“Apa yang terjadi? Ada apa dengan wajahku?”
Pantulan wajah orang lain yang ada di cermin sangat mengejutkan Songrui. Wajahnya kembali sepuluh tahun lebih muda dan bahkan lebih tampan dari dirinya di masa lalu!
“Saat menemukanmu, seluruh tubuh dan wajahmu telah hancur,” jelas biksu tua perlahan, “hanya dengan menggunakan teknik rahasia yang selama ini tidak pernah kupergunakanlah, nyawamu dapat tertolong.”
“Namun, ada efek samping yang harus kau tanggung. Salah satunya, adalah wajahmu.”
Songrui terdiam. Dia tidak tahu apakah harus bersyukur karena mendapatkan wajah yang sesempurna ini atau harus mengeluh? Harga untuk membayar kehidupan kembali tak ubahnya hidup sebagai orang lain.
“Ini seperti aku memulai hidup kembali dengan identitas baru,” gumamnya lalu menatap biksu tua itu, “Biksu Tua, teknik rahasia apa yang Anda maksudkan?”
Ia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran akan hal yang baru saja dialaminya.
Biksu Tua itu terdiam sebelum akhirnya berbicara dengan nada tegas, “Mengenai teknik rahasia yang kugunakan, aku tidak bisa memberi tahu padamu detailnya. Yang jelas, itu akan menjadi rahasia di antara kita berdua.”
“Anggap saja sebagai ucapan terima kasihmu menjaga rahasia ini.”
Songrui mengangguk. Sekali lagi, ia menatap lama wajahnya sendiri yang sangat asing.
Perlahan, dia tersenyum kecil menyentuh wajah barunya.
Sepuluh tahun lebih muda dari usia sekarang? Tanpa ada yang bisa mengenali?
Dari penjelasan biksu tua, Songrui seketika sadar bahwa ia harusnya merasa bersyukur. Ini adalah keberuntungannya karena bisa membalaskan dendam dengan identitas orang lain.
“Terima kasih, Biksu Tua. Sepertinya, aku tak bisa hidup dengan identitas lamaku,” ucap Songrui perlahan, “mengenai namaku, emm … apakah Biksu Tua bisa membantu? ”
Lelaki tua di dekat Songrui itu terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Xiong Rui. Mulai hari ini, namamu adalah Xiong Rui—hidup dalam kebaikan dan keberanian, seseorang yang terlahir kembali karena kebaikan dan untuk kebaikan semua orang.”
Mendengar itu, Songrui tersenyum. Arti namanya bagus dan tidak terlalu jauh dari nama sebelumnya. Seketika, semangat muncul di dalam dada pemuda itu.
“Baik! Nama yang bagus untuk awal yang baik! Terima kasih, Biksu Tua.”
Biksu tua itu mengangguk melihat betapa bahagianya pemuda itu.
Hanya saja, ia tampak teringat sesuatu.
“Xiong Rui, Kemarilah dan ikut aku,” ucapnya mendadak.
Songrui spontan membalikkan badan ke arah yang biksu tua itu maksud.
Ada cahaya terang dari pintu yang terbuka dan menyilaukan mata pemuda itu. Matanya pun menyipit. Ini berarti pertama kalinya dalam waktu enam bulan, Songrui kembali melihat dunia luar.
Hanya saja, ia tak tahu di mana dia berada sekarang.
Jauh di depan sana, Songrui hanya dapat melihat hutan dan gunung.
Dia menoleh ke belakang dan melihat ruangan yang selama ini menjadi tempat peristirahatannya. Barulah ia menyadari ternyata selama ini mereka berada di atas gunung.
“Sekarang kau berada di kuil. Di dalam hutan sana, aku menemukanmu,” tunjuk biksu tua dengan pandangan mata seperti tahu kebingungan Songrui.
“Sejauh itu, bagaimana biksu tua bisa tahu keberadaanku?”
Pertanyaan Songrui tak dijawab. Hanya senyuman kecil yang diberikan pada dirinya yang masih tampak bingung.
Biksu tua lantas membawa Songrui ke bangunan lainnya.
Lalu, ia mengatakan sesuatu pada pemuda yang tampaknya adalah murid sang biksu. “Bantu Xiong Rui mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugasnya di kuil.”
********
Songrui segera melaksanakan perintah penyelamat nyawanya itu.
Selesai berbenah diri, ia pun mengikuti murid biksu itu yang ternyata menugaskannya untuk membersihkan halaman, serta mengganti semua lilin yang ada dalam kuil.
Pekerjaan menyapu seperti ini bukanlah hal berat bagi Songrui. Dia menyelesaikannya dengan sangat cepat.
Namun, tanpa disadarinya, ia tiba-tiba menatap sapu di tangannya cukup lama. Terpikirkan bagi Wang Songrui untuk mencoba menggunakan sapu sebagai pedang.
“Wussh!”
“Xiong Rui!”
Baru saja Songrui mengayunkan sapu seolah sebuah pedang, seorang murid biksu memanggilnya.
“Iya?”
“Tolong segera ganti semua lilin yang ada dalam kuil karena hari mulai malam.”
Songrui spontan mengangguk dan mengikuti murid biksu itu.
Dalam perjalanan, dia menanyakan beberapa pertanyaan.
Barulah dari sana, ia tahu kuil tua yang dia tinggali saat ini sangat jarang dikunjungi orang.
Penghuni di dalam kuil saja hanya ada empat, yakni biksu tua dan tiga muridnya.
Masyarakat sepertinya telah melupakan keberadaan kuil karena jaraknya yang jauh, serta kepopulerannya yang menurun.
Terlebih, biksu tua juga sudah bertahun-tahun tidak keluar dari pertapaannya. Anehnya, secara kebetulan, ia keluar dan menyelamatkan Songrui di hari mengerikan itu.
‘Mungkinkah itu yang dinamakan takdir oleh biksu tua?’ batin Songrui sambil memperhatikan bangunan kuil dan isinya yang terlihat sudah sangat tua, tetapi tetap bersih dan terawat.
Dalam diam, pemuda itu menjalankan tugasnya begitu murid biksu muda pergi.
Satu per satu lilin di dalam ruangan itu diganti dengan yang baru dan memberi terang di tengah kegelapan malam.
********
Malam harinya, Songrui mencari biksu tua. Namun, ia tak bisa menemukannya di mana pun.
Lantas, Songrui memutuskan untuk melatih kembali kemampuan bela dirinya dengan menggunakan ranting pohon sebagai pengganti pedang.
Namun, ia tak menyangka sama sekali. Baru beberapa gerakan dilakukan, tubuhnya telah berkeringat dingin.
Tak menyerah dengan keadaan, Songrui mencoba mengumpulkan energi dalam tubuhnya dan berlatih pedang kembali.
Siapa sangka saat mencoba menggunakan energi dalam tubuhnya untuk disalurkan dalam ranting pohon, dia malah terluka?
“Arrgh!”
Darah segar keluar dari mulut Songrui. Ia sampai berlutut di lantai. Beberapa kali, ia menekan dadanya dengan telapak tangan untuk menahan rasa sakit.
“Apa kau ingin membunuh dirimu sendiri!?”
Biksu tua tiba-tiba berbicara dan gegas mendekati Songrui.
Entah apa yang terjadi. Ada semacam energi hangat yang menenangkan detakkan cepat jantung Songrui.
Tekanan di dalam jantung juga berangsur-angsur melambat, membuat denyut nadinya kembali stabil.
“Meridianmu sudah rusak. Memaksakan berlatih hanya akan membunuhmu!” ucap Biksu Tua tegas.
Songrui hanya bisa mengembuskan napas panjang. Ia teringat ‘hukuman’ atas pembunuhan sang guru adalah dihapuskan semua kemampuan yang dia dapatkan dari perguruan. Pemuda itu pikir, dengan kesembuhan yang dia dapatkan dan energi yang dia rasakan dalam tubuh setelah sembuh, meridiannya ikut pulih. Ternyata, tidak. “Apa tidak ada cara lain, Biksu?” tanya Songrui mulai putus asa. “Meridianmu telah rusak. Kau sangat beruntung bisa hidup dan lolos setelah meminum ramuanku. Jadi, hiduplah dengan baik dan normal mulai sekarang sebagai orang baru.” Mendengar itu, Songrui tertawa kecil. “Sejak memutuskan untuk meminum ramuan dari biksu tua, aku telah memutuskan untuk membalas kembali semua perlakuan mereka dan membalas dendam guruku! Apa gunanya aku berjuang di ambang kematian lalu hanya ingin menikmati hidup dengan baik?” Biksu Tua itu menggelengkan kepala melihat kekeraskepalaan pemuda itu. “Xiong Rui, tidak semua bisa didapatkan dengan mudah. Kau yang sekarang, sudah bukan kau yang dul
Mendengar kalimat itu, Wang Songrui tersenyum.Dia tidak sepolos yang mereka kira.Sudah pasti ini adalah jebakan dari ketiga murid itu. Meski belum pasti akan mengalahkan mereka, tapi tak akan dia biarkan dirinya dijadikan mainan seenak hati.“Serang!”Ketiga murid mulai menyerang Wang Songrui secara bersamaan.Meski beberapa kali Songrui mampu menghindar dan membalas serangan mereka, tapi dengan kemampuan tenaga dalam ketiga murid itu, Songrui mulai kewalahan.BUK! BUK! BUK!Songrui berakhir dihajar habis-habisan.Namun, ia tak mau membiarkan dirinya terluka tanpa membalas melukai salah satu dari mereka. Sayangnya, Songrui tidak bisa.“Menyerahlah. Jurus yang diajarkan guru sampahmu tak mampu mengalahkan kami.”“Hahahaha….!"“Dia pasti malu memiliki murid sepertimu!”Ketiga menertawai dan memaki Songrui.Namun, ia tak bisa menerima ketika gurunya pun dihina dengan kejam oleh mereka.Songrui yang sedari tadi menahan emosi, seketika meledak. Ia pun berdiri, menyapukan telapak tangann
Tidak ada jawaban dari Biksu Tua.Lama menunggu jawaban, akhirnya Wang Songrui memberanikan diri mengangkat wajah.Hanya ada ekspresi datar di wajah sang biksu. “Xiong Rui, menjadi muridku bukanlah hal yang mudah. Ada syarat yang tak akan sanggup kau lakukan.”Deg!Songrui terkejut mendengar ucapan lelaki tua itu. Namun, tekadnya tak luntur.Dengan tegas, Songrui pun membalas, “Aku sanggup!”Ekspresi datar sang biksu tidak menghilang sembari berkata, “Beristirahatlah. Setelah kau pulih, aku menunggumu untuk menepati perkataanmu!******Sepanjang mata memandang, hanya lautan rerumputan hijau menyapa.Angin sejuk bertiup pelan. Udara yang dihirup menyegarkan saluran pernapasan.Wang Songrui pun memantapkan langkah ke depan, mendekati biksu tua yang berdiri membelakanginya.Biksu tua lantas membalikkan badan lalu mengibaskan lengan, beriring perisai disekitar tubuh Wang Songrui mengelilinginya.“Hanya dengan membersihkan hati dan menjernihkan pikiran, kau akan kuterima sebagai muridku.”
Mata Wang Songrui terbuka lebar. Ia tampak begitu panik. “Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?” Biksu tua itu menggeleng. “Bukan,” ucapnya tegas, “menjadikanmu muridku, hanya akan menghalangi tujuanmu. Jadi, aku akan merekomendasikanmu di salah satu perguruan, kau akan diterima di sana.” Wang Songrui terdiam. Cukup lama ia berpikir, bahkan tidurnya pun tak nyenyak. Namun, akhirnya Songrui tetap berangkat ke perguruan yang dimaksudkan biksu tua. Dalam perjalanan, rasa semangat kembali timbul meski Songrui harus melewati hutan, sungai, hingga berhari-hari. Namun setelah sampai di sana, bayangan perguruan yang selama ini dipikirnya adalah perguruan berkualitas ternyata hanyalah angan-angan. “Apa benar ini tempatnya?” Mata Songrui memperhatikan bangunan tembok yang sudah tua dan retak di dinding. Apalagi, saat hendak mengetuk pintu gerbang, ternyata pintu tak terkunci. Begitu masuk ke dalam, bahkan tak ada satu pun yang menyambut kedatangannya. WUSS!Kepulan asap di bagian belak
“Jadi … jangan berani mengganggunya saat sedang tidur. Yang jadi masalah adalah, dia suka tidur di tempat yang tidak akan bisa kamu duga.”Belum sempat Wang Songrui bertanya, jawaban dari Haoyoun telah membuatnya kecewa. Setelah dia melewati masa kritis dan berkesempatan hidup lagi, tidak pernah Songrui merasa frustasi seperti ini.Ada apa dengan biksu tua sampai membuatnya masuk ke perguruan luar biasa aneh ini?Rasanya, ia ingin marah. Namun, mengingat kebaikan biksu tua, rasanya tak mungkin pria itu hanya mempermainkannya. Perlahan, Songrui menarik napas. Alih-alih marah, dia justru bertanya dengan tenang, “Lalu, bagaimana ketiga guru mengajari kalian?”Untungnya, Kakak keduanya ini tampak masih antusias menjelaskannya. Dia bahkan menatap Songrui dengan tatapan berbinar. “Jangan khawatir, beberapa hari lagi semua guru akan berkumpul di aula untuk memberikan pelatihan. Kebetulan karena ada ketambahan satu murid, mereka pasti akan senang.”Brak!Percakapan mereka terhenti ketika m
Kedua pasang mata tertegun melihat dua titik putih dan satu titik putih yang ada di atas ketiga dadu masing-masing. “Hebat!” Haoyun menggeleng takjub lalu melirik ke arah sang guru yang masih terpaku sambil menahan tawa dan berucap, “Guru … kau? Kau kalah!” Ekspresi sang guru saat ini menyiratkan bahwa sangat mustahil dia dikalahkan oleh seorang bocah yang baru beranjak dewasa. “Bagaimana kau bisa menebaknya?” tanya sang guru memandang serius. Songrui menundukkan wajahnya, merendahkan diri. “Terima kasih karena guru sudah bermurah hati mengizinkanku menebaknya terlebih dahulu. Jika tidak, maka kemenangan ini tentu akan menjadi milik guru,” jawabnya dengan senyum kecil di sudut bibir. "Hahahaha...." Sang guru memaksakan tawa mendengar ucapan Songrui. Pria itu bahkan melambaikan tangan ke depan seolah mengabaikan kekalahannya. “Tidak masalah. Sebagai seorang guru, tentu saja aku tidak boleh mempersulit calon muridku. Benar bukan, Haoyun?” tanyanya melemparkan pandangan ke arah Haoy
Songru segera mempelajari sedikit demi sedikit setiap gerakkan dan ayunan pedang yang tertulis di buku. Untuk mempelajari tanpa menyalurkan energi ke dalam pedang, memang sangat mudah. Hanya saja, kekuatan yang ada tak akan terlalu berpengaruh pada musuh yang memiliki basis energi dalam tubuh. Sudah sebulan ini, Songrui tak henti mempelajari gerakan yang tertulis di buku, hingga akhirnya berhasil menguasai dan memahami setiap jurus yang ada. Namun, hal itu justru mendorong keinginan untuk mencoba menyalurkan energi lewat pedang. “Aku bisa! Kali ini harus mencobanya!” tekadnya WUSH! “Akh!” Songrui segera terbatuk mengeluarkan darah. Lututnya tertekuk ke tanah dengan pedang di tangan menopang tubuh agar tidak terjatuh. Bukan berhasil, ia justru hampir mencelakai dirinya karena mencoba memaksakan diri. Meridiannya masih belum mengelola energi. “Adik Xiongrui!” Teriakan Haoyun--sang kakak seperguruan--membuat Songrui segera membersihkan noda darah di bibirnya. “Kau baik-baik
"Kalian ingin mengikuti turnamen pendekar?” Wajah kedua guru tampak ragu memandang ketiga murid yang ada di depan mereka. “Ini tidak ada hubungannya dengan kedua Kakak seperguruan. Hanya aku sendiri yang menginginkan mengikuti turnamen ini.” “Adik Xiongrui, kami—” “Tidak apa-apa, Kakak pertama, Kakak Haoyun. Ini kemauanku sendiri, kalian jangan memaksakan diri untuk mengikutiku,” sela Songrui tersenyum kecil. “Kalau memang kau sudah memutuskan, maka pergilah. Gurumu juga tak tahu berada di mana, dan pastinya dia tidak akan melarangmu!” jelas guru pemabuk dengan santai sambil meneguk arak yang baru saja dibeli. Seperti perkataan Haoyun di awal Songrui tiba di perguruan, ketiga guru memang tidak akan melarang setiap murid dalam keputusan apa pun. Tanpa beban, Xiongrui pun berpamitan dengan kedua guru dan kedua kakak perguruannya setelah selesai berkemas. Namun, baru saja langkah kaki melewati pintu gerbang, Haoyun memanggilnya. “Kakak pertama, Kak Haoyun, kalian tidak perlu m