Share

Bangun Dari Tidur Panjang

Jam yang menempel di dinding rumah sakit sudah menunjukkan pada pukul sepuluh tepat, dimana terik mentari begitu tegas dan yakin menelisik ke celah-celah jendela ruangan yang di mana Kendrick masih tenang dalam tidur panjangnya.

Di sebuah kursi sofa panjang ada seorang pria berjas hitam tengah terdengkur dalam tidurnya dengan posisi duduk dan kepala yang tertunduk seperti bunga layu yang sudah lama tak disirami. Dia tak menyadari jika orang yang sedang dia tunggui tersebut baru saja bangun dan tersadar. Berdatangan dua orang dokter yang tengah melihat dan mengecek bagaimana kondisi keadaan Kendrick yang baru saja sadar dari tidur panjangnya.

Usai semua dokter itu selesai, wajah Kendrick menatap ke arah orang yang masih mendengkur disampingnya. Suasana yang sudah menjadi gaduh oleh suara langkah kaki lalu lalang orang di luar ruangan namun pria itu masih tampak sangat nyaman dalam lelapnya.

Namun dia tak bisa menunggu lebih lagi sampai orang itu terbangun. Akhirnya Kendrick melemparkan lembaran kertas yang ada di atas meja di samping ranjangnya. Telapak tangannya menggulung kertas itu dengan penuh emosi dan kesabaran yang tak tertahankan lagi.

Dalam satu lemparan, Kendrick berhasil mengenai orang suruhan pamannya itu. Dia seketika langsung terperanjat beranjak dari sofanya.

"Ah??"

Pria itu bangun setengah sadar. Dia sedang berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya yang sempat berhamburan karena rasa terkejutnya dibangunkan oleh Kendrick.

"Tu... Tu.. Tuan muda?!!"

"Tuan muda sudah sadar??!!" ucapnya dengan gelagapan. Dia sebisa mungkin membuat dirinya untuk berdiri tegap tak loyo walaupun sudah begadang semalaman, di depan Kendrick.

"Cepat hubungi kakekku!!" suruh nya dengan nada tinggi nan tegas. Kendrick berbicara dengan menundukkan kepala karena menahan rasa sakit di kepala. Mungkin karena tidur panjangnya yang terlalu lama pikirnya.

"Eu? I iya baik tuan muda!" ucapnya sekali lagi dengan nada yang masih saja gelapan. Dengan segera dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku jasnya yang sebelumnya meraba-raba saku celananya untuk mencari letak di mana ponsel miliknya.

Dengan tangan gemetaran berlanjut hingga ke tubuh bagian lain karena rasa ketakutan nya terhadap cucu dan keponakan dari majikannya yang disinyalir akan menjadi majikannya juga, yaitu sebagai pemimpin Gibran Grup dikemudian hari.

Selang waktu dua jam, barulah tuan Gibran datang diiringi dengan beberapa pengawalnya. Wajah dan tangannya tampak begitu sangat bersemangat ketika mendengar jika cucu satu-satunya sudah sadar dari tidur panjangnya yang berarti akan membantu dirinya untuk memimpin perusahaan Gibran Grup bersamanya.

Langkah kaki yang selalu dibantu dengan si tongkat ke bangga nya melangkah tegas yang penuh akan kewibawaan tersirat.

Empat orang pengawalnya berjaga-jaga di luar ruangan yang seorang berdiam diri di dekat pintu dan seorang lagi selalu berada di belakang Tuan Gibran, mengekor.

"Kendrick gimana keadaan kamu? Apa masih ada yang sakit?" tanyanya ketika tubuhnya berhasil terduduk di atas kursi sofa yang berada tak jauh dari ranjang pesakitan Kendrick. Si kakek tua nan sombong, angkuh dan keji itu memiliki sifat lembut hanya pada cucunya seorang saja. Dia selalu memanjakan cucunya yang akan menjadi penerus Gibran Grup.

"Aku udah mendingan Kek, kenapa kakek bawa banyak orang ke sini? Ini kan rumah sakit, pasien lain pasti ke ganggu sama suara berisik sepatu para pengawal itu!" kata Kendrick yang merasa malu dan kesal ketika mendengar suara derap langkah dari para pengawal yang dibawa oleh kakeknya tersebut.

Namun bagaimana pun dia akhirnya hanya bisa memaklumi sikap kakeknya tersebut yang sudah terbiasa berjalan dan hidup dengan kekuasaan dan uang yang berlimpah.

Mendengar perkataan cucunya, lelaki tua itu malah tertawa cekikikan membuat Kendrick sendiri agak risih, dia mendesiskan mulutnya seperti ular dengan suara pelan.

"Tidak ada yang perlu kamg khawatirkan, semua akan memaklumi aku si kakek tua ini!" ucapnya dengan santai. Dia terlihat mengatur napasnya yang sempat menjadi terengah-engah karena berbicara terlalu cepat dan bahagia melihat cucunya bangun.

"Kapan aku bisa pulang?" tanya yang sudah tak sabar ingin sekali segera lepas dari belenggu bau aroma rumah sakit memuakan itu.

"Besok lusa, untuk sekarang ini bertahanlah dua hari lagi saja, sampai dokter benar-benar menyatakan mu sehat!" jelasnya.

Mendengar penjelasan dari kakeknya membuat Kendrick harus menghela napas panjangnya. Padahal dia merasa sudah membaik dan juga sehat bugar dengan melakukan beberapa gerakan-gerakan kecil untuk meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

"Gak bisa hari ini aja Kek?!" tanya Kendrick lagi yang ingin kepastian jika dirinya boleh pulang hari ini juga.

Kakeknya tak serta merta menjawab pertanyaannya lagi, dia hanya meng gerak bget akan satu jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan tepat di depan wajah Kendrick yang berubah menjadi lesu kembali.

***

Ini adalah hari kedua di mana kedai Family Taste milik keluarga Nayara dibuka. Walau baru buka selama dua hari pengunjungnya lumayan tak sedikit namun juga tak bisa dibilang banyak ataupun ramai.

Nayara sendiri, ketika dirinya dan keluarganya yang telah jatuh miskin, seketika para sahabat-sahabatnya menghilang bah ditelan bumi. Semua nomor ponsel, akun media sosial para sahabatnya sangat sulit sekali untuk dihubungi bahkan dia berpikir jika dirinya memang sudah diblokir oleh sebagian besar Teman-temannya yang mengetahui skandal Keluarganya yang tak benar itu.

Walau begitu, ternyata dia masih memiliki seorang teman yang pernah dia tolong bernama Jennie. Jennie sendiri pernah di tolong oleh Nayara ketika keduanya masih sama-sama duduk di bangku sekolah menengah atas. Ketika itu, Jennie Tengah diintimidasi habis-habisan oleh kakak kelasnya. Nayara ketika itu diwaktu yang tepat Nayara datang bah seorang pahlawan dia langsung menghajar dengan,teknik bela diri yang dia,kuasai dalam tingkat sabuk hitam.

Jennie, mendengar pahlawannya mengalami kesulitan dia segera menghubungi Nayara dan saling berjanji untuk bertemu di kedai baru milik orang tua Nayara.

"Kamu tahu kabar aku dari mana?" tanya Nayara. Di dalam pikirannya tak pernah terbesit akan sosok Jennie yang akan dia mintai tolong.

Bayar menyajikan segelas minuman segar di atas meja tepat dihadapan Jennie. Mereka berdua duduk saling berhadapan.

Bibir Jennie tersenyum tipis namun terlihat jelas. Di dalam hatinya terbesit akan rasa welas kasihan pada pada Nayara yang kini bukan lagi menjadi sosok orang yang selalu dipuja-puji karena kekayaan keluarganya. Dan kini malah dijauhi  bahkan mungkin sibenci karena kemiskinannya.

"Aku lihat di berita," jawabnya singkat yang terpotong karena menyeruput minuman yang dihidangkan Nayara yang begitu menggoda akan kesegarannya.

"Aku ke sini mau minta tolong," sambungnya usai menelan habis air minumnya yang seketika melenyapkan kekeringan dikerongkongannya.

Mata Nayara segera fokus pada lawan bicaranya. Pemikirannya langsung terarah pada masa lalunya ketika dimana dirinya membantu Jennie dari para pembully di sekolah. Mereka selalu menargetkan para siswa yang lemah dan berstatus sosial rendah

"Kamu butuh kerja gak?" tanyanya lagi. Pandangannya menatap pada Nayara yang malah larut dalam lamunannya. Terkecuali Nayara sendiri. Dia membulatkan kedua bola matanya.

"Eu? I iya!" jawabnya dengan kaku.

"Tapi kalau kerja buat mukul orang aku gak bisa," tambah Nayara dengan segala pemikirannya saat ini. Dia terlalu banyak berpikir dengan segala kemungkinan.

Mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Bayar membuat Jennie menjadi tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya hingga membuat para pengunjung sekitar memperhatikan dirinya dan juga Nayara yang sedang makan siang ataupun tuk sekedar ngopi bersama teman dan kerabat.

"Kamu masih inget aja kejadian itu, aku malah hampir lupa walaupun gak sepenuhnya!!" seru Jennie sembari berusaha menenangkan diri dan mengatur napas supaya berhenti tertawa.

"Aku ke sini bukan buat nawarin kerjaan itu kok, aku ada penawaran kerjaan lain yang lebih logis, di tempat aku kerja sekarang."

"Di mana?" kening Nayara berkerut semakin kebingungan.

Jennie segera Mengeluarkan sebuah kartu nama miliknya. Semua nama dan alamat tempat di mana dirinya bekerja ada di sana.

"Kalau kamu mau datang aja ke alamat ini, bawa cv kamu jangan lupa!" ujarnya.

Nayara memandang Jennie yang menjadi lawan bicaranya dengan sekilas. Tangannya bergerak meraih kartu nama yang sodorkan Jennie di atas meja dengan tergeletak bebas.

"Aku berharap sangat kalau kamu bisa datang nanti besok, aku percaya banget kalau kamu pasti bisa dengan kerjaan ini."

Nayara hanya mematung terdiam. Matanya menatap dalam-dalam kartu nama yang berada digenggamannya. Jennie pun beranjak dari duduknya. Dia menyelendangkan tas mahal miliknya ke pundak.

"Itu perusahaan resmi, jangan mikir yang aneh-aneh, aku pamit yah! Sampai ketemu besok!" pamitnya yang menepuk pundak Nayara dan kemudian pergi menghilang dengan mobil mewahnya yang terparkir di depan kedai.

***

Dimalam harinya.

Nayara terduduk tegak menatap kartu nama Jennie yang dia letakan sendiri di atas meja tepat dihadapannya. Napasnya terdengar berulangkali dia atur dalam tarikan napas panjang.

Laptop disampingnya tengah menayangkan layar yang siap dia ketik untuk membuat lamaran yang akan dia bawa besok untuk melamar pekerjaan.

Walau sesekali selalu terbesit di dalam pikirannya akan keraguannya dalam bekerja yang pertama kali akan dia lakukan selama seumur hidupnya sekarang ini. Dia merasa tak memiliki pengalaman dan kemampuan dalam bekerja.

Dia terlalu sering bergantung pada masa lalunya yang selalu dimudahkan dalam segala hal oleh harta. Namun kini dia harus bertindak bekerja dengan mengais rupiah untuk menambah dan menyambung hidup dirinya sendiri dan juga keluarganya demi mencapai kehidupan yang seperti dulu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status