Ivana bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah Edgar akan membahas soal malam itu?
"Duduklah, karena pembicaraan ini tidak akan sebentar."Edgar menyimpan berkas yang sedang ia baca barusan ke atas meja. Lalu atensinya tertuju kepada Ivana yang masih berdiri di hadapannya."Saya rasa, tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Bapak!" ujar Ivana dengan bahasa formal, layaknya seorang karyawan yang berbicara dengan atasannya.Sudut bibir Edgar tertarik ke atas sehingga memperlihatkan sebuah senyuman sinis. "Ada, banyak, Ivana. Tentang hubunganmu dan Rick, lalu tentang hubungan kita ke depannya."“Aku sudah selesai dengan anak Paman itu," ketus Ivana yang benar-benar terlihat malas membahas Rick."Benar, kau sudah selesai dengan anakku, tapi kau baru akan memulai hubungan denganku!"Ivana mengerutkan keningnya, dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Edgar. "Apa yang Paman—""Menikahlah denganku, Ivana."Wanita cantik bermata biru itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria dewasa di hadapannya ini.Apa katanya? Edgar mengajaknya menikah?Ivana mengorek-ngorek telinganya sendiri dengan bingung dan raut wajahnya tampak tidak yakin. Siapa tau kan kalau ia hanya salah dengar saja? "Sepertinya aku salah dengar, Paman. Aku rasa kupingku sedang bermasalah," kekeh Ivana dengan senyuman lebar tampak di bibirnya. Ia menganggap pernyataan dari Edgar hanyalah sebuah candaan saja."Memangnya apa yang kau dengar?" tanya Edgar."Aku mendengar Paman mengajakku menikah. Aku rasa, aku perlu pergi ke dokter THT, hahaha." Ivana tertawa garing, sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. "Kau tidak salah dengar," ujar Edgar bangkit dari tempat duduknya, kemudian ia berjalan mendekati Ivana."Hah? Apa?"Wanita itu terperangah, bibirnya juga sedikit terbuka. Ia memperhatikan raut wajah datar dari pria itu yang terlihat serius. Apalagi sorot mata Edgar yang tajam, kini sedang menatapnya tajam seolah tatapannya itu menghunus hingga ke jantungnya."Paman jangan bercanda!""Apa aku terlihat seperti itu?""Tidak, ta-tapi apa alasan Paman mengajakku menikah?" tanya Ivana yang mulai tidak senang dengan pembicaraan ini.'Apa-apaan pria ini? Kenapa dia semakin mendekat saja?' Ivana panik, jantungnya dibuat maraton oleh pria yang ada di hadapannya. Edgar semakin mendekat dan membuat wanita itu semakin berjalan mundur."Bukankah alasannya sudah jelas, aku sudah mengambil keperawananmu malam itu. Tentu sebagai lelaki yang bertanggung jawab, aku akan menikahimu, Ivana.”Untuk kesekian kalinya, Ivana dibuat terkejut dengan kata-kata Edgar yang ingin bertanggung jawab padanya atas kejadian malam itu. Edgar begitu gentleman dan tetapi itu tidak cukup untuknya mengiyakan ajakan menikah pria itu begitu saja."Jangan bercanda Paman! Kau adalah calon ayah mertuaku, mana mungkin kita menikah hanya karena kejadian satu malam?""Kita anggap saja tidak terjadi apa-apa malam itu.” Ivana berkata gugup karena posisi mereka yang begitu dekat. “Sungguh, aku tidak mau memiliki hubungan apa pun dengan Rick, termasuk dengan Paman. Aku baik-baik saja," ucap Ivana. "Oke, aku minta maaf untuk kesalahan yang Rick lakukan padamu. Tapi, apa semudah itu kau akan melupakannya?” Mata elang milik Edgar masih menatap tajam ke arah Ivana. “Malam itu … aku tau, aku yang pertama kalinya untukmu." "Tidak apa-apa, aku bahkan tidak ingat dengan apa yang terjadi," jawab Ivana jujur. Sebenarnya dia memang masih belum mengingat kejadian malam itu."Lalu bagaimana jika kau hamil?" Edgar terus-menerus memberikan Ivana pertanyaan yang menyudutkan dirinya."Tidak akan, aku sudah meminum obat pencegah kehamilan!" seru Ivana menjawabnya tegas.Pagi harinya setelah kejadian itu, Ivana langsung pergi ke apotek dan membeli obat pencegah kehamilan."Lalu bagaimana dengan janjimu? Kau yang sudah berjanji akan menjadi milikku malam itu."Pertanyaan Edgar yang dingin membuat Ivana semakin tertekan, wanita itu malah merasa semakin panas di dalam sini.Tanpa sadar, punggung Ivana membentur di tembok dan Edgar terus memojokkannya dengan tangan yang kini mengurung tubuhnya.Lelaki dewasa yang sebelumnya akan menjadi ayah mertuanya itu, menarik tubuh Ivana ke dalam dekapannya. Edgar juga menundukkan kepalanya agar bisa sejajar dengan tubuh Ivana yang tingginya lebih pendek darinya itu."Pa-paman, apa yang kau lakukan?" tanya Ivana tergagap, ketika ia menyadari mereka sudah tidak berjarak, bahkan hidung mancung keduanya saling bersentuhan."Aku akan mengembalikan ingatanmu."Setelahnya, Ivana terkesiap manakala bibir Edgar menempel di bibirnya dan otomatis menyumpal mulutnya.Ivana bisa mencium aroma mint khas lelaki dewasa itu, yang membuatnya tenggelam dan tidak menolak ciuman dalam dari Edgar. Pria itu layaknya profesional kisser yang pintar memainkan dan memperlakukan lawannya.Edgar mengigit bibir bawah Ivana agar bisa menerima dirinya di dalam sana, mau tidak mau Ivana yang merasa terintimidasi pun membuka dua bilah bibirnya dan memberikan akses kepada pria itu untuk mengeksplor rongga mulutnya lebih dalam.Bahkan tanpa sadar, Ivana mengalungkan tangannya pada leher pria itu.Di tengah-tengah ciuman memabukkan itu, potongan ingatan malam panas di hotel terlintas di kepala Ivana. Awalnya, hanya potongan-potongan ingatan saja, hingga kemudian ingatan itu secara utuh tergambar dengan jelas di pikirannya.Pria yang ia goda pada malam itu dan tidur dengannya adalah calon ayah mertuanya sendiri.Merasa Ivana sudah mulai kehabisan nafas, Edgar mengakhiri ciumannya lebih dulu. Terdengar nafas Ivana yang terengah, terlihat juga basah di bibir merah delimanya."Apa kau sudah ingat? Perlu kuulangi lagi supaya kau ingat?"Tangan besar Edgar menyentuh bibir Ivana dan mengusap sisa-sisa saliva di sana dengan lembut. Ivana sendiri hanya terdiam, menerima semua perlakuan lembut Edgar kepadanya. Irama jantungnya juga masih belum normal saat ini.Ini gila! Mengapa ia melakukan ini dengan pria yang dulu pernah menjadi calon ayah mertuanya? Lebih parahnya lagi, Ivana sudah melakukan malam panas dengannya."A-aku sudah ingat semuanya. Paman, maafkan aku, aku menggodamu lebih dulu. Tapi, aku tidak sengaja." Ivana berbicara tanpa berani menatap netra berwarna abu-abu milik pria itu. Sungguh, perasaannya tidak karuan."Apa kau tidak merasa dirugikan di sini?” tanya Edgar lagi. “Jangan bilang tidak, karena aku tidak akan percaya kalau kau bilang begitu.”"Ya, aku memang merasa dirugikan, karena sebenarnya aku memiliki prinsip bahwa kehormatanku kelak hanya untuk milik suamiku."Senyum Edgar terukir tipis mendengar jawaban jujur dari Ivana. "Jadi, apa kau mau menikah denganku?""A-aku, mana mungkin aku men—""Ayahmu bicara padaku, bahwa dia ingin menikahkan adikmu dengan Rick!" Edgar langsung menyela ucapan Ivana sebelum wanita itu menolaknya mentah-mentah.Ivana tersentak kaget, ia tercengang mendengar ucapan Edgar. Hatinya memanas mendengar semua itu. Tidak ia sangka, tebakannya kemarin ketika terakhir kali bertemu Julia dan Rick menjadi kenyataan.Namun, kali ini rasanya agak lebih sakit sebab Edgar bilang ayahnya sendirilah yang mengajukan pernikahan itu. Tidak, bukan karena ia masih mencintai Rick, ia hanya tidak rela orang-orang yang menghianatinya hidup bahagia dengan mudah."Adikmu hamil."Ivana tercengang mendengar berita ini, berita yang mengejutkannya. Ternyata perselingkuhan itu meninggalkan benih di rahim Julia."Apa Paman serius?""Ya, bahkan ayahmu meminta agar Rick dan adikmu menikah di hari kau akan menikah dengan Rick."Penjelasan Edgar, sungguh membuat hati Ivana tertusuk-tusuk. Ia benar-benar merasakan apa yang namanya sakit tak berdarah.Air matanya mengalir tanpa diminta, sehingga dengan cepat ia memalingkan wajahnya agar tidak terlihat menyedihkan di depan Edgar."Aku tau kau sedih, tapi... menurutku daripada kau bersedih dan membuat mereka bahagia dengan kesedihanmu … Mengapa kau tidak membalas mereka saja?"“A-aku….”Ivana tercekat dan menatap lelaki dewasa itu dengan mata berkaca-kaca. "Kau bisa menggunakanku untuk balas dendam!"Ivana terlihat berpikir keras dengan tawaran dari calon ayah mertuanya. Tawaran ini memang memiliki banyak keuntungan untuknya. Selain bisa menikah dengan konglomerat nomor 1 di Eropa, ia juga bisa membalas dendam pada Rick dan Julia. Ayahnya juga tidak akan berani untuk merendahkannya lagi. "Aku beri kau waktu sampai besok dan beri aku jawabannya segera. Pikirkan tawaran ini baik-baik."****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.