แชร์

Menuju Zahranar.

ผู้เขียน: Jimmy Chuu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-04-13 17:02:33

Matahari pagi bersinar hangat menyinari Desa Chandrapur.

Kiran duduk di beranda rumah keluarga Rajagopal, menikmati secangkir teh rempah yang disajikan Nyonya Ranya. Pikirannya masih dipenuhi oleh pengalaman mistisnya di kuil semalam—pertemuan dengan Dewa Hiranyakashipu yang entah nyata atau hanya halusinasi akibat bunga popy.

"Dengarkan angin yang berbisik di antara daun-daun tertua," gumam Kiran, mengulang teka-teki yang diberikan oleh dewa itu.

"Ikuti aliran sungai yang tidak pernah mengalir ke laut..."

Tiba-tiba...

"Kau mengatakan sesuatu, anak muda?" tanya Surya Rajagopal, bergabung dengan Kiran di beranda.

Hanya terkejut sesaat, Kiran menggeleng pelan.

"Hanya memikirkan perjalananku selanjutnya," jawabnya. Ia meletakkan cangkir tehnya dan menatap Surya dengan tenang.

"Aku sudah memuuskan. Harus pergi ke ibukota—ke Zahranar. Aku perlu mencari informasi lebih banyak tentang Suku Devahari," kata Kiran, menggambarkan sesuatu yang mendesak.

Surya Rajagopal mengangguk pelan. Ada kilat
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kota Samarkhal.

    Matahari bersinar terik di atas padang rumput luas yang membentang hingga kaki langit, menciptakan gelombang panas yang menari-nari di atas tanah.Kiran berjalan dengan langkah mantap, menyusuri jalan setapak yang telah dilewati ribuan kaki pedagang dan penjelajah selama berabad-abad. Jalur Kafilah—rute kuno yang menghubungkan kota-kota besar Zolia—terbentang di hadapannya seperti ular raksasa yang meliuk di antara bukit-bukit hijau.Jubah linen tipis berwarna cokelat tanah menutupi tubuhnya, dengan tudung yang ditarik rendah menutupi sebagian wajahnya untuk melindungi dari terik matahari dan tatapan penasaran.Crimson Dawn—pedang legendaris dengan bilah merah darah yang konon ditempa dari logam bintang jatuh — tersembunyi dengan baik di dalam tas punggungnya, terbungkus kain tebal yang dilapisi rune-rune peredam energi agar aura sihirnya tidak menarik perhatian penyihir atau pemburu bounty yang mungkin berkeliaran."Tuan, apakah masih jauh?" tanya seorang anak laki-laki berusia sekit

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Festival Gandum Emas.

    "Kami hanya kaum kelana yang kebetulan lewat," jawab Kiran sopan, menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat."Kami dalam perjalanan ke Zahranar. Bermaksud mengisi perbekalan dan melanjutkan perjalanan besok pagi."Penjaga itu mengangguk, tampak puas dengan jawaban yang jujur."Festival Gandum Emas sedang berlangsung. Kota penuh dengan pengunjung dari seluruh Zolia dan bahkan dari luar kerajaan. Kalian mungkin kesulitan mencari penginapan.""Terima kasih atas informasinya," kata Kiran. "Kami akan mencoba peruntungan kami."Penjaga itu memberi isyarat dengan tombaknya agar mereka lewat. Kiran, Kon, dan Burs melangkah memasuki Samarkhal, segera disambut oleh hiruk-pikuk kota yang sedang berpesta.Jalanan Samarkhal dipenuhi dengan orang-orang yang berpakaian cerah, bernyanyi dan menari dalam lingkaran-lingkaran besar. Musik dari seruling, tambur, dan alat musik senar yang tidak Kiran kenali mengalun di setiap sudut, menciptakan atmosfer pesta yang meriah.Spanduk-spanduk berwarna

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Penyamun Yang Tak Tahu Diri.

    Mereka mengisi perbekalan di pasar pagi—roti gandum yang akan tahan beberapa hari, keju keras yang dibungkus dalam daun, buah kering dan kacang-kacangan untuk energi, dan air segar dalam kantong kulit—sebelum meninggalkan kota melalui gerbang utara.Jalan setapak yang mereka ikuti kini lebih lebar dan lebih ramai, dengan beberapa pedagang dan penjelajah yang juga menuju ke arah yang sama."Kota berikutnya adalah Marakand," kata Kiran, mengingat peta yang diberikan Surya. Ia membayangkan garis-garis dan simbol di perkamen tua itu."Kota Seribu Kubah. Kita mungkin bisa mencapai perbatasannya dalam tiga hari jika kita berjalan dengan baik."Perjalanan mereka relatif tenang dan tanpa insiden. Mereka berjalan saat matahari bersinar dan beristirahat di malam hari, terkadang bergabung dengan kelompok pedagang untuk keamanan tambahan.Kon dan Burs semakin terbiasa dengan wujud manusia mereka, meskipun Burs masih sering mengeluh tentang betapa lambatnya berjalan dibandingkan terbang dan bagaim

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Ilusi Rasa Sakit.

    Matahari memantulkan cahaya tanpa ampun di lembah berbatu sempit itu, menciptakan bayangan tajam yang menggeliat di permukaan karang.Dua puluh bandit Zolia mengepung Kiran, Kon, dan Burs dalam formasi yang semakin menyempit, pedang-pedang bengkok mereka berkilauan mengerikan setiap kali tertimpa cahaya.Pemimpin bandit, seorang pria dengan bekas luka melintang di pipi kanannya, maju selangkah. Jubah kulitnya yang compang-camping menandakan bertahun-tahun hidup keras di bawah terik matahari padang pasir."Aku tidak akan mengulang perintahku," geramnya, suaranya serak dan penuh ancaman. "Serahkan semua hartamu, atau kau akan menyesal sampai saat-saat terakhir hidupmu."Kiran berdiri tegak, posturnya menunjukkan ketenangan yang ganjil untuk seseorang yang terkepung. Matanya yang tajam bergerak dari satu bandit ke bandit lainnya, mengkalkulasi jarak, senjata, dan postur tubuh mereka."Kami hanya membawa sedikit makanan dan beberapa koin," kata Kiran, suaranya tenang namun tegas. "Ambilla

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-16
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kenalan Lama Yang Tak Diinginkan.

    Kiran berdiri diantara sosok penyamun yang kesakitan, tiada tara..."Bagaimana rasanya?" tanya Kiran, suaranya hampir berbisik namun entah bagaimana terdengar jelas di tengah teriakan-teriakan kesakitan. "Bagaimana rasanya tidak berdaya menghadapi sesuatu yang tidak bisa kau lawan?"Kon dan Burs menatap pemandangan itu dengan campuran kekaguman dan ketakutan yang tidak bisa disembunyikan. Mereka telah menyaksikan Kiran bertarung sebelumnya—melihatnya memanggil api Phoenix yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu, atau menggunakan Crimson Dawn yang membelah baja seolah itu hanya kain sutra. Tapi ini—sihir ilusi yang menciptakan rasa sakit tanpa meninggalkan bekas fisik—adalah manifestasi kekuatan yang jauh lebih mengerikan. Lebih halus, namun pada saat yang sama, jauh lebih kejam."Tuan," bisik Burs akhirnya, suaranya bergetar. Ia memberanikan diri menyentuh lengan Kiran. "Mereka... mereka sudah cukup menderita."Kiran tidak langsung merespon. Matanya masih terfokus pada para bandit ya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-17
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Gerbang Zahranar

    Gerbang ZahranarGerbang Zahranar menjulang tinggi, dibangun dari batu marmer putih yang berkilau keperakan di bawah sinar matahari. Ukiran-ukiran rumit menghiasi setiap sentinya, menggambarkan sejarah kuno Kekaisaran Zolia—pertempuran epik, perjanjian damai, dan ritual sihir kuno yang telah lama terlupakan.Simbol-simbol arkais dan rune-rune sihir tersembunyi di antara relief, memancarkan aura magis yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki kepekaan terhadap energi spiritual.Di bawah lengkungan tembok kota yang megah, ada lebih dari lima ratus orang berbaris dalam antrean panjang yang meliuk seperti naga raksasa yang sedang tertidur. Udara dipenuhi dengan aroma beragam—rempah-rempah eksotis dari pedagang dengan gerobak penuh barang dagangan, aroma dupa yang dibawa peziarah berjubah sederhana, dan wewangian mahal yang menguar dari bangsawan dengan tandu mewah berukir. Semua berbaur dalam ketidaknyamanan yang sama, menunggu giliran diperiksa dalam panas terik yang menyenga

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-17
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Sihir Ilusi - Pesona Level Lima

    Dengan gerakan halus yang hampir tak terlihat — hanya jari-jarinya yang bergerak dalam pola rumit di balik jubah — Kiran mulai melafalkan mantra ilusi tingkat tinggi dalam bahasa kuno. Kata-kata magis mengalir dari bibirnya seperti melodi lembut, hampir tak terdengar namun menggetarkan udara di sekitarnya. Kiran memusatkan energi spiritualnya, merasakan aliran reiki yang berputar di dalam meridiannya, bersinar keemasan dalam pandangan mata batinnya, sebelum kemudian menyebar ke luar, menyelimuti dirinya, Kon, dan Burs dalam lapisan tipis energi tak kasat mata."Lumiiseo Aviectum Mortalis," bisik Kiran, menambahkan kata terakhir untuk memperkuat mantra. Seketika, perubahan halus mulai terjadi pada penampilan mereka, menyebar seperti riak air di kolam yang tenang.Wajah Kiran yang khas dengan mata tajam seperti serigala dan tulang pipi tinggi berubah menjadi wajah pria biasa dengan fitur-fitur yang mudah dilupakan— tipe wajah yang akan terlewatkan dalam kerumunan dan terlupakan seger

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-17
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Penyihir Lyra.

    *Bab Ekstra, karena gem bertambah diatas 5 gem. Terima kasih pembaca.Akhirnya, giliran mereka tiba. Kiran melangkah maju dengan sikap seorang petani sederhana, sedikit membungkuk dan menghindari kontak mata langsung—sikap yang umum di kalangan rakyat biasa saat berhadapan dengan otoritas. Ia bisa merasakan sihir ilusinya bergetar halus di sekitar tubuhnya, seperti lapisan tipis air yang berusaha mempertahankan bentuknya di telapak tangan."Nama dan tujuan," perintah seorang prajurit dengan suara datar, tombaknya mengetuk tanah sekali — sesekali mengirimkan getaran magis kecil yang bisa Kiran rasakan merambat melalui kakinya."Rajan dari Desa Rohini," jawab Kiran dengan suara yang ia buat lebih berat dan kasar, sempurna meniru aksen pedesaan Wilayah Timur Zolia.Tatapan prajurit manatap dengan sorot menusuk, membuat Kiran memperjelas..."Er... Aku membawa keponakan-keponakanku untuk melihat festival musim semi. Anak-anak ini belum pernah melihat sirkus Arvandis sebelumnya."Kapten B

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-17

บทล่าสุด

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Jebakan di Lubang Terlarang.

    Hutan di malam hari berubah menjadi tempat yang sama sekali berbeda. Pohon-pohon yang di siang hari sudah tampak mengancam, kini menjulang seperti raksasa hitam dengan cabang-cabang bagai cakar. Bulan purnama menerobos di antara dedaunan, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak seolah hidup.Jasper berlari sekuat tenaga, berusaha mengikuti jejak para serigala. Tanpa transformasi, ia jauh lebih lambat. Napasnya mulai tersengal, tapi ia memaksakan diri terus bergerak. Belati pemberian Reyna terselip di ikat pinggangnya, siap digunakan.Setelah beberapa menit berlari, Jasper berhenti untuk mengatur napas. Hutan di sekitarnya sunyi, tidak ada tanda-tanda serigala lain. Ia telah kehilangan jejak mereka."Hebat," gumamnya pada diri sendiri. "Tersesat di malam pertama."Tiba-tiba, suara geraman rendah terdengar dari belakangnya. Jasper berbalik cepat, tangannya meraih belati. Tiga pasang mata berkilau dalam kegelapan. Satu merah, dua lainnya kuning keemasan.Zahir dalam wujud s

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bulan Purnama dan Wujud Serigala.

    "Dia tidak akan senang melihatmu ikut berburu," Reyna melanjutkan. "Dia tidak suka pendatang."Saraya melangkah maju, membawa Jasper ke hadapan Patriark. "Rustam, aku membawa perwakilan keluargaku untuk Perburuan Malam."Bisik-bisik terdengar di seluruh kerumunan. Zahir menatap Jasper dengan mata menyipit."Saraya," Rustam berkata, suaranya dalam dan berwibawa. "Sudah lima tahun keluargamu tidak mengirim perwakilan.""Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili kami," jawab Saraya tegas.Zahir melangkah maju. "Ayah, dia bukan bagian dari klan kita. Dia bahkan bukan keluarga Saraya.""Dia tinggal di rumahku dan bekerja untuk keluargaku," Saraya menjawab tenang. "Menurut tradisi, itu cukup untuk menjadikannya perwakilan."Rustam menimbang sejenak, lalu mengangguk. "Tradisi memang memperbolehkan itu." Ia menatap Jasper. "Anak muda, kau sadar bahaya yang kau hadapi?""Ya, Patriark," jawab Jasper percaya diri."Baiklah. Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili keluarga Saraya dalam Perburua

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perburuan Malam di Hutan Zal-Umar.

    Jasper terbangun dengan sentakan. Sinar matahari pagi menerobos melalui celah dinding kayu rumah Saraya, menciptakan pola keemasan di lantai tanah yang dipadatkan. Sudah tiga hari ia tinggal bersama keluarga ini, dan tubuhnya mulai terbiasa dengan rutinitas baru: bangun saat ayam berkokok, membelah kayu hingga matahari tinggi, lalu mengikuti Reyna mencari tanaman obat di tepian Hutan Zal-Umar.Ia bangkit dari dipan sederhana yang menjadi tempat tidurnya, meregangkan otot-otot yang masih terasa kaku. Luka di bahunya telah membaik berkat ramuan Reyna, meski kadang masih terasa berdenyut saat ia mengangkat beban berat."Sudah bangun?" Suara Reyna terdengar dari ambang pintu. Gadis itu berdiri dengan keranjang anyaman di tangan, rambutnya yang cokelat keemasan diikat longgar. "Ibu membutuhkan kayu untuk memasak.""Aku segera ke sana," jawab Jasper, menyisir rambutnya dengan jari.Reyna mengangguk, tapi tidak beranjak. "Hari ini berbeda," katanya, suaranya lebih rendah. "Malam ini Perb

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Reyna.

    Jasper bisa merasakan kekuatan sihir yang mengalir dari tongkat itu, berbeda dari sihir yang ia kenal, lebih liar dan terikat dengan alam."Mendekatlah, anak muda," perintah Patriark dengan suara dalam yang bergema di dalam tenda.Jasper melangkah maju, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia tahu ini adalah saat yang menentukan. Udara di dalam tenda terasa berat dengan energi, membuat kulitnya meremang."Siapa namamu?" tanya Patriark."Jasper," jawabnya. "Dari Klan Moonfire.""Klan Moonfire telah musnah bertahun-tahun lalu," kata pria tua dengan tongkat berukir—yang Jasper duga adalah dukun klan. "Dibantai oleh Klan Stormhowl dalam Perang Bulan Berdarah."Jasper menundukkan kepala, berpura-pura sedih."Tidak semua dari kami terbunuh. Beberapa berhasil melarikan diri dan hidup tersembunyi. Keluargaku adalah salah satunya." Ia mengangkat wajahnya, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. "Tapi mereka akhirnya menemukan kami. Aku satu-satunya yang selamat."Patriark menatapnya lama, seola

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pelarian di Hutan Bayangan.

    Jasper terbangun dengan napas tersengal. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang terbaring di atas dedaunan lembap.Selama beberapa saat, ia hanya menatap kanopi pohon-pohon tinggi yang menghalangi langit, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang tercerai-berai.Sudah berapa lama ia berlari? Tiga hari? Empat? Waktu terasa kabur sejak pertempuran mematikan di tembok perbatasan Qingchang dan Zolia.Ingatan tentang serangan itu masih segar dalam benaknya: teriakan Emma, mantra-mantra Chen, dan tatapan terakhir Kiran sebelum mereka terpisah dalam kekacauan. Bayangan api dan asap masih menari di belakang kelopak matanya setiap kali ia memejamkan mata."Aku harus terus bergerak," gumamnya pada diri sendiri, memaksakan tubuhnya yang lelah untuk bangkit. Setiap otot memprotes, menjerit kesakitan setelah hari-hari berlari tanpa henti.Hutan di sekitarnya terasa berbeda dari hutan manapun yang pernah ia masuki. Pohon-pohon menjulang dengan batang segelap obsidian, dedaunan begitu rimbun hingga ha

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Darah dan Es di Crystalline.

    Emma bergerak cepat namun hati-hati melalui toko yang gelap, mengambil beberapa potong roti dan keju dari dapur untuk perbekalan perjalanan. Ia berhenti sejenak di ambang pintu depan, mendengarkan suara-suara dari luar.Jalanan tampak sepi, namun ia tahu pasukan Hersen berpatroli sepanjang malam, terutama sejak kabar tentang penyusupan di ibukota menyebar.Dengan satu tarikan napas dalam, Emma membuka pintu dan melangkah keluar ke dalam malam. Udara dingin menyapu wajahnya, membawa aroma kristal dan es yang khas Kota Crystalline. Ia menarik tudung jubahnya lebih rendah, menyembunyikan wajahnya dari pandangan siapapun yang mungkin berpapasan dengannya.Jalanan kota berkilau dalam cahaya bulan, kristal-kristal biru memantulkan sinar keperakan yang menciptakan pemandangan seperti di negeri dongeng.Namun bagi Emma, keindahan itu hanyalah topeng yang menyembunyikan bahaya. Setiap bayangan bisa menyembunyikan penjaga, setiap sudut bisa menjadi tempat penyergapan.Ia bergerak dari satu baya

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pengkhianatan di Bawah Cahaya Bulan.

    Suara Madam Elyra memecah keheningan, lembut namun penuh keterkejutan.Emma berbalik perlahan, mendapati wanita tua itu berdiri di ambang pintu, mengenakan jubah tidur berwarna biru tua. Wajahnya yang biasanya ramah kini dipenuhi kebingungan dan kekecewaan."Madam," kata Emma, suaranya tercekat. Botol eliksir booster terasa berat di tangannya, bukti pengkhianatannya yang tak terbantahkan."Kau... mencuri ramuanku?" tanya Madam Elyra, matanya beralih pada tas kain yang kini setengah penuh dengan botol-botol ramuan. Suaranya bergetar, bukan oleh kemarahan, melainkan oleh luka pengkhianatan.Emma menelan ludah, merasakan rasa bersalah yang menusuk hingga ke tulang. "Aku bisa menjelaskan.""Menjelaskan apa?" Madam Elyra melangkah masuk ke ruangan, matanya tidak lepas dari tas berisi ramuan curian."Bahwa kau memanfaatkan kebaikanku? Bahwa kau berpura-pura selama ini?""Bukan seperti itu," kata Emma, suaranya hampir memohon. "Aku harus pergi, Madam. Teman-temanku dalam bahaya.""Teman?" Ma

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Delapan Pot Mana, Satu Dosa.

    Bulan purnama mengintip dari balik awan tipis, menyinari Kota Crystalline dengan cahaya keperakan yang dingin. Bangunan-bangunan kristal biru berkilau seperti permata raksasa, menciptakan pemandangan yang hampir ajaib di tengah keheningan malam.Di dalam toko alkemis Madam Elyra, Emma duduk tegang di tepi tempat tidurnya, mendengarkan dengan seksama setiap suara di sekitarnya.Detak jantungnya terasa seperti genderang perang yang bertalu-talu di dadanya. Keputusan telah dibuat. Ia harus pergi ke Zahranar, harus menemukan Kiran dan Roneko. Tidak ada pilihan lain.Emma menunggu hingga suara dengkuran halus Madam Elyra terdengar dari kamar sebelah. Wanita tua itu selalu tidur nyenyak setelah minum teh chamomile favoritnya.Dengan langkah seringan kucing, Emma bangkit dan mengambil tas kain yang telah ia siapkan di bawah tempat tidur."Sekarang atau tidak sama sekali," bisiknya pada diri sendiri.Lorong toko terasa panjang dan mengintimidasi dalam kegelapan. Lantai kayu berderit pelan di

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Rencana Kabur.

    Madam Elyra menatapnya sejenak, seolah menimbang kebenaran kata-katanya, sebelum kembali fokus pada ramuannya. "Ya, ada kemiripan. Alkimia dan sihir adalah dua cabang ilmu yang berasal dari akar yang sama. Keduanya berusaha memahami dan memanipulasi alam, hanya dengan cara yang berbeda."Percakapan mereka terhenti ketika pintu toko terbuka, lonceng kecil di atasnya berdenting nyaring. Dua tentara Hersen berseragam hitam dan merah melangkah masuk, wajah mereka keras dan angkuh."Selamat pagi, Tuan-tuan," sapa Madam Elyra dengan sopan, meskipun Emma bisa melihat ketegangan di bahunya. "Ada yang bisa saya bantu?""Kami membutuhkan ramuan penambah stamina," kata salah satu tentara, suaranya kasar dan tidak ramah. "Yang terkuat yang kau miliki.""Tentu," jawab Madam Elyra, berjalan ke rak di belakangnya. "Saya memiliki elixir stamina tingkat menengah yang baru saja saya buat kemarin."Sementara Madam Elyra melayani para tentara, Emma mundur ke sudut toko, berusaha tidak menarik perhati

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status