Bukankah dulu Wei jatuh cinta kepadanya?
‘Mengapa sekarang sikapnya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia pernah jatuh cinta padaku?’ batin Rina bingung.
Jika dia tahu Wei akan seperti ini, Rina pasti akan berpikir dua kali ketika menolak cinta Wei.
Dulu Rina pikir Wei akan semakin penasaran jika ditolak oleh seorang wanita.
Bukankah di novel-novel roman diceritakan kalau para pria kaya itu sangat menghargai wanita yang sulit untuk didapatkan?
Setelah keluar dari butik, Rina dan Wei mampir ke salon terlebih dahulu sebelum datang ke restoran mewah tempat acara pertemuan dilangsungkan.
Sepasang suami istri berkebangsaan China sudah menunggu dan tersenyum ketika Wei dan Rina datang menghampiri mereka.
“Maaf menunggu lama,” kata Wei sopan.
“Tidak apa, silakan duduk,” kata si pria sambil tersenyum ramah.
“Oh iya, kenalkan ini sekretarisku, namanya Rina ... Rina, ini Daniel dan itu istrinya Stacy,” kata Wei setelah duduk di kursinya.
“Selamat malam, Tuan, Nyonya,” sapa Rina sambil tersenyum lembut.
“Kamu cantik sekali, kalian benar-benar cocok duduk berdampingan seperti ini,” kata Stacy memuji sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Rina.
“Terimakasih, Nyonya,” kata Rina dengan wajah memerah dan tersipu malu.
“Aku sudah menikah,” kata Wei tiba-tiba mengejutkan semua orang yang ada di meja tersebut.
“Oh, maafkan aku ...,” kata Stacy merasa bersalah. “Lalu di mana istrimu? Mengapa kamu tidak mengajaknya ke sini?” tanya Stacy ingin tahu.
“Aku datang ke sini langsung dari kantor.”
“Mengapa kamu tidak menjemputnya?” tanya Daniel penasaran.
“Tidak sempat,” sahut Wei singkat.
“Ah ... sayang sekali, padahal aku ingin berkenalan dengan Nyonya Wei,” kata Stacy sambil menghela napas panjang.
“Lain kali aku akan mengundang kalian ke rumah dan bertemu dengannya,” kata Wei santai.
Percakapan di meja makan berputar hanya tentang Ara -istri Wei- yang tampak sedikit eksklusif bagi pasangan Daniel dan Stacy.
Sebab, Wei sama sekali tidak pernah membawa Ara ke acara pesta dan pertemuan di mana para pengusaha biasa membawa serta istri mereka.
Rina hanya tersenyum canggung mendengarkan percakapan mereka.
Ketika Wei dan Daniel berbicara soal urusan bisnis, barulah Rina bisa menarik napas lega.
Stacy mengajak Rina duduk di meja lain ketika Wei dan Daniel mulai serius membicarakan soal bisnis mereka.
“Apakah kamu sudah lama bekerja dengannya?” tanya Stacy sambil menyesap minumannya.
“Aku sudah bekerja dengannya sejak aku lulus kuliah,” jawab Rina apa adanya.
“Langsung menjadi sekretaris seperti ini?”
“Ya.”
“Sangat hebat, dia pasti sangat menghargaimu ... biasanya seorang pengusaha hanya akan menerima sekretaris yang sudah memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi.”
“Mungkin aku hanya sedang beruntung,” kata Rina sambil tersenyum dan menyesap minumannya.
“Tidak, aku rasa itu bukan sebuah keberuntungan. Ada berapa banyak teman kuliah kalian yang bekerja di perusahaan yang sama?”
“Seingatku tidak ada ....”
“Jadi hanya kamu yang bekerja di perusahaannya?”
“Ya.”
“Kamu harus berhati-hati, jangan mau dijadikan selingkuhan olehnya, jangan rendahkan dirimu sendiri ... kamu sangat cantik, kamu berhak untuk mendapatkan pria yang baik. Bukan hanya menjadi simpanan seperti kebanyakan wanita bodoh itu.”
Rina tercengang dan tidak dapat berkata-kata ketika mendengar apa yang Stacy ucapkan.
Dia mulai meragukan kelihaiannya sendiri dalam menyembunyikan perasaannya.
Apakah perasaan cintanya kepada Wei terlihat begitu jelas?
“Terima kasih atas nasihatnya, Nyonya,” kata Rina canggung.
“Jangan tersinggung, aku melakukan ini untuk kebaikanmu. Aku merasa sangat disayangkan sekali jika gadis secantik kamu hanya dijadikan simpanan pria beristri sepertinya,” kata Stacy sambil memegang tangan Rina dengan tatapan meminta maaf.
Rina hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa untuk merespon perkataan Stacy kepadanya.
Namun, diam-diam Rina merasa geram dan bertanya-tanya
Apakah wanita di hadapannya ini kurang kerjaan?
Bisa-bisanya dia menusukkan hidungnya pada urusan orang lain tanpa diminta.
Keesokan harinya ....
Ara hanya menatap kosong foto Wei bersama sekretarisnya yang kembali beredar di media sosial.
Mungkin karena semalam dia sudah terlalu banyak menangis, maka saat ini tidak ada lagi air mata yang keluar dari matanya.
Hanya hatinya saja yang terasa kosong hingga dia tidak lagi bisa merasakan apa yang sebenarnya saat ini dia rasakan ketika melihat foto Wei yang begitu dekat dengan sekretarisnya.
“Aku tidak akan membohongi diriku lagi, jika itu hanya pertemuan bisnis, mengapa rekan bisnisnya bisa membawa istri sementara Wei malah memilih membawa sekretarisnya ... apa juga maksudnya mendandani sekretarisnya seperti ini?” gumam Ara sambil tersenyum pahit.
Setelah lama berpikir akhirnya Ara memutuskan untuk menulis dan menandatangani surat cerainya.
Ara ingin membebaskan Wei dari pernikahan yang tidak disukainya ini.
Ara juga tidak lupa untuk membersihkan semua hal-hal yang berkaitan dengan dirinya di rumah ini termasuk foto-fotonya, dengan harapan Wei bisa lebih nyaman ketika berada di rumah ini hingga dia tidak perlu lagi tinggal dan tidur di kantornya.
'Apakah foto pernikahan itu juga harus aku singkirkan?’ batin Ara bertanya kepada dirinya sendiri saat menatap foto besar dirinya dan Wei dalam pakaian pengantin yang saat ini tergantung di dinding kamar.
Hatinya merasa sayang dan tidak rela tapi tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mempertahankan foto tersebut.
Ara tidak mau Wei terus menolak pulang ke rumahnya sendiri hanya karena barang-barang yang berkaitan dengan dirinya masih tertinggal di rumahnya.
“Nyonya, semua sudah dibersihkan,” kata kepala pelayan dengan hormat.
Dia sebenarnya tidak mengerti mengapa nyonyanya menyuruh untuk membersihkan semua hal-hal yang terkait dengan dirinya sendiri.
Melihat koper yang terlihat penuh di tangan sang nyonya dan pakaian yang kosong di lemarinya, kepala pelayan jadi mulai bertanya-tanya di dalam hati tanpa berani mengungkapkannya secara langsung.
Apa sebenarnya yang ingin nyonyanya lakukan? Kemana semua pakaian itu akan dibawa?
Mengapa nyonyanya juga meminta untuk membereskan semua surat-surat dan paspor miliknya?
“Terima kasih,” kata Ara penuh penghargaan.
Jika tanpa bantuan kepala pelayan, mungkin semuanya tidak akan secepat ini bisa dia bereskan.
“Tidak ... sudah menjadi tugasku untuk membantu Nyonya,” kata kepala pelayan sopan.
“Ke depannya kamu tidak perlu membantuku lagi,” kata Ara sambil tersenyum kecut.
“Apa maksud Nyonya?” tanya kepala pelayan bingung.
Apakah nyonya akan memecat dirinya?
“Aku akan pergi jauh ... tolong jaga suamiku baik-baik, jangan sampai dia lupa makan ketika sedang sibuk bekerja.”
“Baik, Nyonya, tapi ... kemana Nyonya akan pergi?” tanya kepala pelayan heran.
“Aku ingin jalan-jalan.”
“Oh ....”
Kepala pelayan paham, mungkin nyonyanya memang memerlukan waktu untuk bersantai dan berlibur sejenak, melupakan semua kesedihan yang telah dihadapinya selama ini.
Ara tahu kepala pelayan salah mengerti akan maksud kepergiannya, tapi dia tidak peduli.
Semalam dia telah memesan tiket untuk penerbangan ke Prancis dan tadi pagi dia juga telah memesan taksi secara online untuk mengantarnya ke bandara.
Dia meletakkan surat cerai yang telah ditandatanganinya di atas meja kerja suaminya. Ada juga cincin kawin yang selama ini dia kenakan di atasnya.
Ara hanya ingin Wei tahu kalau dirinya sudah benar-benar rela untuk melepasnya.
Ara juga sudah menulis surat permintaan maaf kepada suaminya itu atas gangguannya selama ini. Mungkin selama ini kehadirannya benar-benar sangat mengganggu bagi Wei hingga pria itu sama sekali tidak mau lagi tidur di rumahnya sendiri sejak mereka menikah .... Suara klakson mobil membangunkan lamunan Ara. Kepala pelayan dengan sigap membukakan pintu taksi untuk Ara. “Terima Kasih,” kata Ara sambil masuk ke dalam mobil. Ketika pintu mobil ditutup, Ara melihat sekali lagi ke arah rumah yang telah ditinggalinya selama dua tahun ini. Dia seolah ingin mematrinya di dalam hati, betapa banyak kenangan pahit dan air mata yang dialaminya selama tinggal di rumah ini. “Selamat tinggal, Wei ... semoga kamu bahagia,” bisik Ara tanpa suara. Sore harinya .... Wei pulang dan merasa heran ketika melihat keadaan rumah yang tampak sepi. “Tuan ....” Kepala pelayan datang menyapa. “Hmm,” sahut Wei datar. Tanpa banyak bicara Wei langsung naik ke lantai atas. Tadinya dia ingin langsung masuk ke d
Wei hanya diam. Dia bangkit dari tanah dan mengelap darah di sudut bibirnya lalu kembali berjongkok di sisi makam istrinya dengan kepala tertunduk. Tidak ada keinginan dari Wei untuk membalas pukulan Arga ataupun menolak tuduhannyaDia tahu ini semua memang salahnya. Tanpa sengaja dia telah membunuh istrinya sendiri karena sikap dingin dan tidak pedulinya.Dia memang pantas untuk dipukul!Tidak ada air mata mengalir dari matanya ....Bukan berarti Wei tidak bersedih. Semua air matanya sudah terkuras habis sejak kemarin. Sekarang yang Wei rasakan hanyalah kosong dan hampa.Namun, semua itu malah membuat keluarga Ara menjadi semakin marah dan menganggap Wei sangat tidak berperasaan. Mereka mengira Wei merasa senang dan bebas atas kepergian Ara.Tidak ada lagi istri yang tidak diharapkan dan Wei bisa menikah dengan wanita manapun yang dia mau."Wei ... tolong kembalikan anak Mama," kata Eva-mama Ara- dengan air mata yang bercucuran. "Ara anak perempuan Mama satu-satunya ... tolong ..
Tidak ada satupun yang percaya kalau dirinya bukanlah gadis itu sekalipun Paul dan Hanna.'Mungkin ini memang jalan yang diberikan tuhan untukku, agar bisa memulai hidup baru dengan wajah yang baru,' batin Ara pasrah.Ara membayangkan wajah kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarganya saat mendapat kabar kecelakaan pesawat yang melibatkan dirinya saat itu.Tanpa terasa air matanya mulai mengalir deras."Mengapa kamu menangis, Sayang? Harusnya kamu merasa bahagia karena bisa selamat dari kecelakaan itu," kata Paul merasa khawatir melihat air mata Ara yang mengalir begitu derasnya. "Aku sedih memikirkan wajahku, Papa," kata Ara dengan perasaan canggung sambil menghapus air matanya."Jangan sedih sayang, kami janji akan berusaha mengembalikan penampilan terbaikmu seperti sedia kala," kata Hanna sambil memeluk Ara penuh kasih sayang.***Gundukan tanah basah itu selalu bertabur warna warni bunga yang menebarkan bau harum.
Dia ingin tahu bagaimana reaksi Wei saat melihat hasil penyelidikan yang mengarah kepada Rina sebagai dalang di balik ramainya komentar netizen di foto mereka."Ini ... ini tidak mungkin, aku tidak percaya Rina mampu melakukan hal tercela seperti ini," kata Wei merasa tidak percaya kalau apa yang ada ditangannya saat ini adalah sebuah kebenaran."Sialan! Jadi kamu pikir kita semua yang bohong dan wanita itu yang benar?" tanya Arga marah."Bukan ... bukan begitu maksudku," bantah Wei cepat."Mau sampai kapan kamu terus membelanya? Jangan kamu kira aku tidak tahu kalau sebelumnya kamu pernah menyatakan cinta pada wanita itu dan ditolak! Kamu masih terobsesi padanya, 'kan?" tanya Arga sambil menyipitkan mata tidak bisa menyembunyikan kemarahannya."Tidak! Aku malah bersyukur dia telah menolak ku karena belakangan aku baru tahu kalau wanita yang aku cintai sebenarnya adalah Ara, bukan dia," jawab Wei tegas."Apa gunanya kamu mengetahui kalau kamu mencintai Ara di saat adikku itu sudah per
Ara menggelengkan kepalanya dan tersenyum sedih. 'Dia tidak mungkin sedih, aku rasa dia malah bahagia mendengar berita itu karena dia jadi lebih leluasa untuk menikahi kekasihnya,' batin Ara lagi dengan hati yang berdenyut sakit hingga membuatnya tanpa sadar mengerutkan kening."Ada apa? Mengapa wajahmu tiba-tiba terlihat sedih?" tanya Luke perhatian.Dia menyadari perubahan suasana hati Ara dari wajahnya yang tiba-tiba menjadi sangat sedih dan tertekan. Luke tidak mengerti kesedihan apa yang bisa dirasakan oleh gadis secantik Ara? Dia memiliki segalanya dan orang tua yang sangat menyayanginya.'Apakah dia sedih karena orang tuanya sibuk dan tidak bisa menungguinya di sini?' batin Luke menerka-nerka.Mendengar pertanyaan Luke, Ara segera menepiskan bayangan Wei dari pikirannya."Tidak apa, aku hanya sedang teringat pada seseorang," kata Ara sambil menghela napas panjang."Siapa? Apakah kekasihmu?" tanya Luke ingin tahu."Bukan. Aku memang mencintainya, tapi dia tidak mencintaiku," ka
Dia benar-benar ingin bebas dari jeratan keluarga bangsawan ini. Berbagai acara yang dihadirinya dalam waktu satu bulan ini benar-benar membuatnya lelah. Ara bukan tipe orang yang bisa mengenakan topeng kapan saja di wajahnya agar tetap terlihat lemah lembut dan sopan sebagaimana perilaku para bangsawan pada umumnya. Dia terbiasa bersikap bebas dan apa adanya sejak kecil. Apalagi dia dikelilingi oleh kakak laki-lakinya dan Wei yang selalu siap sedia untuk melindunginya kapan dan dimanapun. Di keluarga ini, Ara merasa hidupnya penuh dengan tekanan. Lanara adalah putri yang terlahir dari darah campuran, antara papanya yang bangsawan dan mamanya yang orang biasa saja. Tidak sedikit saudara sepupu yang memandangnya hanya sebelah mata. "Apakah kamu tidak menyukai kehidupan seperti ini?" tanya Paul merasa heran. Bukankah kehidupan mewah dan kelas atas ini banyak menjadi impian para gadis? Mengapa gadis di hadapannya ini malah bersikap tidak peduli dan ingin cepat pergi? "Sejujurnya m
"Di sana pasti sudah malam hari, apakah dia sedang memeluk kekasihnya? Apakah mereka sudah meresmikan hubungan mereka?" gumam Ara tidak dapat menyembunyikan rasa pahitnya.Ara rasa sedih, iri dan cemburu membayangkan wanita lain dalam pelukan Wei, padahal dia sendiri yang sudah menikah dua tahun dengan Wei sama sekali tidak mendapatkan kemewahan seperti itu.Ara merasa kesulitan untuk melepaskan bayangan Wei dari dalam benaknya. Pria itu seperti sudah terpatri di dalam hatinya. Walaupun dia sudah berusaha untuk melupakannya tapi bayangan pria itu selalu menghantui kemanapun dirinya pergi.Suara ponsel membuyarkan lamunannya. Ara menatap layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang meneleponnya saat ini. Ini panggilan dari Luke."Halo?" sapa Ara tanpa semangat."Halo, apa aku mengganggumu dengan telepon ini?" tanya Luke sambil mengerutkan kening.Dia bisa mendengar suara tidak bersemangat gadis yang diteleponnya ketika menyapa dirinya."Tidak, aku hanya sedang banyak pikiran, maafkan a
"Mungkin saja ... siapa yang tahu, tapi aku yakin seratus persen kalau pria itu benar-benar telah jatuh cinta kepada putri kita," jawab Paul penuh keyakinan.Dia juga laki-laki, dia bisa melihat bagaimana tatapan penuh asmara dan memanjakan yang dilemparkan Luke kepada Ara."Semoga saja kali ini putri kita tidak akan dikecewakan lagi seperti sebelumnya," kata Hanna penuh harap."Jangan khawatir, Luke berbeda dengan pria sialan itu," kata Paul sambil menepuk bahu istrinya menenangkan.Lagian Paul pikir Ara bukanlah Lanara, tidak ada trauma atas hubungan masa lalu pada dirinya. Jadi kemungkinan Ara menerima cinta Luke jauh lebih besar dari pada Lanara.Paul tidak tahu kalau trauma Ara akan cinta tidak kurang dari Lanara. Bedanya Lanara dikecewakan oleh kekasihnya, sementara Ara dikecewakan oleh suaminya.Di kafe ...."Bisakah setelah ini kamu mengantar aku belanja?" tanya Ara kepada Luke."Tentu, apa yang ingin kamu beli?""Aku ingin beli baju."Luke mengerutkan kening heran."Apakah La