Share

Bab 3. Tidak Berperasaan

Ara masih bisa berpura-pura baik-baik saja ketika melihat sikap dingin Wei saat mereka sedang berdua. Tapi apakah dia bisa tetap seperti itu jika Wei menunjukkan sikap yang sama di hadapan orang lain?

Tapi ... walaupun takut, Ara benar-benar penasaran dan ingin memastikan bagaimana sikap Wei kepadanya ketika sedang di hadapan orang lain.

Sejak menikah mereka tidak pernah jalan bareng atau ada di tempat yang sama dalam suatu kesempatan. Jadi Ara benar-benar tidak tahu bagaimana Wei akan memperlakukannya ketika di depan orang lain.

“Baiklah ... aku akan ke sana,” kata Ara pada akhirnya.

Dia memang takut, tapi rasa ingin tahu yang lebih besar membuatnya tidak dapat menahan keinginan untuk datang ke tempat Wei dan sekretarisnya berada saat ini.

“Bagus, aku tunggu di depan KTV, jangan lama-lama,” kata Lita lega.

Tidak lama kemudian Ara sudah ada di KTV tersebut dan diantar Lita masuk ke dalam.

Pada saat yang sama Wei dan Rina baru saja keluar dari kotak KTV bersama teman mereka yang lain karena ingin makan malam di restoran yang telah mereka sepakati.

Seorang pelayan yang membawa tempat makan kosong dari kotak seberang tanpa sengaja menabrak Rina.

“Akh!” pekik Rina merasa ngeri ketika melihat lantai semakin dekat dengan wajahnya.

Wei dengan cepat menangkap pinggang Rina agar sekretarisnya itu tidak sampai jatuh ke lantai. Pada saat itulah Ara sampai di tempat yang sama.

Wei terkejut melihat kehadiran Ara di tempat itu. Namun, dengan cepat sikapnya kembali menjadi dingin dan acuh tak acuh.

Dia melepaskan Rina dan mengikuti teman-temannya yang lain berjalan ke luar.

“Tunggu ... apakah kamu tidak ingin menjelaskan sesuatu kepadaku?” tanya Ara sambil menangkap tangan suaminya dan menatapnya dengan tatapan terluka.

“Apa yang harus aku jelaskan?” tanya Wei dingin dan acuh tak acuh.

“Kamu ...,” Ara benar-benar tidak tahu lagi harus berkata apa melihat sikap suaminya saat ini.

Apakah Wei sama sekali tidak merasa bersalah kepadanya?

“Wei ... ayo, yang lain sudah menunggu,” kata Rina ketika menyadari Wei berhenti mengikuti rombongan mereka.

“Oke,” kata Wei sambil melepaskan tangannya dari Ara dan berjalan keluar bersama Rina.

Ara menatap kepergian suaminya dengan air mata yang tergenang. Mati-matian dia menahan agar air matanya tidak sampai tumpah setelah melihat sikap Wei yang begitu tidak Berperasaan.

Sementara itu, Lita yang ada di samping Ara benar-benar merasa geram melihat sikap Wei kepada Ara saat ini, tapi Lita juga tahu tidak mungkin bagi dirinya untuk ikut campur terlalu jauh pada permasalahan rumah tangga orang lain sekalipun itu adalah sahabatnya sendiri.

Rina tersenyum penuh kemenangan ketika melihat sikap dingin Wei kepada Ara.

Jadi bagaimana kalau mereka sudah menikah? Pria pujaannya ini jelas-jelas tidak memiliki perasaan sedikitpun kepada istri kecilnya itu.

“Apakah tidak masalah jika kamu bersikap seperti itu kepada istrimu?” tanya Rina pura-pura prihatin.

Wei cemberut, sebenarnya dia juga tidak ingin menyakiti Ara tapi Wei ingin istrinya itu sadar kalau pernikahan yang diatur seperti ini benar-benar sangat tidak menyenangkan.

“Tidak,” kata Wei tegas.

“Kamu tidak takut dia akan marah?”

“Dia tidak akan!” Sahut Wei yakin.

Rina mengangkat alis tidak percaya mendengar kata-kata Wei.

Bukankah istri manapun akan meledak ketika melihat suaminya jalan dengan wanita lain dan mengabaikan mereka ketika berpapasan?

“Aku mengenalnya sejak kecil, jadi aku tahu sikapnya akan berbeda dari wanita lain ketika sedang menghadapi situasi seperti ini,” kata Wei lagi seolah tahu apa yang saat ini sedang Rina pikirkan.

Rina hanya tersenyum kecut ketika mendengar pembelaan Wei atas istrinya.

Setelah kejadian itu Wei benar-benar tidak lagi pulang ke rumah dan Ara sama sekali tidak mencoba untuk mencarinya.

Ara telah bertekad di dalam hatinya, jika Wei masih bersikap sama pada hari yang ditentukan, maka Ara bersedia untuk melepaskannya.

Dia akan pergi jauh dari kehidupan Wei dan berusaha melupakan semua rasa sakitnya.

“Hanya tinggal sebentar lagi ... cobalah untuk bersabar, Ara,” gumam Ara seolah menyemangati dirinya sendiri.

Pada hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke dua, Ara membuat kue tart dan menyiapkan makan malam istimewa seperti yang dilakukannya pada malam ulang tahun pernikahan pertama mereka.

Ara juga mengirim pesan kepada Wei agar suaminya itu mau meluangkan waktu untuk merayakan hari pernikahan mereka.

Namun, seperti tahun sebelumnya, malam hari ini Wei juga tidak pulang ke rumah dan menolak panggilan dari Ara yang ingin mengingatkan tentang hari ulang tahun pernikahan mereka.

Dalam remang cahaya lilin yang berpendar, Ara menangkupkan kedua tangannya dan menaruhnya di bawah dagu.

Berkali-kali dia melihat ke arah jam di dinding dan menghela napas panjang.

“Sepertinya dia tidak akan datang,” gumam Ara sambil tersenyum pahit.

Melihat lilin yang hampir habis, Ara memotong kue ulang tahun dan menaruhnya ke samping.

“Selamat ulang tahun pernikahan Wei, maafkan jika aku bukanlah istri yang menyenangkan untukmu,” kata Ara dengan air mata berlinang.

Kemudian Ara kembali memotong kue ulang tahun dan memakannya perlahan dengan air mata yang terus bercucuran.

Ini adalah kue ulang tahun terakhir dari pernikahannya dengan Wei. Ke depannya mereka tidak akan menjadi suami istri lagi.

Walau berat, demi kebahagiaan Wei, Ara memilih untuk mengalah dan melepaskan suaminya itu agar dia bisa menikah dengan wanita yang diinginkannya.

Sementara itu Wei yang telah menolak panggilan dari Ara hanya membaca pesannya sekilas.

Dia tahu hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang kedua. Tapi Wei tidak bisa pulang karena ada beberapa pekerjaan dan pertemuan penting yang harus diselesaikannya.

“Apakah Kamu sudah siap?” tanya Wei kepada Rina ketika dia keluar dari kantornya.

“Sudah ... apakah aku perlu berganti pakaian?” tanya Rina ragu.

“Tidak perlu ... sebelum ke sana kita akan mampir ke butik dan salon kenalanku.”

Rina hanya mengangguk dan mengikuti Wei keluar dari perusahaan dan pergi dengan mobil mewah keluaran terbaru milik Wei.

Ketika sampai di butik, Rina mulai memilih pakaian yang dianggapnya paling bagus dan sesuai untuk dipakai ke acara perjamuan yang akan dihadirinya bersama Wei.

Dia tersenyum menghadap ke cermin.

Rina merasa yakin penampilannya kali ini pasti akan bisa memuaskan mata Wei.

“Bagaimana? Apakah pakaian ini bagus?” tanya Rina kepada Wei ketika ia keluar dari ruang ganti.

Wei menatap Rina kosong.

Dia membayangkan alangkah bagusnya jika gaun ini dipakai oleh Ara.

Bentuk tubuh Ara jauh lebih mempesona dari pada Rina.

“Lumayan,” sahut Wei acuh tak acuh.

Rina mengerutkan bibir ketika mendengar kata-kata dan sikap Wei yang acuh tak acuh saat melihat penampilannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status