Arin sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan di rumah Kaisar. Jam menunjukan pukul lima sore, tapi Kaisar belum juga pulang membuat Arin gusar. Pasti Ibunya cemas menunggunya belum pulang.Sepuluh menit kemudian akhirnya Kaisar pulang. Dengan menenteng beberapa paper bag, ia segera masuk ke dalam."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Mas. Sini barangnya biar Arin bawakan," ucap Arin dibalas senyuman Kaisar."Maaf kesorean, tadi ada masalah dikit di percetakan.""Nggak apa, Mas. Ini semua barang yang hendak di packing?" tanya Arin pada paperbag yang ia bawakan tadi."Bukan, itu buat kamu. Kamu ke kamarku, beresin berkas yang ada di atas meja sekalian barang yang ada di dalam nakas bagian bawah. Kamu masukin kardus barangnya, kalau berkas kamu masukin tas kerja saya. Saya mau mandi sebentar, badan sudah lengket rasanya.""Baik, Mas."Arin langsung mengambil kardus di dapur dan menata barang yang ada di lemari milik Kaisar. Arin merasa heran, kenapa semua barang yang lucu dan unik ini m
"Mau berangkat kerja, Nak Arin? Tumben nunggu angkot?" Sapa Bu Umi tetangga satu kampung Arin."Iya, Bu. Motornya di rumah majikan. Ibu Umi mau ke mana, rapi banget?" tanya Arin saat melihat dandan Bu Umi yang fashionable."Mau arisan di rumah Bu RT, eh iya … Ibu tanya boleh?""Tanya apa, Bu?""Emang bener kamu mau bercerai dari suami kamu yang orang kota itu? Kata Bu RT kamu menggugat suamimu itu karena sudah memiliki gebetan baru. Benar?" tanya Bu Umi membuat Arin kaget."Astaghfirullah, Bu. Itu fitnah, saya tidak mungkin melakukan hal hina seperti itu. Saya menggugat Mas Bayu karena memang dia sudah tak bisa lagi menjadi imam yang baik buat saya, daripada saya berumah tangga diliputi dosa mending cerai.""Kan bisa berunding untuk mempertahankan rumah tangga. Nggak eman-eman punya laki tajir kayak Bayu? Kalau saran saya, lebih baik Nak Arin urungkan saja niat bercerai. Bercerai itu dibenci Allah, walau boleh tapi 'kan kalau masih bisa diperbaiki apa salahnya," ungkap Bu Umi berbica
Tak terasa, satu minggu sudah Arin bekerja di rumah Kaisar. Hari ini sengaja ia memilih cuti bekerja sehari untuk menghadiri persidangan. Arin yang ditemani ibunya, datang ke pengadilan. Arin berharap Bayu tak akan datang kali ini agar sidang ini bisa segera diputuskan.Arin menaiki sepeda motornya pelan, hatinya sudah harap harap cemas menunggu jalannya persidangan hari ini. Arin juga meminta Pakde Supri untuk ikut menmaninya nanti di sana.Arin sampai di gedung yang sangat horor ini, gedung yang paling menakutkan bagi Arin. Tak pernah terbayangkan akan bercerai dan mengalami pernikahan yang mengerikan dengan Bayu."Bismillah, Rin. Semoga dimudahkan.""Aamiin, Pakde kok belum datang ya, Bu?" tanya Arin."Coba kamu telpon, mungkin dia sedang di jalan atau masih di rumah." Arin mencoba menelpon Pakde Supri.dsn selang beberapa detik beliau mengangkatnya."Assalamualaikum, Rin.""Waalaikumsalam. Pakde, sudah dimana?""Di Jalan, tapi tiba-tiba mobilnya mogok. Jadi harus dibawa bengkel dul
Hari ini Kaisar datang ke Cilacap, dia sengaja diminta Kenzi buat mengecek hasil laporan keuangan yang lumayan menunjukan hasil signifikan setelah Arin membantunya membuatkan desain dan ide kreatifnya mencetak banyak karya unik milik para konsumen."Arin nggak datang, Ken?" tanya Kaisar pada Kenzi yang sedang rebahan di atas sofa ruang tamu."Nggak, dia izin lagi. Katanya sidang keduanya diagendakan hari ini. Kak, menurut Kakak, kasihan nggak si Arin. Udah muda jadi janda, mana beranak pula," celetuk Kenzi."Hiz, kamu ini sok tahu. Dia bukan anaknya Arin, dia anak tiri Arin. Lebih tepatnya, anaknya si mantan suaminya sama istri pertama.""Oh, berarti Arin ini janda ting tong, alias janda bolong ya?" Kenzi tertawa lepas dan Kaisar melempar bantal sofa ke arah muka Kenzi."Mulutmu itu, Ken. Pasti kamu suka bikin susah Arin ya, kalau kamu lagi di sini?" tanya Kaisar lalu duduk di samping adiknya."Mana ada? Justru Ken itu bantuin dia biar bisa menyalurkan hobinya. Kaka kan tahu, Ken ini
"Bay, kenapa nggak kamu setuju aja sih gugatannya Arin? Kamu ulur-ulur waktu jadi tambah lama nanti," protes Reni saat sedang makan malam bersama anaknya."Nanti, Bu. Bayu lagi kasih Arin pelajaran. Enak saja hidup tenang setelah bikin Agam harus menangis setiap malam, untung sekarang dia jadi pendiam dan nggak banyak ngomong. Jadi Bayu nggak harus pusing bujukin anak itu buat dengerin ucapan ayahnya ini.""Mau kamu tunda sampai kapan?" tanya Reni ketus."Sampai dia mau minta maaf dan mengembalikan semua yang Bayu minta. Jika saja dia wanita mikir, pasti dia lebih baik menjadi istri Bayu daripada harus kerja di luaran sana yang pastinya akan lebih pusing. Secara dia harus menghidupi Ibu dan adiknya, nggak kebayang dia mau kuat berapa lama begini.Lagian pengacara yang Bayu sewa ini, pengacara handal. Jangankan pengembalian uang, penyitaan barang juga bisa ia dapatkan jika semua buktinya kuat.Arin menuduh Bayu selingkuh tanpa bukti, dia juga tak menyewa pengacara. Pasti akan sulit bag
"Bu, Arin kerja di mana sih sebenarnya? Kok berangkatnya pagi pulang malam sekali. Apa sekarang pekerjaanya dobel-dobel?" tanya Umi, tetangga Narish yang hari ini kebetulan bertemu di warung."Di Rinjani, Bu. Kerja jadi asisten rumah tangga. Kalau belum selesai ya belum pulang, memangnya kenapa kalau pergi pagi pulang malam?" tanya Narsih."Nggak kenapa-kenapa, hanya tanya saja. Gajinya besar memang di sana? Kok bisa beli kambing sekaligus dua? Kan baru sebulan, toh?" tanya Umi, tetangganya."Alhamdulillah, gajinya cukup untuk kami makan dan kebutuhan lainnya. Bu Rima, ini berapa semuanya?" tanya Narsih pada pemilik warung."Semua dua puluh dua ribu." Narsih memberikan uang itu lalu segera pamit untuk pulang ke rumah.Narsih segera memasuki rumahnya dan menyiapkan makanan untuk Arin nanti malam. Akhir-akhir ini banyak sekali gunjingan mengenai Arin, anaknya. Sebagai orang tua tunggal pastinya ini sungguh sangat berat, disamping harus pandai menjaga lidah ia juga harus pandai menjaga
Selepas menemani Agam bermain sambil bekerja, kini saatnya mereka pulang. Kebetulan hari ini kedua majikannya tak ada yang pulang ke rumah ini, jadi Arin bisa pulang agak sorean untuk mengantar Agam ke rumah Bayu."Kita mau pulang ya, Bu?" Agam menunduk sambil menendang-nendang pelan gerbang yang sedang Arin kunci."Iya, Sayang. Kenapa? Masih mau main?" tanya Arin dan Agam diam saja membuat Arin menghembuskan nafas perlahan dan menjongkokkan dirinya menyelaraskan tinggi dengan Agam."Kenapa murung?""Bolehkah Agam memilih Ibu saja? Agam mau sama Ibu saja, Agam nggak betah sama Ayah dan nenek. Sekarang Ayah juga sibuk jarang di rumah, nenek juga sering marah kalau Agam minta sesuatu. Kalau sama Ibu, Agam bisa bercerita banyak. Bu, tolong bicara sama Ayah untuk izinkan Agam sama Ibu saja, Agam kesepian." Air mata Arin menetes, tak tega rasanya mendengar keluhan anak tirinya yang sudah dianggap sebagai anak kandung. Walau bukan terlahir dari rahimnya, cinta pada Agam tak bisa diukir den
Rasa hati sudah berkabut, pikiran jernih sedang tak berkenan hadir saat tadi Arin bertemu Bayu. Narin teringat akan tatapan sendu Agam, memintanya dengan sangat untuk membawa dirinya bersamanya. Ah, jika itu semudah yang dibayangkan, pasti itu sudah Arin lakukan. "Rin, besok kamu kerja 'kan? Titip belika bumbu dapur sekalian kalau ke pasar, Ibu sedang malas ke warung," ucap Narsih."Kenapa, Bu? Tumben sekali malas ke warung," tanya Arin heran."Semua tetangga suka tanya yang aneh-aneh, Ibu risih dengernya. Lebih baik Ibu di rumah saja sama ternak dan tanaman di kebun daripada ketemu mereka, bikin Ibu pengin ulek mulut nyinyir mereka. Heran deh Ibu sama mereka, tahu dari mana coba kalau kamu mau bercerai. Perasaan Ibu nggak ada ngomong apa-apa, mereka ini sudah tanya tapi menyudutkanmu. Ucapan mereka tak ada yang betul," ungkap Narsih kesal."Ya sudah lah, Bu. Biarin saja mereka begitu, yang penting Arin tak begitu. Ibu nggak usah mikirin omongan tetangga, nanti mereka bakalan diem ka