Share

5. Dasar gadis gila!

Hanna secepat kilat berlari meninggalkan Will yang tengah bergelut dengan rasa perih yang menyayat di bawah sana. Sampai terbungkuk-bungkuk Will mengerang jerit kesakitan. 

”Aku akan membalasmu gadis gila!” Pekik Will, tangannya mengepal keras buku-buku jarinya. ”Mimpi apa aku semalam, harus mengalami kesialan ini.” Will menggerutu.

Hanna tidak menggubris ancaman Will. Ia teruskan berlari, tangannya memeluk erat-erat kertas selebaran agar tetap pada tempatnya. Sesaat kemudian, ia menghentikan langkahnya di bawah pohon besar. Ia hempaskan dengan kasar bokongnya ke atas kursi, yang ada di samping pohon itu. Kaki yang lelah berlari itu, ia luruskan ke depan. 

Sejenak ia beristirahat di bawah pohon itu. Napasnya masih tersengal-sengal. Tiba-tiba ia terusik dengan suara bunyi dering ponselnya. Dengan malas ia ambil ponsel itu dari dalam tas.

”George.” Batin Hanna ketika melihat nama si penelepon dari layar.

”Ya, George. Ada apa?”

”Malam ini apa kau luang?” Ucap suara dari seberang sana.

”Ya. Sepertinya aku akan memiliki banyak waktu luang, terlebih sekarang aku sudah jadi pengangguran.” Balas Hanna, tangannya yang lain sibuk merapikan rambut yang menari-nari tertiup angin. ”Ah, apa kau bisa merekomendasikan aku kepada kenalanmu?” Tanya Hanna bersemangat.

Dalam pikirannya, George pasti memiliki banyak koneksi apalagi pekerjaannya sebagai dokter.

”Tentu saja. Apapun untukmu Hanna. Hmm, Aku ingin mengajakmu dinner, nanti malam aku jemput ke rumah ya.” 

”Ya. George, sepertinya aku harus melanjutkan kerjaanku hari ini. Masih banyak yang harus disebarkan. Sampai nanti George.” Hanna mengakhiri panggilan itu.

Padahal George masih ingin berbincang dengannya. Mendengar suara Hanna yang selalu membuatnya ingin terus tetap berada di samping Hanna.

Matanya melirik selebaran yang teronggok di sebelahnya. Masih banyak yang harus ditempelkan. Kalau saja Sean tidak mengusiknya tadi, pasti itu sudah selesai ia kerjakan. Sebelum berdiri Hanna menghela napas panjang. Sebenarnya, ia sangat merasa lelah untuk melanjutkan menyebar selebaran itu. 

Sepanjang jalan ia menendang daun-daun yang berserakan di trotoar. Sesekali ia menyeka peluh yang mengalir dari sela-sela rambutnya. Rupanya matahari semakin tinggi. Hingga bayangan dirinya tak terlihat lagi. Sinar matahari seakan menusuk kepalanya yang tanpa pelindung. 

Di rumah besar itu, Will Greyson membanting ponselnya hingga menimbulkan bunyi yang keras ketika menyentuh lantai. Ia mengacak-acak rambutnya hingga tak beraturan. Rupanya, kejadian siang tadi ramai di bicarakan di internet. Video berdurasi semenit itu, berhasil mengundang perhatian. Komentar-komentar pedas dari para fans yang marah membuat Will merasa jatuh.

[ Ternyata dia pria yang angkuh.-Starseven

Will aku percaya padamu.-Will Forever

Rumor itu benar. Dia penyanyi yang tersombong yang pernah kutemui. Tidak mau di sentuh dan malah menghindar dari penggemar. Aku menyesal telah mengidolakannya.-Pecinta sejatimu

Siapa wanita cantik itu? Apa itu kekasih Will? -ladybug ]

Ini kali pertama Will mendapat komentar buruk dari penggemar. Puluhan panggilan masuk dari Ryan dan agency Will, membuatnya frustasi harus menjawab semua pertanyaan yang menyudutkan. Pada akhirnya, ponsel itu memiliki nasib buruk hancur berserakan di lantai marmer itu.

”Tuan, pak Ryan ada di sini. Beliau ingin berbicara dengan tuan.” Suara nyonya Mery dan ketukan yang nyaring di permukaan pintu membuyarkan ketenangan Will.

”Suruh saja dia menunggu. Aku akan turun sebentar lagi.” Jawab Will tanpa membuka pintu kamarnya.

”Baik Tuan.” Balas Nyonya Mery.

Sedetik kemudian Will keluar kamar. Satu persatu ia tapaki anak tangga. Ryan Oneil tengah duduk di sofa coklat itu. Telapak tangannya bertemu saling bertautan menopang dagu yang lebar itu. Ryan Oneil pria yang bertubuh sedikit gempal dengan bentuk wajah yang bundar. Ketika Will mendekatinya, ia segera berdiri memasang raut wajah yang hendak menerkam mangsanya.

”Apa yang terjadi? Mengapa video seperti itu bisa ada di internet?” Ryan menghela napas. Ia alihkan pandangannya ke sudut ruangan, sedetik kemudian kembali menatap Will yang berdiri di hadapannya.

”Kau sekarang superstar. Sedikit saja kesalahan bisa menjatuhkan reputasi mu. Dan tidak seharusnya kau bersikap seperti itu kepada penggemarmu.” Sambung Ryan, ia hempaskan bokong tebal itu ke atas sofa. Kaki kirinya menyila di atas paha kanan.

Will memasang senyuman yang mencibir. Melihat Ryan yang begitu kesal padanya. Will duduk di depan Ryan. Tetap tanpa ekspresi menanggapi amarah sang manajer.

”Itu di luar kendaliku. Aku tidak menduga hal seperti itu akan terjadi.” Will menyandarkan tubuhnya ke bahu sofa dengan tangan menopang kepalanya dari samping. 

Melihat ekspresi Will yang datar semakin membuat kekesalan Ryan meledak. Ia berdiri sambil berkacak pinggang menunjuk Will. Ia luapkan semua keluh-kesahnya, tapi pria yang di hadapannya itu tetap saja bersikap acuh.

”Baiklah, aku harus pergi dari sini. Kepalaku seakan mau meledak menghadapi mu. Sebaiknya kau renungkan kejadian hari ini.” Ryan menghela napas panjang, menenangkan amarahnya sekejap. 

Will tetap tak bergeming. Ia duduk saja di sana dengan santai menonton Ryan seperti pertunjukan Opera. Ia nikmati setiap ocehan Ryan. Bahkan ia malas untuk menanggapi itu. Ia terlalu lelah dan juga sekelumit pertanyaan dan masalah bersarang di kepalanya itu.

”Kau tahu, hidupku tergantung padamu. Artinya aku hanya menghasilkan uang dari pekerjaan ini. Ada dua perut yang harus aku nafkahi.” Ryan melanjutkan ucapannya, kemudian ia pergi dengan wajah yang merah padam.

Will menatap punggung pria gempal itu hingga hilang dari pandangan. Dalam pikirannya, ia masih mencerna kejadian saat bersama Hanna tadi. Entah mengapa setiap ia bersentuhan dengan wanita itu, setiap kecemasan Will menghilang. Bahkan ia tidak mengalami gejala phobianya itu.

”Mery!” 

Nyonya Mery datang tergopoh-gopoh begitu Will memanggilnya. Ia langsung menghentikan kegiatannya yang sedang mencuci piring. Di punggung tangannya masih ada sisa sabun. 

”Iya, Tuan.” Wanita paruh baya itu membungkuk begitu menghadap Will.

”Apa kau melihat buku telepon milikku? Aku ingin menghubungi dokter George. Ponselku sudah hancur. Aku tidak ingat nomor ponselnya.” Tanya Will tanpa melihat Nyonya Mery.

”Ada di laci bawah rak TV Tuan, akan saya ambilkan sebentar.” 

Setelah menunggu beberapa detik, Nyonya Mery kembali. Dalam genggamannya ada buku kecil berwarna hijau. 

”Ini bukunya, Tuan.” Ia sodorkan buku itu ke tangan Will.

Kemudian Will menyuruhnya kembali ke dapur dengan isyarat tangan. Will Greyson menekan tombol di telepon kabel. Tidak sampai dua detik, seseorang menjawab dari seberang.

”Halo, George. Apa kau sedang sibuk?” 

”Ya, aku sedang luang. Ada apa? Apa terjadi sesuatu padamu?” Tanya George dari seberang.

”Tadi, Kimberley menyentuh aku dan phobiaku kumat. Tapi, bukan ini masalahnya. Aku hanya merasa aneh, saat seorang gadis yang tidak ku kenal menyentuh ku. Seketika rasa sesak dan kecemasanku hilang.” Balas Will.

Terdengar suara tawa George dari sambungan itu, ”Berarti itu berita bagus. Akhirnya penyakitmu bisa di sembuhkan. Aku sedang luang, kau datang saja ke klinik sekarang. Agar aku bisa memeriksa lebih lanjut.” 

”Baiklah, kalau begitu.” Will mengakhiri panggilan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status