mario memperhatikan, dan bertanya, "Apa kamu nggak enak badan?"

"Nggak apa-apa. Ini cuma efek samping melahirkan dan operasi, dan efek anestesi waktu itu. Punggung bawahku sering sakit kalau berdiri kelamaan atau tidur di kasur yang terlalu empuk." Wajah Angel jelas terlihat lelah. "Tapi, nggak apa-apa kok."

Mario mengerucutkan bibirnya dan menginstruksikan Pak Suradi, "Pak, ganti kasur di kamar tamu ya."

Pak Suradi menjawab, "Pak, kasur di semua kamar tamu sama."

"Nggak perlu, Mario. Aku bisa urus sendiri. Aku kebetulan lihat kasur favorit kita dulu di kamar tidur utama kemarin. Aku akan beli yang sama besok."

Kasur itu memang favorit Angel.

Mario terdiam sejenak, lalu berkata kepada Pak Suradi, "Coba pindahin kasur kamar saya ke kamar tamu ya."

Pak Suradi tampak ragu-ragu.

"Mario, beneran nggak perlu. Bikin repot, ini juga sudah malam."

Mario tidak ingin Rosa berpikir macam-macam, tetapi sakit punggung Angel semua karena dirinya.

Angel menyarankan, "Gimana kalau ganti kamar saja? Jadi, nggak usah ngerepotin Rosa. Besok, setelah aku beli kasur baru, kita nggak perlu pindah-pindahin kasur."

Setelah mengatakan itu, tangannya sedikit mengepal di bawah meja.

Keheningan di meja itu berlangsung lama.

Setelah beberapa saat, Mario berkata, "Itu nggak pantas."

Bulu mata Angel sedikit bergetar, senyumnya pun memudar, lalu menjawab, "Benar juga, itu kan kamar pengantin kalian."

Setelah terdiam, dia menambahkan, "Kalau gitu, terserah kamu saja."

Mario tidak menjawab.

...

Di kamar tidur utama.

Rosa mengira dia sudah salah dengar. Dia bertanya lagi, "Pindahin kasur ke kamar tamu?"

Kenapa harus diganti?

Mario muncul di belakang Pak Suradi. Dia berkata, "Angel sakit punggung karena efek melahirkan, dia nggak nyaman kalau tidur di kasur yang empuk. Ayo kita ganti kasurnya dan beli yang baru besok."

Angel sambil memegang pinggangnya, berjalan mendekat. Dia berkata, "Mario, biar aku tahan saja. Aku nggak mau ganggu istirahat kalian."

Wajah Rosa tetap tenang. Dia berkata, "Apa lagi yang mau kau pinjam? Bilang saja sekarang."

Mario menyipitkan matanya, dan bertanya, "Apa maksudmu?"

Rosa menatapnya. Lalu berkata, "Maksudku, tolong jangan pinjam apa pun lagi dariku. Kalau punya uang, beli saja. Kalau nggak, ya nggak usah tidur di sini. Ada masalah lain?"

Suasana tiba-tiba menjadi lebih dingin.

Keduanya tampak seperti sedang bertengkar.

Mario selalu menjadi orang yang keras kepala.

Dia melotot dingin, terkekeh pelan, dan terus berkata kepada Pak Suradi, "Pindahin."

Pak Suradi tidak berani melawan, bagaimanapun juga, dialah bosnya.

Tak lama kemudian, kasur itu dibawa keluar dari kamar tidur utama.

Kasur itu menggesek rambut Rosa, menggelitik kulitnya.

Tekanannya ringan, tetapi rasanya seperti menusuk jantungnya, menyebabkan rasa sakit yang tajam.

Angel sudah kembali ke kamar tamu bersama para pelayan yang membawa kasur.

Di pintu kamar tidur utama, hanya tersisa mereka berdua.

Mario berkata dengan tenang, "Kubilang buat terakhir kali. Angel itu ibu kandung anak-anak ini. Secara moral dan logis, mustahil bagiku untuk nggak peduli sama dia. Suasana hatiku sedang buruk hari ini, jadi jangan tambah bikin emosi."

Rosa hampir tertawa, dan berkata, "Suasana hatimu yang buruk itu bukan karena aku. Kalian berdua diam-diam sepakat untuk menukar barang-barangku. Apa kalian mikirin aku? Apa kamu peduli banget sama dia, sampai harus mengorbankanku?"

"Sudah kubilang, bukan begitu!"

"Ma, Pa..." Kirana tiba-tiba muncul.

Di depan anak-anak, mereka berdua tanpa sadar berhenti berdebat.

Rosa dengan mata merah, tidak berkata apa-apa lagi dan menarik Kirana ke kamar anak-anak.

Kirana sudah mendengarkan semua sejak awal. Begitu masuk, dia berkata, "Mama tidur sama aku saja. Sudah lama banget aku nggak tidur sama Mama."

Menyadari putrinya sedang berusaha menghiburnya, Rosa tak kuasa menahan tangis.

"Ma, jangan nangis!" Kirana dengan panik menyeka air mata Rosa. "Mama nggak cantik kalau nangis."

Dia menirukan kata-kata Rosa saat menghiburnya.

Rosa menatap anak yang dibesarkannya, air mata mengalir di wajahnya.

Rosa pernah percaya bahwa selama dia memperlakukan Mario dengan sepenuh hati dan merawat anak-anaknya dengan baik, dia akan memiliki keluarga yang bahagia dan lengkap.

Rosa juga pernah bermimpi suatu hari nanti bisa membawa Mario kembali ke Montiwa dan memberi tahu semua orang bahwa investasinya pada pria itu tidak pernah gagal.

Namun, semua itu telah berlalu.

Kini dia menyadari bahwa sekalipun sudah berkorban begitu banyak, investasinya pada Mario malah berakhir gini.

Rosa hanya bisa menahan air matanya, menggertakkan gigi, dan menelannya. Dia berkata, "Ayo tidur, Mama temani."

Kirana mengkhawatirkan ibunya, dan bahkan dalam keadaan setengah tertidur pun, dia terus berkata, "Ma, Mama itu yang terbaik. Aku sayang banget sama Mama..."

Ketika mendengar kata-kata Kirana bahwa dia sangat menyayangi Rosa, emosi Rosa menjadi tak terbendung lagi!

Dia memeluk erat boneka kesayangan Kirana, menutup mulutnya dengan tangan, dan menangis tersedu-sedu, hingga bahunya bergetar hebat.

Ketika Rosa merasa begitu sedih dan tak berdaya, dia tak punya siapa pun untuk diajak bicara.

Sejak pernikahan mereka, Mario hanya sekali bertanya tentang orang tuanya, yaitu sebelum pernikahan, mengenai apakah mereka akan datang.

Rosa menjawab bahwa mereka terlalu jauh dan tidak bisa datang.

Mario pun semakin yakin bahwa Rosa berasal dari pedesaan, rumahnya terlalu jauh dari Kota Zaruna. Melihat Rosa enggan membahasnya, dia pun berhenti bertanya.

Saat itu, Rosa sangat merindukan ibunya...

...

Saat itu, di kamar Reyan.

Mario datang untuk menidurkan putranya. Dia tahu Rosa ada di kamar Kirana, jadi dia datang untuk melihat Reyan.

Reyan yang setengah tertidur, tiba-tiba terduduk ketika melihat ayahnya. "Pa, apa Papa sayang kami sama Mama?"

Pria itu terdiam sejenak, lalu terkekeh, "Tentu saja."

Mengenai siapa yang dia sayangi itu sebenarnya, tidak ada yang tahu.

"Pa, aku sama kakak nggak suka sama tante itu. Dia sudah buat Mama nangis. Papa, suruh dia pergi dari sini." Reyan berbicara tanpa menahan diri, hanya mengutarakan isi hatinya.

Secercah ketidakberdayaan melintas di sorot mata Mario. Dia berkata, "Tapi Angel itu ibu kandungmu."

"Aku nggak peduli. Aku sama kakak cuma mau Mama. Kami cuma punya satu Mama!" gerutu Reyan.

Mario selalu percaya bahwa ibu kandung tetap tidak akan tergantikan, tetapi reaksi kedua anaknya sepenuhnya membantah keyakinannya.

Dia menenangkan putranya dan berkata dengan lembut, "Sudah, ayo tidur."

"Pa, Papa nggak akan pisah sama Mama, kan?" tanya Reyan cemas.

...

Larut malam.

Jauh di Montiwa, di rumah Keluarga Tanujaya.

Bu Riana Sudirama, ibunya Rosa tiba-tiba terduduk kaget.

"Ada apa?" Pak Daniel Tanujaya, sang ayah yang terbangun oleh gerakan istrinya, menyalakan lampu tidur.

Bu Riana tersentak. "Aku mimpi. Aku mimpi Rosa dibuli, dia menangis."

Hal itu membuat Pak Daniel terdiam.

Bu Riana menoleh untuk menatap suaminya, dan berkata, "Kenapa kamu harus marah banget sampai bilang putus hubungan sama anak kita sih? Kalau sekarang dia disakiti, dia jadi nggak mungkin cerita ke kita, kan?"

Pak Daniel ikut duduk, dan berkata, "Mario itu, dia belum menikah, tapi sudah punya dua anak. Bukannya aku takut diketawain orang, tapi Rosa kita memang sudah jenius dari kecil, dia itu cerdas, terampil, berpengetahuan luas, anak keluarga baik! Aku nggak bisa terima putriku yang sehebat itu jadi ibu tiri!"

"Kamu sendiri yang bilang kalau dia itu ibu tiri. Terus gimana Rosa bisa bertahan kalau ditindas, sementara dia nggak ada keluarga yang kuat untuk melindungi? Kamu tahu dunia bisnis itu penuh dengan sanjungan dan intimidasi! Aku cuma..." Bu Riana memegang dadanya, air mata mengalir di wajahnya. "Aku tadi bermimpi dia memanggilku Mama..."

Sorot mata Pak Daniel dipenuhi rasa sakit hati yang tak tergoyahkan, tetapi dia tetap menggertakkan gigi dan berkata, "Itu salah dia sendiri! Pilihannya sendiri!"

...

Keesokan harinya.

Sebelum Rosa bangun dan sadar sepenuhnya, dia mendengar anaknya menangis.

Rosa tersentak bangun. Kirana sudah tidak ada di sampingnya, dan Reyan juga telah pergi.

Dia bergegas mengikuti arah suara tangisan anak itu.

...

Di kamar tidur utama.

Angel sedang dipeluk oleh Mario, Kirana duduk di lantai menangis, dan Reyan memeluk kakaknya.

Terlihat piyama wanita tergeletak di lantai yang sudah disobek-sobek, itu piyama milik Angel.

Rosa bergegas menghampiri. "Kirana?"

"Mama!" Kirana memeluk Rosa seolah menggenggam tali penyelamat.

Wajah Mario dipenuhi amarah. "Lihat anak yang kamu besarkan itu, dia berani menggunting-gunting baju orang yang lebih tua! Kelakuan macam apa itu?"

Rosa mengangkat Kirana dan menanyakan Mario setiap kata dengan jelas, "Apa kamu yang mendorongnya?"

Kirana bukan tipe anak yang mudah marah. Pasti ada alasan mengapa dia menangis di lantai.

Mario memang menggunakan sedikit kekuatan untuk merebut gunting dari tangan Kirana, menyebabkannya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.

Mario berkata, "Dia bahkan nggak menghormati ibunya sendiri, sampai bawa-bawa gunting. Walaupun aku pukul, itu karena dia yang salah."

Rosa menatapnya, dan bertanya, "Apa hakmu sampai berani memukulnya?"

Nada suaranya saat itu sangat tenang, hingga bisa membuat hati seseorang merasa ciut.

Dia tidak berteriak, tetapi kehadirannya yang tenang dan dingin mampu membuat mereka takut.

Rosa berkata, "Kalau kalian mau mesra-mesraan, jauhi anak-anakku."

Mendengar tuduhannya, Mario merasakan gelombang penyesalan.

Dia mengulangi, "Apa kamu nggak lihat kalau dia pegang gunting?"

"Itu gunting anak-anak!" Rosa menunjuk Angel. "Lagian emang baju tidurnya terpotong-potong? Itu jelas-jelas dirobek!"

Mario terdiam, mengerutkan kening.

Tatapan Angel dipenuhi rasa pasrah. Dia berkata, "Kirana mau potong, aku takut dia bisa melukai diri sendiri atau Reyan, jadi aku langsung cegah."

Ketika Mario datang, dia memang melihat Angel menarik putrinya, lalu melihat Kirana sedang memegang gunting, jadi dia langsung merasa panik.

Reyan tiba-tiba berkata, "Bukan! Dia bohong! Kakak nggak menyentuh baju tidurnya, dia yang rebut dan sobek sendiri. Jadi, itu bukan salah kakakku!"

Perbedaan pada detail kecil saja, sudah sangat berpengaruh.

Namun Mario sama sekali tidak percaya pada putranya dan memarahinya, "Mana mungkin Mama kandungmu mau menjebakmu? Kalian ini masih kecil tapi sudah egois, satu baju tidur saja nggak mau berbagi?"

Kirana menangis dan membalas, "Aku sama adik nggak suka dia pakai baju Mama! Dia bilang Mama itu ibu tiri jahat, seperti di cerita Putri Salju! Dia sudah jelekin Mama, dia nggak boleh pakai baju Mama."

Jantung Angel berdebar kencang, dan wajahnya memucat.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 50

    Angel terdiam, mengambil sampul buku itu, lalu berkata, "Ini... bersih. Jadi, kelihatan sangat rapi."Pengasuh menjawab, "Anak-anak punya desain favorit mereka sendiri." Angel melirik pengasuh yang telah menyela dengan tajam.Pengasuh ini sama seperti kepala pelayan itu, benar-benar tidak tahu sopan santun. Bibir Angel pun melengkung menjadi senyuman. Dia berkata, "Aku tahu kamu sudah merawat anak-anak tanpa lelah. Tapi sebagai pengasuh, sebaiknya kamu mundur saat keluarga berbicara. Kalau nggak, anak-anak juga jadi terbiasa menyela seenaknya."Kirana segera membelanya, "Bibi sangat baik pada kami." "Mama bilang pengasuh dan pelayan juga bagian dari keluarga, dan kita harus menghormati mereka." Reyan mengulang kata-kata yang pernah diucapkan Rosa.Meskipun mereka tidak lagi menunjukkan perlawanan terbuka terhadap Angel, tatapan mata mereka semakin jauh dan asing.Bagi mereka, Angel adalah orang luar yang bersama-sama ayahnya, telah membuat ibu mereka pergi dari rumah. Dalam hati, ke

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 49

    Yaitu kesabaran dan lapang dada!Hal kecil seperti ini, seharusnya Rosa mengerti dan percaya padanya.Namun, bukan hanya berulang kali meminta cerai, Rosa kini pergi meninggalkan rumah.Dia ingin melihat seberapa lama Rosa bisa bertahan di luar sana, sendirian dan tidak berdaya.Pak Suradi langsung terdiam, berbalik pergi tanpa berkata apa-apa....Mulai hari berikutnya...Mario sama sekali tidak menyebut sedikit pun tentang Rosa.Di meja sarapan, Kirana tidak melihat ibunya, jadi bertanya, "Papa, Mama mana?""Dia sudah pergi."Mario meletakkan sendoknya, wajahnya serius saat menatap anak-anaknya. "Sudah waktunya Papa beri tahu kalian ini. Mama Angel dan Papa itu orang tua kandung kalian, sedangkan Mama Rosa itu cuma ibu tiri kalian. Dia nggak mau tinggal di sini lagi, jadi kalian nggak boleh mencarinya terus. Kalian sekarang sudah masuk SD, sudah harus mengerti." Angel buru-buru menambahkan, "Benar, Kirana. Mama ngerti kalau kalian nggak suka Mama, itu karena kita belum dekat saja. T

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 48

    Angel seakan teringat sesuatu, lalu berkata, "Mario, aku tahu orang tuaku dulu mungkin pernah menyinggung beberapa rekan kerja, jadi mereka sekarang mau ambil kesempatan menjelek-jelekkan namaku. Keluarga Andara contohnya, dan orang-orang yang tiba-tiba muncul belakangan ini, mereka semua berniat memfitnah masa laluku. Aku beneran..."Angel sengaja mengungkit hal itu untuk memperingatkan Mario, supaya jika nanti dia dengar sesuatu, tidak langsung percaya. Mario bertanya, "Maksudmu orang-orang dari Kuil Awan Suci?""Dan orang yang baru saja memberikan hadiah kepada Rosa, dia juga bilang aku kenal seorang pengusaha kaya atau semacamnya."Angel menunduk dan berkata, "Sekarang aku nggak punya keluarga, nggak bisa membela diri. Tapi aku paham, mereka semua hanya peduli pada Rosa. Kamu jangan marah ya." "Iya, Kak."Laras berlari turun ke bawah dan membela Angel, "Orang yang tadi bawa hadiah untuk Rosa bilang Kak Angel dulu kenal seorang pengusaha kaya. Kalau dia beneran mengenal seorang pe

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 47

    Angel tampaknya sangat khawatir pada Mario, dia menggunakan tongkat dan turun perlahan. "Mario, sudah jangan marah lagi. Semua keributan ini, sampai ulang tahun Rosa pun terganggu, semua karena aku yang ceroboh." Rosa meliriknya sebentar sebelum berpaling ke Mario dengan senyum, dan berkata, "Menurutmu aku punya hubungan apa dengan mereka?" "Seharusnya kamu yang jawab," balas Mario, tidak menghiraukan Angel.Rosa menatap Mario yang wajahnya penuh keraguan. "Kalau aku bilang sudah kenal mereka sejak kecil, kamu percaya?" Mata Mario melebar tanpa sadar.Teman masa kecil?Angel ikut menyela, "Kenal siapa sejak kecil?" Keduanya pun terdiam.Angel mendekat ke Mario. "Mario? Apa yang kalian bicarakan?"Angel sepertinya tidak mau ada hal yang tidak diketahuinya di antara mereka. Angel sangat khawatir bahwa pria dengan jas itu mungkin telah mengatakan sesuatu yang memicu kecurigaan Mario, jadi dia ingin mengawasi pembicaraan mereka.Pak Suradi untuk pertama kalinya menunjukkan ketidaksuk

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 46

    "Nggak perlu," jawab Vincent ke Mario.Vincent menoleh ke Rosa, dan berkata, "Selamat ulang tahun. Jaga dirimu baik-baik, karena banyak orang yang peduli padamu."Kata-kata itu terdengar mengganggu telinga Mario.Banyak orang yang peduli pada Rosa?Siapa saja?Apakah termasuk dia, Vincent?Setelah berkata demikian, Vincent melirik Mario sebelum masuk ke mobil dengan santai.Pintu mobil tertutup. Para pengawal Keluarga Sinatra pun mulai keluar satu per satu saat lampu mobil menyala, begitu terang hingga menyilaukan....Di dalam Kediaman Sinatra.Pandangan Arga melayang santai ke arah Angel sebelum dia berkomentar, "Bu Angel memang suka jadi pusat perhatian, bukan? Selalu suka di tempat yang ramai."Ronald langsung membalas, "Jangan tindas perempuan!"Senyum Angel sedikit goyah. "Apa maksudmu?"Arga mengangkat alisnya, dan berkata, "Saya ingat Bu Angel dulu tinggal di luar negeri, kenal banyak para konglomerat, bukan?"Wajah Angel memucat sejenak.Apa maksud mereka?Bagaimana mereka bis

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 45

    Mario merasa dia bisa saja memaklumi jika Rosa sedang emosional. Untuk kejadian hari ini, selama dia mau mengalah dan minta maaf, tamparan itu tidak akan Mario permasalahkan. Namun, Rosa justru menatap dengan sinis wajah-wajah mereka yang penuh sikap penjilat. Penghinaan di matanya sama sekali tidak disembunyikan. Laras menyadarinya. "Apa maksudmu dengan menatap begitu? Apa kamu meremehkan Keluarga Sinatra?" Tepat saat itu, Pak Suradi memandang ke arah luar pintu dan bertanya, "Maaf, kalian siapa...?" Di tengah keributan, tidak ada yang menyadari deretan mobil mewah yang kini parkir di luar kediaman Sinatra.Lampu dari tiap mobil menyala terang, menerangi hampir seluruh sisi rumah. Sekelompok pria dengan seragam berjalan menuju pintu, masing-masing membawa kotak kado mewah dalam tangan mereka. Mereka berdiri rapi di depan pintu. Serempak berseru, "Bu Rosa, selamat ulang tahun." Rosa terpaku. Pandangan matanya jatuh ke salah satu mobil di depan. Rosa mengenali mobil itu. Mob

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status