Share

Bab 5. Kecelakaan Pesawat

Ara juga sudah menulis surat permintaan maaf kepada suaminya itu atas gangguannya selama ini.

Mungkin selama ini kehadirannya benar-benar sangat mengganggu bagi Wei hingga pria itu sama sekali tidak mau lagi tidur di rumahnya sendiri sejak mereka menikah ....

Suara klakson mobil membangunkan lamunan Ara.

Kepala pelayan dengan sigap membukakan pintu taksi untuk Ara.

“Terima Kasih,” kata Ara sambil masuk ke dalam mobil.

Ketika pintu mobil ditutup, Ara melihat sekali lagi ke arah rumah yang telah ditinggalinya selama dua tahun ini.

Dia seolah ingin mematrinya di dalam hati, betapa banyak kenangan pahit dan air mata yang dialaminya selama tinggal di rumah ini.

“Selamat tinggal, Wei ... semoga kamu bahagia,” bisik Ara tanpa suara.

Sore harinya ....

Wei pulang dan merasa heran ketika melihat keadaan rumah yang tampak sepi.

“Tuan ....”

Kepala pelayan datang menyapa.

“Hmm,” sahut Wei datar.

Tanpa banyak bicara Wei langsung naik ke lantai atas. Tadinya dia ingin langsung masuk ke dalam kamarnya seperti biasa. Namun, keheningan dari kamar milik Ara membuatnya mengerutkan alis dan merasa heran.

“Aneh sekali, bukankah biasanya dia akan membuat sedikit kegaduhan ketika sedang ada di mana saja?” gumam Wei bingung.

Tanpa sadar Wei melangkah mendekati kamar Ara dan mengetuknya perlahan.

Setelah lama tidak ada jawaban, Wei mulai membuka pintu dan masuk ke dalam kamar istrinya.

Dia tercengang ketika mendapati kamar istrinya yang begitu kosong dan bersih.

Dimana barang-barang milik Ara yang biasanya bertebaran di dalam kamar?

Foto pernikahan mereka juga Wei lihat sudah tidak lagi tergantung di dinding kamar.

Dengan cemas Wei membuka lemari pakaian Ara. Sesuai perkiraan, di sana dia juga melihat tidak ada satupun pakaian yang tersisa.

“Dia kabur?” gumam Wei merasa tidak percaya pada pemikirannya sendiri.

“Tuan ... ada surat di ruang kerja Tuan dari Nyonya,” kata kepala pelayan dari luar kamar.

Dia tahu tuannya pasti terkejut melihat semua barang milik istrinya menghilang tanpa bekas.

“Surat?”

“Ya.”

“Dia pergi?”

“Ya.”

“Kemana?”

“Nyonya tidak bilang, tapi mungkin surat di ruang kerja Tuan bisa menjelaskan tentang kepergiannya,” kata kepala pelayan sambil menundukkan kepalanya.

Dia telah melihat surat cerai dan cincin kawin itu. Jujur dia sangat menyayangkan jika tuan dan nyonyanya sampai bercerai.

Dalam pandangannya, keduanya adalah pasangan yang sangat cocok dan serasi jika saja sikap tuannya tidak berubah menjadi dingin dan tidak berperasaan.

Kepala pelayan telah melihat bagaimana pandangan nyonyanya menjadi redup dan sedih saat melihat suaminya ada di berita dan menunjukkan kedekatannya dengan sang sekretaris yang merupakan teman satu kampusnya.

Wei yang mendengar Ara meninggalkan sebuah surat, langsung keluar dari kamar Ara dan bergegas menuju ruang kerjanya.

Perlahan Wei menghampiri meja kerjanya ....

Dia mengambil surat itu dan tertegun ketika melihat surat lain yang ada di bawah surat yang saat ini sedang dipegangnya.

Itu surat cerai yang sudah ditandatangani oleh istrinya!

Dengan tangan gemetar Wei mengambil surat cerai tersebut dan terkejut ketika melihat sebuah cincin yang jatuh dari atas meja ke lantai.

Itu cincin kawin Ara!

Wei memungut cincin tersebut dan terduduk lemas di kursi kerjanya. Dia benar-benar tidak percaya kalau Ara akan mengambil jalan perceraian seperti ini setelah menghadapi sikap dinginnya.

Padahal bukan ini yang Wei inginkan. Mengapa Ara tidak mengerti maksud hatinya?

“Aku sungguh tidak menginginkan akhir yang seperti ini. Ara ... sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu!” kata Wei sambil merobek surat perceraian di tangannya hingga menjadi serpihan kecil.

Wei ingin mengejar Ara ke bandara, tapi dia tahu itu sudah tidak mungkin.

Di penerbangan pesawat Indonesia menuju Prancis ....

“Halo, namaku Lanara, apakah kamu asli Indonesia?” tanya Lana ramah.

“Ya aku asli Indonesia. Namaku Ara Laksmi Damayanti. Kamu bisa memanggilku Ara,” jawab Ara tidak kalah ramah.

“Ara? ... hei! Nama panggilanku di rumah juga Ara!”

“Benarkah?”

“Iya ... coba kamu lihat kalungku ini. Di depan liontinnya bertulis Lana tapi di belakangnya ada tulisan Ara. Ini liontin yang bisa dipakai depan belakang.”

Lana menunjukkan kalung yang awalnya sedang dia pakai dan menyerahkannya kepada Ara untuk dilihat.

Ara memegang kalung Lana dan melihatnya bolak balik. Memang benar ada tulisan Ara di belakang tulisan Lana yang dihiasi dengan ukiran bunga.

Namun ... perhatian Ara pada kalung itu terpecah ketika dia merasakan badan pesawat mulai bergetar dan berguncang keras.

Ara menatap sekelilingnya yang tampak panik, bahkan Lana pun mulai ikut menangis ketakutan.

‘Apa ini? Apakah pesawat ini akan mengalami kecelakaan?’ tanya Ara dalam hati. “Aku hanya berniat liburan untuk mengobati hatiku yang terluka, siapa sangka aku malah akan dihadapkan pada kematian ...,” gumam Ara sedih.

Dia memejamkan matanya. Ada setetes bening bergulir di pipinya.

‘Apakah ini hukuman karena telah memisahkan sepasang kekasih yang saling mencinta? Mungkin ini memang jalan yang terbaik untukku dan juga Wei. Kami tidak lagi harus saling bertemu selamanya ...,’ batin Ara antara puas dan sedih.

Yah ... satu sisi Ara merasa puas karena tidak perlu lagi merasakan sakit akibat patah hati dan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Namun, di sisi lain, Ara juga sedih karena tidak lagi bisa berjumpa dengan orang-orang terkasihnya di dunia ini termasuk Wei.

Berita kecelakaan pesawat yang ditumpangi Ara benar-benar membuat terkejut orang-orang terdekatnya, termasuk Wei.

Wei sampai pingsan ketika pertama kali mendengar berita kematian Ara dalam kecelakaan pesawat menuju Prancis itu.

Dia benar-benar tidak percaya istri kecilnya telah pergi ....

Padahal, Wei telah berniat untuk memperbaiki hubungan mereka.

Tapi kenapa Ara pergi meninggalkannya sendiri?

Apakah ini hukuman Tuhan karena sikap jahatnya kepada Ara selama ini?

Keluarga Ara menolak identifikasi karena merasa tidak tega untuk membiarkan jenazah orang kesayangan mereka yang tidak lagi berbentuk, berlama-lama teronggok di rumah sakit.

Ketika acara pemakaman, Wei hampir dipukuli oleh kakak laki-laki Ara yang merasa tidak terima adiknya meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Dia merasa ini semua salah Wei!

Jika Wei tetap bersikap baik kepada Ara, apakah mungkin Ara akan terbang ke Prancis dan mengalami kecelakaan pesawat?

Keluarga Ara benar-benar menyesal telah menjodohkan anak perempuan kesayangan mereka dengan Wei.

Kalau saja mereka tahu Wei akan menyia-nyiakan Ara dan membuatnya menderita setelah menikahinya ....

“Sialan kamu Wei, jika kamu tidak mencintainya mengapa kamu menerima perjodohan itu?” tanya Arga -kakak Ara- geram.

Dia mendekati tempat Wei berjongkok dan menarik kerah bajunya hingga Wei berdiri dan terhuyung.

“Mengapa kamu memberikan harapan palsu pada adikku? Mengapa kamu membuatnya jatuh cinta lalu mencampakkannya? Mengapa?!” bentak Arga lagi sambil meluncurkan tinjunya ke arah Wei.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status