Share

Kebangkitan Kembali Sang Legenda Perang
Kebangkitan Kembali Sang Legenda Perang
Penulis: Cristi Rottie

Diburu!

Sekumpulan pemuda berlarian penuh semangat menuju ke dalam hutan seolah sedang mengikuti lomba berburu. Beberapa di antara mereka bahkan tertawa sambil mengucapkan buruan kali ini sangat istimewa.

"Arah sana! Kita bisa mendapatkannya!"

Berbeda dengan kebahagiaan mereka, Wang Songrui–yang menjadi incaran–harus berlari meski terkatung-katung.

Lelaki itu tidak sempat memedulikan lagi penampilannya yang acak-acakkan atau luka di tubuhnya terus melebar.

Sudah beberapa hari ini dia diburu oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia kependekaran setelah dituduh membunuh sang guru. Ketika Songrui mencoba mencari bukti dengan dukungan teman seperguruannya, dia justru mengetahui perempuan itu  tiba-tiba menjadi selir raja.

Dia tidak tahu bahwa di istana sedang diadakan ritual malam pertama saat berusaha menemui temannya. Seketika, ia kembali dituduh mengacaukan malam pertama Raja.

Semua menjadi kacau.

Bahkan, Songrui kini dinyatakan sebagai penjahat besar. Warga Ibu kota pun menolak Songrui, hingga ia tak bisa makan dan minum di sana.

"Jangan ada yang membantunya!" kata salah seorang penduduk ketika Songrui mencoba keberuntungannya meminta air karena ia merasa sangat kehausan.

Songrui lantas memutuskan untuk menjauhi pemukiman dan hidup di hutan. Namun, siapa sangka ia tetap dikejar, seperti ini?

Tak lama, Songrui berhenti.

Tenaganya sudah habis. Ia pun menyandarkan tubuhnya pada batang pohon besar sembari mengatur pernapasan. Tak lupa, ia menekan bahu yang tak berhenti mengeluarkan darah. 

Dalam keheningan, bunyi ranting kering dan dedaunan mendesak lelaki yang tengah sekarat itu untuk melanjutkan pelariannya.

Namun, baru saja ia melangkah, dia harus terhenti karena beberapa pemuda yang mengejarnya muncul di berbagai arah.

Mereka mengelilingi, bahkan menyudutkan Songrui ke tengah-tengah lingkaran.

“Lihatlah dirimu sekarang, Wang Songrui! Kau menjijikkan! Manusia tak tahu balas budi, sepertimu seharusnya tidak pernah ada di dunia ini!”

“Kau pikir siapa dirimu tanpa didikan gurumu. Tapi, kau malah membunuhnya?”

“Lalu, kau masih berani mengacaukan ritual pernikahan raja dengan selirnya?!”

Perkataan berantai dari murid-murid membuat Wang Songrui tertawa bodoh.

Meski raut wajah begitu pucat, tapi sorot mata begitu tajam, menunjukkan dendam dan kebencian mendalam saat mendengarkan semua perkataan mereka. Hal itu jelas membuat pemuda-pemuda itu kesal.

“Kau masih bisa tertawa!?” Salah seorang murid dari arah belakang lantas menendang Wang Songrui, hingga ia jatuh ke tanah.

“Uhuk!” Songrui kembali terbatuk dan mengeluarkan darah.

Melihat itu, mereka pun tersenyum.

“Yow! Bukankah kau dikatakan sebagai pahlawan yang tak pernah berdarah saat melawan musuh?”

Wang Songrui menarik napas dalam, berusaha tenang. Namun, kedua tangannya mengepal kuat di atas tanah.

Dengan segala upaya, dia mencoba bangkit berdiri mengandalkan kedua tangan sebagai tumpuan kekuatan untuk menopang tubuh.

Ketika sudah berhasil, Songrui pun menatap satu per satu murid yang mengelilinya.

“Aku sama sekali tidak mengenal kalian dan tak ada dendam di antara kita. Siapa yang menyuruh kalian?” tanya pria itu akhirnya.

Sayangnya, Songrui lagi-lagi ditertawakan.

“Kau memang tidak mengenal kami, tapi kami sangat mengenalmu! Tidak ada juga yang menyuruh kami. Hanya saja … karena kejahatanmu, dunia persilatan telah tercemar!” ucap pria bertubuh paling pendek di antara mereka.

“Membunuhmu yang sekarang sama seperti menginjak seekor semut! Tapi, kematian terlalu mudah untuk seorang pengkhianat dan pembunuh sepertimu!” tambah yang lain.

Para murid yang mengelilingi Wang Songrui pun mulai mendekat dengan tatapan licik.

Satu per satu dari mereka memulai aksi.

Tubuh Wang Songrui ditendang ke sana ke mari secara bergantian, bagai bola di tengah lapangan.

Meski hendak melawan, tapi Songrui tak bisa berbuat apa-apa. Para pemuda itu malah semakin keras menertawainya.

BUG!

Satu tendangan yang disertai tenaga dalam, akhirnya melemparkan tubuh Wang Songrui, hingga membentur batang pohon besar.

Darah segar terpancar dari mulut Songrui.

Pria itu terbaring di atas tanah dengan mata membulat. Jantungnya sampai berhenti berdetak beberapa detik.

Sayangnya, ketika jantungnya mulai berdetak kembali, sakit yang luar biasa di tulang belakangnya, ia rasakan.

Songrui berusaha menggerakkan tubuhnya, tetapi kedua tangannya justru dicengkeram.

Secara paksa, mereka membuat Wang Songrui berdiri dan bersandar pada batang pohon. Bahkan salah seorang murid memerintahkan untuk mengikatnya.

Dengan napas tersengal-sengal, Wang Songrui mengangkat wajah, menatap murid yang berdiri tegap di depannya. “Aku akan mengingat wajahmu….”

Diliriknya kedua murid di samping lalu arah pandangannya tertuju ke semua murid yang ada, “dan semua wajah kalian! Akan kubalas perbuatan kalian berpuluh-puluh kali lipat!”

“Ha ha ha ….”

Sayangnya, ancaman Songrui malah membuat mereka tertawa.

“Cuih!” Lelaki di depannya meludahi wajah Songrui, “Dengan kemampuanmu yang sekarang, takutnya kau tidak akan hidup sampai besok hari.”

“Wang Songrui, jangan salahkan kami. Salahkan dirimu saja yang tak punya hati! Kami hanya membantu membalaskan dendam gurumu!” tambah yang lain.

Begitu mereka selesai tertawa, seorang pemuda melangkah ke arah Songrui, lalu memperhatikan wajahnya dengan ekspresi serius.

“Harus kuakui, Wang Songrui. Meski sudah sekarat, tapi wajahmu ini….” Perkataannya terhenti. Di detik berikutnya, murid lelaki itu mengeluarkan belati yang terselip di ikat pinggang.

Sorot mata Wang Songrui tertuju ke ujung belati yang mengkilap di keremangan.

Meski dinginnya belati telah menempel di wajah, tapi sedikitpun ekspresi ketakutan tidak terlihat. Hanya tatapan dingin yang ada.

“Karena wajah ini, semua murid gadis di perguruan, bahkan anak gadis para bangsawan tergila-gila padamu. Itu membuat kami kehilangan kesempatan mendapatkan perhatian mereka!”

Perlahan, ujung belati menggaris di wajah Wang Songrui.

Perihnya terasa ketika darah hangat mengalir di pipi hingga ke leher.

Bukan hanya satu sayatan, melainkan beberapa sayatan hingga seluruh wajah Wang Songrui ditutupi oleh darah.

Murid lelaki itu tiba-tiba mendekatkan mulutnya ke telinga lalu berbisik pelan. “Bukan hanya wajahku yang harus kau ingat, Wang Songrui,  tapi namaku. Gaozhi, ingat itu!”

********

"Apa dia sudah mati?"

Samar-samar, Wang Songrui bisa mendengar pertanyaan tersebut meskipun ia sudah tidak sangup mengangkat kepala.

Ia dapat merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Semalam penuh Wang Songrui dipermainkan para murid tersebut.

Ia dipukul, ditendang, diludahi, dan dimaki. Songrui dijadikan tempat latihan dan pelampiasan kemarahan para pemuda tersebut. Mereka baru berhenti ketika Songrui tidak bergerak lagi.

Seorang murid lantas mendekati Songrui dan mendekatkan telunjuknya ke hidung Wang Songrui. Dapat dirasakannya, napas Songrui yang mulai menghilang.

“Dia sudah sekarat. Hahaha … sebentar lagi, dia mungkin akan mati.”

“AUUUU!!!”

Raungan seekor serigala tiba-tiba terdengar. Tak lama, diikuti balasan raungan beberapa serigala. Hal ini membuat para murid waspada. Mereka sadar bahwa aroma darah Wang Songrui telah menarik perhatian hewan liar di tengah-tengah hutan.

Mereka masih ingin menyiksa Songrui dan membuatnya kehilangan nyawa. Tapi, keadaan tak memungkinkan.

Salah seorang pun mendapatkan ide keji. “Lepaskan ikatannya dan biarkan saja tubuhnya menjadi makanan hewan liar!”

“Siap!”

Perlahan, kumpulan murid itu pun pergi keluar hutan.

Meski sudah sekarat, tapi indera pendengar Wang Songrui masih berfungsi dengan benar.

Kelompok murid kejam itu pergi dan membiarkannya tergeletak di atas tanah, seolah menunggu hewan pemangsa yang meraung untuk datang menikmati tubuhnya.

Srak!

Erangan serigala terdengar tak lama setelah bunyi dedaunan kering terinjak.

Songrui pun menoleh ke samping. Samar-samar, bayangan beberapa hewan berlari mendekatinya.

Kedua taring tajam menembus lengan Songrui. Begitu cepat hewan liar telah mengerumuninya.

Walaupun telah berusaha menyingkirkan hewan liar itu, tapi bagi mereka, Songrui bagaikan daging segar yang berada di meja makan–siap disantap.

Bayangan dirinya yang dielu-elukan sebagai dewa perang muncul dalam benaknya. Susah payah dia berjuang di setiap peperangan dan membawa pulang kemenangan ternyata nasib membawa pada kematian yang memalukan seperti ini.

Terlebih lagi, ia harus meninggal dengan nama yang sangat tak baik di mata semua orang merupakan penyesalan terbesarnya.

Bayangan masa lalu itu menghilang saat merasakan daging tubuhnya terkoyak oleh taring.

“Arrgh!” Rasa sakit membuatnya menjerit kuat di tengah-tengah hutan. Semakin dia menjerit dan merintih, hewan buas semakin bersemangat menikmati tubuhnya.

Songrui berusaha tersenyum. Entah mengapa, dia merasa sedikit kelegaan. Setidaknya, di akhir kehidupannya, ia masih bisa berguna menjadi makanan untuk kawanan serigala yang lapar. Matanya menggelap dan Songrui mulai menutup mata.

“Pergi!”

Songrui sedikit terkejut ketika suara seseorang secara samar terdengar. Di detik berikut, ia merasa tak ada lagi koyakkan di tubuhnya.

“Bagaimana bisa kau masih hidup dengan keadaan seperti ini?” ucap orang yang sama.

Sayangnya, Songrui tak tahu kelanjutannya karena kesadaran Songrui perlahan menghilang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Danu Umbara
semoga sukses
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status