“Aku … masih takut …” Lisa mengangguk pelan. Tubuhnya terasa sedikit bergetar. “Aku di sini bersamamu, Lisa. Tidak ada yang perlu kamu takutkan.” Ian tersenyum hangat, mengusap rambut panjang Lisa dengan lembut. Aksi Ian ini, membuat Lisa menjadi sedikit tenang. Tak lama kemudian, suara perut keroncongan terdengar samar, memecah kegelapan alam.malam.Pipi Lisa memerah. “Aku lapar,” ucapnya dengan nada sedih. Lisa sejak awal memang berniat untuk makan malam di kedai Si Tampan, sehingga membuatnya belum makan sama sekali sejak sore.“Tapi aku tidak bisa memasak dengan kondisi seperti ini,” jawab Ian sambil memikirkan jalan keluar. Ia sendiri tidak tega pada Lisa yang kelaparan.“Ba-bagaimana jika kamu pergi ke rumahku?” Suara Lisa terdengar sedikit malu-malu. “Tidak ada seorangpun di rumah saat ini.”"Pergi ke rumahmu?" Jantung Ian berdegup kencang. Apalagi, saat ini dada Lisa menempel erat di lengannya, membuat Ian berpikiran sedikit kotor.“Aku ingin makan salad buatanmu,” jelas Lisa,
Ian perlahan membuka matanya, merasa pusing dan bingung. "Di mana ini?" gumamnya, mencoba memahami lingkungan asing di sekelilingnya.Saat pandangannya mulai fokus, Ian menyadari bahwa dirinya tengah berada di sebuah gudang. Tempat itu tampak terbengkalai, dengan debu tebal menutupi setiap permukaan dan sinar matahari yang redup menembus celah-celah di atap yang rusak.Sebuah kursi tua dan berkarat menjadi penahan tubuh Ian, tali kasar melilit pergelangan tangan dan kakinya, membuatnya sulit bergerak. Di sekelilingnya, benda-benda lama dan usang berserakan, seperti peti kayu yang sudah lapuk, drum minyak kosong, dan tumpukan kardus yang sudah lama tidak tersentuh.Suasana gudang itu hening, hanya suara gemerisik tikus dan tetesan air dari atap yang bocor yang terdengar. Bau lembab dan minyak mesin mengisi udara, membuat Ian sedikit merasa mual.Ian mencoba menggerakkan tangannya yang masih terikat. Dari percobaan ini, Ian merasa ia dapat dengan mudah melepaskan diri dari ikatan itu. I
Dengan mata terbelalak, Ian melihat bayangan tombak batu yang mengejutkan mendekat. Seolah-olah waktu berhenti, Ian segera mengaktifkan kemampuan Akselerasi. Seketika itu, dunia di sekelilingnya berubah menjadi lukisan gerak lambat, termasuk tombak batu yang seolah-olah meluncur dalam sirup tebal.Ian yang dulu mungkin akan merasa tombak itu masih bergerak cepat, meski dalam keadaan Akselerasi. Namun, dengan AGI yang kini mencapai 62, ditambah dengan dorongan Akselerasi yang meningkatkan kecepatannya hingga 50%, Ian sekarang bergerak seperti bayangan. Kecepatannya hampir menyentuh ranah Grand Master Bela Diri.Tanpa berpikir dua kali, Ian melepaskan diri dari belenggu tali yang melilit tubuhnya. Seperti ular yang melepaskan kulitnya, Ian merobek tali itu hanya dengan kekuatan fisiknya. Dalam sekejap, Ian melompat ke belakang, menghindari tombak batu yang seolah-olah bergerak lambat itu.Saat kakinya menyentuh tanah, waktu kembali berjalan seperti biasa. Tombak batu itu menembus udara,
Ian berdiri tegak di tengah gudang terbengkalai yang redup. Kaki kanannya menindas kepala Agus yang telah terpisah dari tubuhnya, seolah-olah dia adalah raja yang baru saja mengalahkan musuhnya dalam pertempuran. Matanya yang tajam menatap 48 pria berjas hitam yang tersisa, seolah-olah dia sedang menantang mereka untuk maju."Kalian lah berikutnya," ucap Ian dengan suara yang rendah dan penuh ejekan. Kata-katanya menggema di gudang itu, seolah-olah Ian adalah singa yang sedang mengaum di tengah hutan.Para pria berjas hitam itu merasa amarahnya memuncak. Sebagian besar dari mereka adalah mantan anggota kepolisian dan pasukan khusus. Mereka merupakan pria-pria yang memiliki harga diri seperti gunung yang menjulang tinggi. Mereka merasa terhina, seolah-olah Ian telah menampar wajah mereka dengan kata-katanya. Hal itu membuat mereka semua lupa, bahwa Ian telah membunuh ketiga murid Grand Master Lin sendirian.“Beraninya kau mengejek kami! Kau akan membayar semua ini!" teriak salah satu d
__________________________________Misi Sampingan: Eliminasi Lin DongTingkat Kesulitan: A-Detail Misi:Nolan Gray telah membayar Lin Dong untuk membunuh Anda. Sebelum Lin Dong menyingkirkan Anda, maka Host harus melenyapkan Lin Dong terlebih dahulu.Lin Dong, seorang Grand Master dalam seni bela diri, setara dengan Qi Gathering Puncak. Dia bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh. Berhati-hatilah dalam menjalankan misi ini.Hadiah: Sertifikat Profesi (Fake Cultivator), Energi Qi setara dengan Kultivator Qi Gathering Puncak.Hukuman: Kematian__________________________________Ian membaca detail misi dengan senyum lebar di wajahnya. 'Hadiahnya yang sangat menggiurkan. Aku harus mendapatkannya!' pikirnya dengan mata berbinar dan berapi-api penuh semangat.Namun, semangat Ian ini malah membuat Lin, sang Grand Master, salah mengartikan. Dia berpikir Ian sudah tidak sabar untuk berduel dengannya. "Jangan karena kamu bisa mengalahkan mereka semua dengan mudah, kamu merasa bisa menantangku.
“Jangan pernah dendam padaku. Dendamlah karena kelemahanmu. Selamat tinggal, wahai anak muda …” Setelah berkata seperti itu, Grand Master Lin bersiap mengayunkan tombak batunya, untuk memenggal kepala Ian. Namun, saat bilah tombak akan memotong leher Ian, tiba-tiba tangan Ian bergerak, menggenggam erat badan tombak.“Apa?!” Grand Master Lin terkejut. Ian tidak menyangka, dengan luka parah seperti itu, Ian masih memiliki tenaga untuk memberikan perlawanan.Ian menoleh ke arah Grand Master Lin. Pupil mata Ian yang tadinya berwarna coklat gelap, kini memancarkan cahaya biru terang. Melihat mata Ian yang aneh, tiba-tiba saja Grand Master Lin merasakan hawa dingin dan tekanan yang cukup berat, seakan sedang menghadapi iblis tanpa perasaan.Seketika itu, bulu kuduk Grand Master Lin berdiri, menandakan betapa berbahayanya Ian. Tanpa sadar, Grand Master Lin melepas tombak di tangannya, dan mundur menjauh beberapa meter. “Apa yang terjadi? Mengapa aku tiba-tiba merasa bahwa kamu adalah orang
Pisau berbilah kristal di tangan Ian menembus dada Grand Master Lin dengan mudah, seperti pisau melalui mentega. Darah hangat berceceran di tanah, menciptakan pola merah yang mengerikan. "Ti-tidak mungkin ..." Grand Master Lin berbisik, matanya terbelalak, terpaku pada pisau yang menancap di dadanya. "Bagaimana mungkin, aku, seorang Grand Master Bela Diri, bisa mati di tangan Evolver bau kencur ..." Kata-katanya terputus, cahaya kehidupan di matanya perlahan padam. Ian mencabut Crystal Edge dengan gerakan yang dingin dan tegas, tubuh Grand Master Lin jatuh tak bernyawa. Gudang itu sekarang adalah medan perang, mayat-mayat hancur berceceran, lubang-lubang besar di tanah menganga lebar. Ian, yang berdiri tegap di hadapan mayat Grand Master Lin, tiba-tiba roboh. Darah merah tua mengalir deras dari dadanya, menciptakan genangan darah di bawahnya. "Mendeteksi nyawa Host dalam bahaya," gumam Ian dengan nada datar, seperti robot. "Mencari solusi terbaik ...""Mendeteksi Check-In harian b
Kelopak mata Ian perlahan bergetar, matahari pagi yang hangat menyentuh kulitnya, membangunkannya dari tidur panjangnya. Kini Ian sedang berada di sebuah kamar rumah sakit, dengan dinding putih steril dan aroma antiseptik yang khas mengisi ruangannya. Seorang perawat berambut coklat, dengan wajah yang lembut dan penuh perhatian, sedang duduk di samping tempat tidurnya, mencatat sesuatu di clipboard dan memeriksa infus serta monitor detak jantungnya.Perawat itu menoleh, matanya membesar ketika dia melihat Ian sudah terbangun. Dia berdiri dan berlari keluar kamar, memanggil seseorang. “Dokter! Dokter! Pasien Khusus telah bangun!” serunya.Mendengar teriakan perawat wanita tersebut, kesadaran Ian yang sebelumnya masih berkabut, kini menjadi cerah. Ian bisa merasakan denyut jantungnya mulai berdetak lebih cepat, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. “Sepertinya aku berada di rumah sakit. Tapi siapa yang membawaku kemari?”Saat Ian memeriksa tubuhnya, Ian terkejut, semua luka di tubuh