Share

Meridian

Songrui hanya bisa mengembuskan napas panjang. Ia teringat ‘hukuman’ atas pembunuhan sang guru adalah dihapuskan semua kemampuan yang dia dapatkan dari perguruan.

Pemuda itu pikir, dengan kesembuhan yang dia dapatkan dan energi yang dia rasakan dalam tubuh setelah sembuh, meridiannya ikut pulih. Ternyata, tidak.

“Apa tidak ada cara lain, Biksu?” tanya Songrui mulai putus asa.

“Meridianmu telah rusak. Kau sangat beruntung bisa hidup dan lolos setelah meminum ramuanku. Jadi, hiduplah dengan baik dan normal mulai sekarang sebagai orang baru.”

Mendengar itu, Songrui tertawa kecil. “Sejak memutuskan untuk meminum ramuan dari biksu tua, aku telah memutuskan untuk membalas kembali semua perlakuan mereka dan membalas dendam guruku! Apa gunanya aku berjuang di ambang kematian lalu hanya ingin menikmati hidup dengan baik?”

Biksu Tua itu menggelengkan kepala melihat kekeraskepalaan pemuda itu.

“Xiong Rui, tidak semua bisa didapatkan dengan mudah. Kau yang sekarang, sudah bukan kau yang dulu lagi. Kau memang berbakti, tapi jika baktimu hanya akan membangkitkan amarah di dalam hati dan menghancurkan dirimu, maka semua sia-sia!” ucapnya mencoba menasehati.

“Hati yang dipenuhi dendam akan terjerat selamanya, akan menghancurkan semuanya. Tapi, hidup dengan baik dan menjadi lebih baik untuk semua orang, akan menyelamatkan semuanya.”

Sambil berbicara, biksu tua itu memapahnya untuk berdiri.

Namun, Songrui terdiam. Ia masih tak paham maksud sang biksu tua.

Belum sempat bertanya, biksu tua itu telah berbicara, “Istirahatlah. Kau dapat merenungkan ucapanku nanti.”

******

Sayang, seminggu berlalu, Songrui belum memahami ucapan sang biksu.

Ia terpaksa melewati hari dengan aktivitas biasa.

Namun, keadaan dirinya yang sudah tak bisa seperti dulu lagi, membuat Songrui sedikit tertekan.

Di hari pertama, Songrui bahkan sempat berpikir untuk pergi dari kuil untuk tetap melanjutkan balas dendam–entah bagaimanapun caranya.

Hanya saja, di hari berikutnya, ia mendengar dari kedua murid biksu yang berbincang tentang penerimaan murid di perguruan yang ada di desa di bawah gunung.

Songrui merasa kesempatannya tiba. Dia sangat antusias menanyakan tentang penerimaan murid baru itu kepada kedua murid biksu. Mungkin, dia harus memulai pelatihan kembali dari awal.

Namun, saat dia mengatakan keinginannya, murid biksu justru menggelengkan kepala. “Saudara Xiong Rui, meridianmu telah rusak. Kau pergi ke sana juga mungkin mereka tidak akan menerimamu. Pikirkanlah baik-baik.”

Meski kalimat itu sedikit mematahkan semangatnya, tetapi kobaran api untuk membalas dendam ternyata jauh lebih besar.

Songrui semakin bersikeras mencoba keberuntungannya di sana. Bahkan dengan yakin mengatakan bahwa jalan seorang pendekar dan dunia bela diri tak terbatas. Selama bertekad dan tekun, tidak ada yang tak bisa dicapai.

Melihat semangat di diri Wang Songrui, kedua murid biksu tak menghalanginya dan memberitahukan perjalanan menuju desa sangat panjang.

Hari ini, bahkan mereka akan membantu menyiapkan bekal untuk Wang Songrui dalam perjalanan.

“Terima kasih, saudara biksu. Kalau begitu aku akan berpamitan dengan biksu tua—”

“Guru sedang menjalani pertapaan singkat. Saat ini, siapa pun tak dapat menemukan keberadaannya. Saudara Xiong Rui tidak perlu khawatir, sebelumnya guru telah berpesan bahwa saudara Xiong Rui bisa pergi dan kembali kapan pun kamu mau.”

Songrui tertegun akan kebaikan hati orang-orang di kuil ini. Kebaikan mereka, tidak bisa dia lupakan.

Meski tak tahu bagaimana perjalanan balas dendamnya, tapi yang pasti, Songrui berjanji dalam hati untuk kembali dan berterima kasih secara langsung pada biksu tua–setelah semua selesai.

Segera, Songrui pun memilih bersiap.

Kedua murid biksu juga mengantar kepergiannya di depan kuil dengan memberikan bekal selama perjalanan.

*********

Melakukan perjalanan panjang, sebenarnya bukan masalah bagi Wang Songrui.

Hanya saja, Songrui bersaing dengan waktu. Penerimaan murid baru akan berakhir setelah matahari di besok hari tenggelam.

Hal ini mendorong Songrui berjalan kaki tanpa henti. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan baik.

Waktu yang dilalui terasa singkat, matahari pun seakan mengajaknya berlomba. Untungnya, usaha Songrui tidak sia-sia.

Begitu melihat barisan di depan pintu perguruan, telapak kaki yang melepuh bahkan diabaikan. Songrui bergegas masuk ke barisan paling akhir.

“Saudara kau mau ke mana? Aku belum mendaftar,” tanya Songrui saat murid yang bertugas membereskan meja.

“Maaf sudah tutup! Waktunya sudah habis!” balasnya santai pada Songrui.

Songrui panik. Dengan cepat, ia berkata, “Tapi, aku sudah mengantri sejak tadi, bahkan sebelum matahari terbenam.”

“Maaf, aku hanya melakukan tugasku sesuai dengan peraturannya. Pergilah!”

“Tolonglah, saudara. Kau juga melihatku mengantri sejak tadi, ‘kan?” melas Songrui.

Namun, murid tersebut hanya diam. Ia pun memperhatikan penampilan Songrui dari atas ke bawah seperti jijik.

“Pergilah ke perguruan lain di desa yang menerima murid baru. Mungkin, mereka mau menerimamu tanpa biaya. Kalau kau masih bersikeras, kami terpaksa mengusirmu tidak hormat.”

Melihat cara murid itu memandangnya, Wang Songrui berhenti meminta.

Pemuda itu pun memutuskan pergi dari sana.

Dia seketika paham bahwa perguruan itu hanya menerima murid yang berekonomi baik.

Pantas saja, sejak tadi semua pendaftar berpenampilan seperti seorang tuan muda.

Namun, itu tak menyurutkan niatnya.

Songrui bahkan rela tidur di samping kedai yang sudah tutup di pinggir jalan untuk melanjutkan perjalanannya.

Ketika matahari mulai terlihat, pemuda itu bangun dan pergi ke perguruan lain yang membuka penerimaan murid baru.

Namun, beberapa perguruan menolaknya dengan berbagai macam alasan.

Hingga, Songrui akhirnya tiba di perguruan yang menjadi harapan terakhirnya.

“Kau mau masuk ke perguruan kami? Tentu saja bisa.”

Ucapan sederhana itu membuat tatapan Songrui berbinar.

Murid yang ditanyainya segera membawa dia masuk ke dalam perguruan. Namun, begitu masuk, mereka malah menuju ke hutan bagian belakang perguruan.

“Para Kakak, kenapa kalian membawaku ke mari?” tanya Songrui mulai merasa ada kejanggalan di situasi seperti ini.

Ketiga murid tersenyum licik memandang Wang Songrui sambil mengelilinginya. “Tentu saja untuk mengujimu. Jika kau bisa mengalahkan kami, maka kau akan diterima masuk ke perguruan kami.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status