Share

3. Kembali Ke Rumah

Author: Lapini
last update Last Updated: 2024-10-17 22:21:27

Azizah menatap Darino yang mencekal tangannya saat ingin masuk ke dalam mobil setelah mengantar Arlin pergi ke sekolah. Hatinya masih dipenuhi dengan amarah dan kekecewaan. Suara burung berkicau di pagi hari terasa kontras dengan gejolak emosional yang ia rasakan.

"Sayang, tolong dengarkan aku," suara Darino penuh dengan permohonan, matanya mencari-cari tatapan Azizah. "Aku bisa menjelaskan semua ini. Semua ini hanya kesalahpahaman."

Azizah menarik tangannya dengan gerakan cepat, menghindari sentuhan suaminya. "Kesalahpahaman? Kamu sudah memiliki buktinya?" katanya dengan nada suara yang mencoba tetap tenang, namun jelas mengandung kemarahan yang tertahan.

Darino menghela napas, jelas merasa frustasi tetapi tidak mau menyerah. "Izinkan aku membuktikan bahwa ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Tolong, aku hanya ingin kamu kembali ke rumah."

Azizah menggelengkan kepala, matanya penuh dengan kebingungan dan sakit hati. "Aku butuh waktu untuk sendiri, Darino. Mama juga tidak mengizinkanku untuk kembali sekarang karena..." Azizah berhenti sejenak, menatap Darino dengan mata yang mulai berlinang. "Karena aku sedang hamil."

Darino terkejut, bibirnya sedikit terbuka tanpa suara keluar. "Hamil? Sayang, kenapa kamu tidak memberitahuku?"

"Bagaimana aku bisa memberitahumu dengan semua ini terjadi?" Suara Azizah terdengar lirih namun penuh dengan kepedihan, "Aku butuh waktu untuk berpikir. Aku harus menjaga diri dan bayi ini."

Darino terdiam sejenak, matanya penuh dengan keputusasaan dan rasa bersalah. "Azizah, aku mohon, biarkan aku ada di sampingmu. Aku ingin memperbaiki semua ini."

Namun, Azizah menggeleng lagi, lebih tegas kali ini. "Aku tidak bisa, Mas. Setidaknya untuk sekarang. Biarkan aku tenang di rumah orang tuaku."

Azizah masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia menghindari tatapan Darino, air mata menggenang di pelupuk matanya. Saat mobil mulai bergerak, perasaannya semakin berat, namun ia tahu bahwa ini adalah yang terbaik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Azizah menyeka air mata yang mulai mengalir, berusaha fokus menyetir. Di dalam mobil, suara musik yang lembut mencoba menenangkan hatinya, namun pikirannya terus berkecamuk. Bayangan wajah Darino yang penuh dengan kesedihan dan penyesalan menghantui pikirannya.

Saat sampai di rumah orangtuanya, mommynya menyambut dengan kehangatan. "Azizah, kenapa? Apa terjadi sesuatu?" katanya sambil merangkul Azizah yang terlihat lelah dan emosional.

Azizah memeluk ibunya erat-erat, merasakan rasa aman yang sudah lama tidak ia rasakan. "Mom, aku harus bagaimana? Tadi aku bertemu dengan Mas Darino," katanya dengan suara bergetar.

"Lalu apa yang dikatakan oleh suamimu itu?" balas Mommy sambil mengusap punggung Azizah dengan lembut.

Di kamar yang dulu ia tempati semasa remaja, Azizah duduk di tepi ranjang, memandangi jendela yang menghadap ke taman. Kenangan masa kecilnya berputar di kepalanya, sementara pikirannya terus berusaha mencari jawaban atas masalah yang dihadapinya. 

Mommy duduk disebelaH Azizah, menggenggam tangan putrinya. "Azizah, semua akan baik-baik saja. Percayalah pada nalurimu dan beri waktu pada dirimu sendiri. Kami ada di sini untukmu."

Azizah mengangguk, mengambil cangkir teh yang diberikan oleh mommynya dan merasakan kehangatan yang menenangkan dari minuman tersebut. "Terima kasih, Mom. Aku hanya butuh waktu untuk mengatasi ini semua."

*

Darino berdiri kaku, wajahnya datar menatap perempuan yang berdiri di depannya. Carisa tersenyum lebar, dengan tangan yang diangkat ke udara seolah menyambut pertemuan ini dengan antusiasme yang berlebihan. Namun, Darino tidak menyukai kehadiran Carisa yang sekarang semakin mendekat kepadanya, membuat jarak di antara mereka hampir tak ada.

"Darino, apa yang sedang terjadi? Kamu terlihat sangat tertekan," suara Carisa terdengar manis, namun ada nada manipulatif yang tersirat. "Kalau ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan, aku selalu ada untukmu, kamu tahu itu."

Darino menarik napas dalam, berusaha menenangkan gejolak dalam dirinya. "Carisa, ini bukan waktu yang tepat," katanya dengan suara yang tegas namun terkendali. "Aku tidak ingin membicarakannya."

Wajah Carisa sedikit berubah, senyumnya memudar meskipun tetap ada sisa keangkuhan di sana. "Ayolah, Darino. Kita sudah lama saling mengenal. Kamu bisa mempercayaiku," katanya sambil mencoba meraih tangannya.

Namun, Darino dengan cepat menarik tangannya, menghindari sentuhan Carisa. "Tidak, Carisa. Aku tidak butuh bantuanmu. Tolong, tinggalkan aku sendiri."

Mata Carisa menyipit, kilatan kemarahan tampak sejenak di wajahnya sebelum ia berhasil menutupinya dengan senyuman paksa. 

"Baiklah, Darino. Tapi ingat, pintu selalu terbuka jika kamu berubah pikiran," katanya dengan nada yang nyaris mengancam, sebelum berbalik dan berjalan pergi dengan geram.

Darino menghela napas panjang, merasa lega meski tahu bahwa masalahnya belum selesai. Ia menatap langit, membiarkan udara sejuk menerpa wajahnya, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi tantangan berikutnya tanpa campur tangan dari masa lalu yang tidak ingin ia hidupi kembali.

Langkah Carisa yang kian menjauh seolah memberi ruang bagi Darino untuk memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

Sesampainya di rumah, Darino duduk di sofa dengan pikiran yang berkelindan. Ia teringat kembali bagaimana tatapan penuh curiga Azizah saat menemukan pulpen merah di sakunya. Hatinya berdebar, mengetahui bahwa kepercayaan Azizah padanya kini tergoyah.

Dengan tekad baru, Darino mengambil ponsel miliknya,lalu menulis pesan singkat kepada Azizah. "Sayang, aku tahu kamu butuh waktu. Tapi aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku mencintaimu dan aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan ini."

*

Seorang wanita mengenakan pakaian serba merah mendekat kepada Darino yang duduk disebuah kursi kayu dengan tubuh yang diikat oleh seutas tali. Cahaya yang terlalu terang membuat Darino tidak bisa melihat secara jelas wajah wanita itu.

Suara heels yang menggemas di ruangan ini semakin mendekat dan semakin nyata di telinga Darino. Pria itu menajamkan indra penglihatannya. Semakin lama semakin dekat sehingga Darino bisa melihat wajah wanita itu.

“Azizah?”

Azizah menyeringai dengan kedua tangan yang terlipat di dada, ia berdiri dua langkah dari posisi Darino. “Ya ini aku.”

Darino menggerakkan tubuh dan tangannya, lalu menggeram karena ikatan tali itu sangat kencang. Ia menaikkan pandangannya, menatap istrinya yang menyungging smirk smile sehingga membuatnya mengerjapkan mata sejenak.

“Ini ada apa? Kenapa aku diikat seperti ini?” ucap Darino dengan tatapan bingung menatap Azizah yang bergumam. “Bukankah kita sedang baik-baik saja?”

Azizah menaikkan sebelah alis, “Kamu berduaan sama Carisa di hotel. Itu yang kamu sebut kita baik-baik saja?” tutunya dengan nada rendah. Ia membungkuk, mencengkram rahang pria dihadapannya dengan sedikit penekanan.

“Aku mau kita cerai.”

Azizah mengatakannya dengan tegas, ia melepaskan cengkramannya pada rahang Darino dan melangkah mundur. Sementara itu Darino menggeleng-gelengkan kepala, menatap tidak percaya wanitanya yang menjauh dan menghilang bersama dengan bayangan pria lain yang merangkul mesra Azizah.

“TIDAK, AZIZAHH! KAMU HANYA UNTUKKU, SELAMANYA! SIALANNN!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   106. Kesepakatan Mereka

    Fernandra tersenyum manis menatap sosok wanita yang sudah ia tunggu satu jam yang lalu. Azizah, wanita itu datang seorang diri ke sebuah restaurant yang lokasinya dibagikan oleh Fernandra.Setibanya di restaurant, Azizah seperti seseorang yang terkena hipnotis. Hanya diam tanpa bersuara, bahkan ia lupa akan tujuannya bertemu dengan Fernandra saat ini.Fernandra menaikkan sebelah alisnya, “Azizah … kamu baik-baik saja, kan? Tidak ada halangan selama perjalanan?” tanyanya penuh khawatir.“Ya ….” Azizah tersadar, lantas berdeham lalu menegakkan tubuhnya. Fokusnya terkunci hanya kepada Fernandra yang duduk berhadapan dengannya dengan gaya santai, dan bisa dilihat dari pakaian pria itu, sangat formal. Sudah jelas, Fernandra belum kembali ke rumah.“Kamu tahu di kampus tempat suamiku mengajar itu ada masalah?” tanyanya to the point, mengingat tidak ada waktu untuk basa-basi. “Aku rasa, kamu tahu tentang itu,” imbuhnya karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari pria yang sedang bersamanya s

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   105. Lagi-Lagi Fernandra Memiliki Rencana

    Azizah mengirim pesan kepada Fernandra, mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu sebelum suaminya bertemu dengan Fernandra nanti malam. Ia tidak tenang dihantui oleh rasa penasarannya tentang kecurangan di salah satu universitas tempat suaminya mengajar.Tidak butuh waktu lama, Azizah mendapatkan balasan dari Fernandra, masalalunya itu mengirimkan lokasi sebuah restaurant yang letaknya cukup jauh dari rumahnya saat ini. Lebih tepatnya, restauran terdekat dari rumah Fernandra.Wanita itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 11:00, menggigit bibir bawahnya dan berfikir ulang. Haruskah ia pergi sekarang disaat Darino sedang menjemput Arlin? Sedangkan waktunya sangat mepet.“Tidak, bukan sekarang. Nanti aku hubungi,” monolognya dengan jari lentik yang menari pada layar ponsel yang menampilkan room chat antara dirinya dan Fernandra yang sedang online.Azizah benar-benar menunggu balasan Fernandra, karena ia memanfaatkan waktu yang ada. Fernandra bukan pria yang banyak waktu luang, jadi

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   104. Darino & Fernandra Janji Ketemu

    Beberapa hari kemudian ….Darino menghela nafas setibanya di rumah. Ia menyandarkan kepala pada sandaran sofa dengan kedua mata yang terpejam. Hanya beberapa detik, karena merasakan sofa yang ada di sisinya bergerak.Ketika pria itu membuka kedua mata, terlihat sosok perempuan yang tersenyum manis kepadanya. Darino menegakkan tubuhnya, membalas senyuman sang istri.“Tidak bilang kalau pulang cepat?” tanya Azizah dengan wajah bingung, tetapi masih tetap mempertahankan senyumannya, karena ia tahu mood suaminya sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari ekspresi wajah sang suami yang murung, dan tidak cerah seperti biasanya.“Ada masalah sedikit tadi di kampus, jadinya semua dosen dan mahasiswanya dipulangkan,” jelas Darino, menatap Azizah dengan tangannya yang mengusap punggung tang sang istri.Azizah bergeming, mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh suaminya. Berusaha untuk menerka-nerka, masalah apa yang sedang terjadi di sebuah universitas sehingga mengharuskan dosen dan maha

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   103. Barang Pemberian Fernandra

    Azizah terdiam, menatap barang-barang yang berada di bagasi mobilnya. Ia benar-benar membawa barang-barang tersebut ke rumah orangtuanya, karena Fernandra memaksa dan mengancamnya. Tidak ada pilihan lain selain meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Fernandra, daripada merusak suasana atau memperburuk keadaan.“Maaf ….” gumamnya penuh penyesalan, menunduk dan mencengkram kuat kardus tersebut. Tanpa disadari olehnya, air matanya turun membasahi pipi. Seketika saat itu juga ia tersadar, lalu mengangkat kardus itu masuk ke dalam rumah lewat pintu samping.“Sayang … kok ke sini?”Azizah mengulas senyumnya saat berpapasan dengan mommynya di ruang tengah, “Ada barang yang harus aku taruh di gudang, Mom.” Atensinya melirik kardus yang berada dalam dekapannya, sehingga membuat mommynya mengikuti lirikannya.Mommy menaikkan sebelah alisnya, kembali menatap Azizah yang tersenyum lalu meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah katapun. Rasa penasarannya tinggi, membuatnya mengikuti langkah putrinya

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   102. Pertemuan Azizah & Fernandra

    Fernandra tersenyum lebar menyambut kedatangan Azizah, walaupun ia sangat tahu wanitanya itu datang dengan perasaan yang marah, karena melihat wajah Azizah yang memerah. Tetapi itu bukan masalah untuknya.“Mau kamu apa sih?!”Fernandra bergumam pelan, sedikit membungkukkan punggungnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Azizah yang menatap tajam kepadanya. “Kalau aku bilang, memangnya kamu akan memberikannya?” tanyanya dengan nada lembut, tersenyum penuh arti kepada Azizah.Azizah berdecak kesal, melipat kedua tangannya di depan dada. “Kamu ingin bermain-main denganku?” tanyanya penuh penekanan. Tidak ada raut wajah takut disaat tidak ada orang lain disekitarnya.“No. Aku sedang berusaha,” balas Fernandra, menaikkan dagu Azizah dengan jari telunjuknya. Ia menelisik wajah Azizah, lalu tersenyum dan kembali berkata, “Mengambil kembali yang seharusnya milikku.”Azizah menepisnya, membuat Fernandra terkekeh dan menegakkan kembali punggung pria itu. Ia bedecih, “Kamu belum sembuh, Nandra.

  • Kebangkitan Istri Yang Lemah   101. "My Sunshine"

    Azizah membuka pintu rawat yang tidak ada penjaganya. Lorong kosong, membuat keningnya mengkerut dan kedua alisnya bertaut. Sudah dicurigai olehnya bahwa telah terjadi sesuatu, dan kecurigaannya bertambah saat masuk ke dalam ruang rawat VIP, tidak menemukan Carisa di brankar.“Di kamar mandi, mungkin,” ucap Darino, berusaha untuk memberikan positif viber terhadap istrinya yang sudah berfikiran negatif.“Fernandra … kamu yakin dia ada di rumahnya?” tanya Azizah, menatap suaminya yang menganggukkan kepala, lantas memberikan ponsel miliknya. Tanpa pikir panjang, ia mengotak-ngatik ponselnya dan terhenti pada roomchat Fernandra.Tanpa pikir panjang, wanita itu menekan icon ‘panggilan suara’, seketika membuat Darino melebarkan kedua mata. Pria itu telat melarang Azizah untuk tidak menghubungi Fernandra. Dan yang bisa dilakukan oleh Darino hanya terdiam, diam-diam menghela nafasnya perlahan dengan kedua kaki yang menyisir setiap sudut ruang rawat ini.“Carisa hilang,” ucap Azizah setelah pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status