Home / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Perbatasan Yang Terlupakan.

Share

Perbatasan Yang Terlupakan.

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-03-29 12:58:15

"Kita sudah sampai," Skarfum turun dari kambingnya, menghirup udara dalam-dalam. "Hutan Hermiford—salah satu hutan terindah di perbatasan Kekaisaran Qingchang."

Mereka menambatkan tunggangan di tepi hutan dan mempersiapkan peralatan berburu. Skarfum membagikan busur pendek khas kurcaci kepada mereka yang tidak memiliki senjata jarak jauh.

"Kita akan berburu dalam kelompok kecil," instruksi Skarfum. "Aku dengan Kiran, Emma dengan Jasper, dan Chen dengan dua Imp kita. Jangan pergi terlalu jauh, dan gunakan ini untuk memberi sinyal jika menemukan sesuatu."

Ia memberikan masing-masing kelompok sebuah terompet kecil dari tanduk. "Satu tiupan untuk memanggil bantuan, dua tiupan untuk berkumpul, tiga tiupan untuk bahaya."

Dengan anggukan setuju, mereka berpencar ke dalam hutan. Kiran mengikuti Skarfum, bergerak dengan langkah ringan di atas dedaunan kering. Kurcaci itu, meski bertubuh pendek dan kekar, bergerak dengan keheningan yang mengejutkan—hasil dari berabad-abad berburu di pegunungan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kekaisaran Yang Mengancam.

    "Agung dalam kebohongan, mungkin," tambah Kon, menyeringai lebar, memamerkan gigi tonggosnya. "Kami sudah mendengar bagaimana Kekaisaran Hersen memperlakukan tetangga-tetangganya. Mengambil tanah sedikit demi sedikit, seperti tikus yang mencuri remah roti."Para pemburu Hersen menggeram marah, tangan mereka bergerak ke arah senjata di pinggang. Pemimpin mereka melangkah maju, tangannya mencengkeram gagang pedang."Kalian akan menyesali kata-kata itu," desisnya. "Kami bisa saja membunuh kalian di sini dan tidak akan ada yang tahu."Skarfum mengangkat kapaknya, bersiap untuk pertarungan. Jasper dan Emma bergerak ke posisi bertarung, sementara Chen bersiap dengan tongkat sihirnya.Namun Burs dan Kon hanya tertawa—tawa yang aneh dan tidak manusiawi, yang membuat para pemburu Hersen terdiam kebingungan."Membunuh kami?" Burs memiringkan kepalanya. "Itu akan jadi kesalahan terakhir kalian."Dengan gerakan cepat dan mengejutkan, tubuh Burs dan Kon mulai berubah. Kulit mereka yang pucat berub

    Last Updated : 2025-03-29
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pesta di Kota Ironhold.

    Matahari mulai tenggelam di balik Pegunungan Rotos ketika rombongan berburu kembali ke Kota Ironhold. Langit senja mewarnai puncak-puncak gunung dengan semburat keemasan dan merah, menciptakan pemandangan yang memikat mata.Angin dingin pegunungan menyapu wajah mereka, membawa aroma pinus dan salju abadi dari puncak tertinggi.Di gerbang kota, Pigenor menunggu dengan wajah tenang. Matanya berbinar melihat teman-temannya kembali dengan selamat, meski alisnya terangkat melihat hasil buruan yang mereka bawa."Sepertinya perburuan kalian berhasil," komentarnya, mengamati kijang dan kelinci yang tergantung di pelana kuda."Lebih dari sekadar berhasil," jawab Skarfum dengan tawa menggelegar. "Kami juga berhasil mengusir pemburu Hersen dari wilayah kita!"Pigenor mengerutkan kening. "Pemburu Hersen? Di Hutan Hermiford?""Ceritanya panjang," Kiran turun dari Gallileon, menepuk leher monster iblis itu dengan lembut. "Akan kami ceritakan sambil makan."Skarfum menepukkan tangannya dengan semang

    Last Updated : 2025-03-30
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kejutan Dini Hari.

    Suasana menjadi hening sejenak, kontras dengan keceriaan beberapa saat lalu. Kiran menatap api unggun, pikirannya berkecamuk. Jika Kekaisaran Hersen benar-benar berencana menginvasi, mereka harus bergerak cepat.Keheningan..."Bagaimana dengan Roric?" tanya Kiran akhirnya, memecah keheningan. "Aku tidak melihatnya di pesta ini."Gladgrik menggeleng, senyum tipis muncul di wajahnya yang keriput. "Roric dan seluruh penempa di bengkelnya tidak akan keluar sampai pekerjaan mereka selesai. Sejak kau memberikan Orchid Altaalaite, mereka bekerja tanpa henti, siang dan malam.""Apakah itu normal?" tanya Emma, keningnya berkerut khawatir."Untuk Roric? Ya," Gladgrik tertawa kecil. "Dia selalu seperti itu ketika bekerja dengan material istimewa. Dan Orchid Altaalaite..." ia menggelengkan kepalanya dengan takjub, "itu adalah material paling istimewa yang pernah ia tangani."Kiran mengangguk, merasa sedikit lega. Ia menatap ke arah bengkel Roric yang terletak beberapa tingkat di bawah alun-alun.

    Last Updated : 2025-03-30
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pedang Yang Memilih.

    Suara lonceng kota berdentang tiga kali, menandakan dini hari telah tiba. Kiran, yang belum sempat memejamkan mata setelah kilatan cahaya semalam, bangkit dari tempatnya duduk di dekat api unggun yang kini hanya menyisakan bara.Alun-alun Kota Ironhold yang tadinya penuh dengan kurcaci yang berpesta kini lengang, hanya tersisa beberapa yang tertidur di tempat, terlalu mabuk untuk kembali ke rumah."Kita harus ke bengkel Roric," ucapnya, mengguncang bahu Emma yang tertidur bersandar pada sebuah tong bir kosong.Emma tersentak bangun, matanya mengerjap beberapa kali untuk mengusir kantuk. "Apa? Sekarang?""Ya, sekarang," Kiran mengangguk tegas. "Cahaya itu... aku yakin Roric telah menyelesaikan Pedang Bintang."Jasper, yang duduk tidak jauh dari mereka, bangkit dengan gerakan kaku. "Aku ikut," ucapnya, meregangkan tubuhnya yang pegal karena tertidur dalam posisi duduk.Mereka bergegas membangunkan yang lain. Chen terbangun dengan mudah, selalu siaga bahkan dalam tidurnya.Pigenor, yang

    Last Updated : 2025-03-31
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pedang Yang Memilih – Part II.

    "Demi Moradin," bisik Skarfum, mundur selangkah. "Apakah pedang itu... hidup?"Roric tidak tampak terkejut. "Dalam pengertian tertentu, ya.”“Orchid Altaalaite adalah permata yang memiliki kesadaran. Saat disatukan dengan Pedang Bintang, ia memberikan sebagian kesadarannya pada senjata itu."Pedang itu bergetar lebih kuat, lalu perlahan terangkat beberapa inci dari meja—melayang di udara tanpa ada yang menyentuhnya. Kemudian, dengan gerakan anggun, pedang itu berputar hingga gagangnya mengarah ke Kiran, seolah menawarkan diri untuk digenggam."Luar biasa," ucap Gladgrik takjub. "Pedang itu memilih pemiliknya.""Ini sangat langka," tambah Pigenor. "Dalam sejarah Elf, hanya ada beberapa senjata yang diketahui memiliki kemampuan untuk memilih pemiliknya. Semua adalah artefak dengan kekuatan luar biasa."Kiran menatap pedang yang melayang di hadapannya, ragu-ragu. "Apakah... aman untuk kusentuh?"Roric mengangguk. "Pedang itu memanggilmu, Kiran. Ia telah memilihmu sebagai pemiliknya. Jika

    Last Updated : 2025-03-31
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pedang Crimson Dawn.

    Bengkel Roric masih dipenuhi aura sihir yang mengambang di udara seperti kabut tipis, sisa-sisa dari proses penempaan yang luar biasa. Kiran berdiri di tengah ruangan, Pedang Bintang tergenggam erat di tangannya, cahaya ungu kemerahan dari Orchid Altaalaite berkedip-kedip seperti detak jantung yang tenang.Roric, yang telah membersihkan wajahnya dari jelaga dan sedikit memulihkan tenaganya dengan secangkir minuman keras kurcaci, menatap pedang itu dengan mata berbinar. Namun ada kerutan di dahinya, seolah ada sesuatu yang masih mengganggu pikirannya."Ada apa, Roric?" tanya Kiran, menyadari ekspresi kurcaci penempa itu.Roric menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Pedang itu... ia bukan lagi Pedang Bintang yang dulu.""Apa maksudmu?" Emma melangkah maju, alisnya terangkat penasaran."Pedang Bintang adalah nama yang diberikan pada senjata itu sebelum disempurnakan dengan Orchid Altaalaite," jelas Roric, tangannya yang kasar mengusap janggutnya. "Sekarang, setelah menyatu dengan p

    Last Updated : 2025-04-01
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Topeng Spiritual.

    Kiran mengambil salah satu topeng, merasakan materialnya yang dingin namun anehnya terasa hidup di tangannya. "Bagaimana cara kerjanya?""Kenakan saja," jawab Roric. "Topeng akan menyesuaikan diri dengan pemakainya, menciptakan penyamaran yang sempurna."Dengan ragu-ragu, Kiran mendekatkan topeng ke wajahnya. Saat topeng itu menyentuh kulitnya, sensasi dingin menjalar, diikuti oleh perasaan aneh seperti air yang mengalir menutupi seluruh wajahnya. Ia memejamkan mata, dan ketika membukanya kembali, ia merasakan sesuatu yang berbeda."Kiran?" Emma menatapnya dengan mata melebar. "Kau... berubah."Roric menyodorkan cermin kecil pada Kiran.Saat ia melihat refleksinya, napasnya tercekat. Wajahnya telah berubah sepenuhnya—rambut hitamnya kini berwarna coklat keemasan, matanya yang dulu coklat gelap kini berwarna biru cerah, dan fitur wajahnya lebih keras dan tegas, dengan bekas luka tipis melintang di pipi kanannya."Ini... luar biasa," ucap Kiran, terkejut mendengar suaranya sendiri yang

    Last Updated : 2025-04-01
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perjalanan ke Kota Shanggu.

    Perjalanan dari Gunung Rotos menuju Kota Shanggu bukanlah perjalanan yang mudah. Kelompok Kiran memutuskan untuk menghindari jalur utama yang mengarah langsung ke Kota Qingchang, memilih rute memutar yang lebih panjang namun lebih aman bagi lima buronan dengan harga tinggi di kepala mereka.Mereka menyusuri kaki Pegunungan Rotos ke arah timur, melewati lembah-lembah tersembunyi dan hutan-hutan lebat yang jarang dijamah manusia.Gallileon, monster iblis yang setia, membawa Kiran dan Emma melewati medan yang sulit dengan langkah pasti. Jasper, Chen, dan Pigenor mengikuti di belakang dengan kuda-kuda gunung tangguh pemberian kurcaci, sementara Burs dan Kon dengan keledai mereka sering tertinggal dan harus diingatkan untuk bergegas."Kita harus menghindari Lembah Mystral," ucap Kiran suatu pagi, saat mereka berkemah di tepi sungai kecil.Ia membentangkan peta pemberian Roric, menunjuk jalur berkelok yang menjauh dari lembah tersebut. "Terlalu banyak kenangan di sana."Emma, yang kini tamp

    Last Updated : 2025-04-02

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kebangkitan Api Biru Keemasan.

    Jasper tidak berhenti.Ia terus mengalirkan energi ke dalam apinya, membuat tornado itu semakin besar dan panas. Wendigo berputar dalam kesakitan, mencoba memadamkan api, tapi sia-sia.Api keemasan Jasper terlalu kuat, terlalu lapar.Dalam hitungan menit, tubuh Wendigo mulai runtuh menjadi abu. Tanduk peraknya jatuh ke tanah dengan dentingan keras, diikuti oleh sesuatu yang berkilau merah dari dalam tubuhnya yang terbakar.Saat api padam, yang tersisa hanyalah tumpukan abu dan dua benda: tanduk perak yang menjadi target Perburuan Malam, dan sebuah kristal merah sebesar ibu jari yang berkilau seperti bara api.Jasper merangkak mendekati sisa-sisa Wendigo, mengabaikan rasa sakit di kakinya.Ia mengambil tanduk perak itu, merasakan beratnya yang tidak wajar untuk ukurannya. Tapi perhatiannya lebih tertarik pada kristal merah yang berdenyut seperti jantung."Monster core," bisiknya, mengenali benda itu dari pelajarannya di Institut Sihir Magentum. "Inti api."Inti monster adalah kristalis

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertarungan Api dan Bayangan Wendigo.

    Sepasang mata putih tanpa pupil menatap Jasper dari kegelapan terowongan.Cahaya dari bola api kecil di tangannya menyinari sosok tinggi kurus yang perlahan melangkah maju. Kulitnya pucat seperti tulang yang lama terkubur, dengan tekstur kasar bagai kulit pohon mati. Tanduk perak mencuat dari kepalanya, berkilau dingin di bawah cahaya api.Wendigo Perak. Makhluk legenda yang menjadi target Perburuan Malam."Jadi kau nyata," bisik Jasper, mundur hingga punggungnya menyentuh dinding lubang.Makhluk itu menggeram, suaranya seperti angin musim dingin yang menyapu tulang-tulang kering. Ia membuka mulutnya, menampakkan deretan gigi setajam jarum yang tersusun dalam tiga baris.Lengannya yang panjang dan kurus berakhir dengan cakar melengkung yang tampak mampu mengoyak baja.Jasper menggenggam belati Reyna erat-erat, meski tahu senjata sekecil itu tidak akan banyak membantu. Kakinya yang terluka berdenyut nyeri, mengingatkannya bahwa ia tidak dalam kondisi untuk bertarung, apalagi melarikan

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Jebakan di Lubang Terlarang.

    Hutan di malam hari berubah menjadi tempat yang sama sekali berbeda. Pohon-pohon yang di siang hari sudah tampak mengancam, kini menjulang seperti raksasa hitam dengan cabang-cabang bagai cakar. Bulan purnama menerobos di antara dedaunan, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak seolah hidup.Jasper berlari sekuat tenaga, berusaha mengikuti jejak para serigala. Tanpa transformasi, ia jauh lebih lambat. Napasnya mulai tersengal, tapi ia memaksakan diri terus bergerak. Belati pemberian Reyna terselip di ikat pinggangnya, siap digunakan.Setelah beberapa menit berlari, Jasper berhenti untuk mengatur napas. Hutan di sekitarnya sunyi, tidak ada tanda-tanda serigala lain. Ia telah kehilangan jejak mereka."Hebat," gumamnya pada diri sendiri. "Tersesat di malam pertama."Tiba-tiba, suara geraman rendah terdengar dari belakangnya. Jasper berbalik cepat, tangannya meraih belati. Tiga pasang mata berkilau dalam kegelapan. Satu merah, dua lainnya kuning keemasan.Zahir dalam wujud s

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bulan Purnama dan Wujud Serigala.

    "Dia tidak akan senang melihatmu ikut berburu," Reyna melanjutkan. "Dia tidak suka pendatang."Saraya melangkah maju, membawa Jasper ke hadapan Patriark. "Rustam, aku membawa perwakilan keluargaku untuk Perburuan Malam."Bisik-bisik terdengar di seluruh kerumunan. Zahir menatap Jasper dengan mata menyipit."Saraya," Rustam berkata, suaranya dalam dan berwibawa. "Sudah lima tahun keluargamu tidak mengirim perwakilan.""Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili kami," jawab Saraya tegas.Zahir melangkah maju. "Ayah, dia bukan bagian dari klan kita. Dia bahkan bukan keluarga Saraya.""Dia tinggal di rumahku dan bekerja untuk keluargaku," Saraya menjawab tenang. "Menurut tradisi, itu cukup untuk menjadikannya perwakilan."Rustam menimbang sejenak, lalu mengangguk. "Tradisi memang memperbolehkan itu." Ia menatap Jasper. "Anak muda, kau sadar bahaya yang kau hadapi?""Ya, Patriark," jawab Jasper percaya diri."Baiklah. Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili keluarga Saraya dalam Perburua

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perburuan Malam di Hutan Zal-Umar.

    Jasper terbangun dengan sentakan. Sinar matahari pagi menerobos melalui celah dinding kayu rumah Saraya, menciptakan pola keemasan di lantai tanah yang dipadatkan. Sudah tiga hari ia tinggal bersama keluarga ini, dan tubuhnya mulai terbiasa dengan rutinitas baru: bangun saat ayam berkokok, membelah kayu hingga matahari tinggi, lalu mengikuti Reyna mencari tanaman obat di tepian Hutan Zal-Umar.Ia bangkit dari dipan sederhana yang menjadi tempat tidurnya, meregangkan otot-otot yang masih terasa kaku. Luka di bahunya telah membaik berkat ramuan Reyna, meski kadang masih terasa berdenyut saat ia mengangkat beban berat."Sudah bangun?" Suara Reyna terdengar dari ambang pintu. Gadis itu berdiri dengan keranjang anyaman di tangan, rambutnya yang cokelat keemasan diikat longgar. "Ibu membutuhkan kayu untuk memasak.""Aku segera ke sana," jawab Jasper, menyisir rambutnya dengan jari.Reyna mengangguk, tapi tidak beranjak. "Hari ini berbeda," katanya, suaranya lebih rendah. "Malam ini Perb

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Reyna.

    Jasper bisa merasakan kekuatan sihir yang mengalir dari tongkat itu, berbeda dari sihir yang ia kenal, lebih liar dan terikat dengan alam."Mendekatlah, anak muda," perintah Patriark dengan suara dalam yang bergema di dalam tenda.Jasper melangkah maju, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia tahu ini adalah saat yang menentukan. Udara di dalam tenda terasa berat dengan energi, membuat kulitnya meremang."Siapa namamu?" tanya Patriark."Jasper," jawabnya. "Dari Klan Moonfire.""Klan Moonfire telah musnah bertahun-tahun lalu," kata pria tua dengan tongkat berukir—yang Jasper duga adalah dukun klan. "Dibantai oleh Klan Stormhowl dalam Perang Bulan Berdarah."Jasper menundukkan kepala, berpura-pura sedih."Tidak semua dari kami terbunuh. Beberapa berhasil melarikan diri dan hidup tersembunyi. Keluargaku adalah salah satunya." Ia mengangkat wajahnya, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. "Tapi mereka akhirnya menemukan kami. Aku satu-satunya yang selamat."Patriark menatapnya lama, seola

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pelarian di Hutan Bayangan.

    Jasper terbangun dengan napas tersengal. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang terbaring di atas dedaunan lembap.Selama beberapa saat, ia hanya menatap kanopi pohon-pohon tinggi yang menghalangi langit, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang tercerai-berai.Sudah berapa lama ia berlari? Tiga hari? Empat? Waktu terasa kabur sejak pertempuran mematikan di tembok perbatasan Qingchang dan Zolia.Ingatan tentang serangan itu masih segar dalam benaknya: teriakan Emma, mantra-mantra Chen, dan tatapan terakhir Kiran sebelum mereka terpisah dalam kekacauan. Bayangan api dan asap masih menari di belakang kelopak matanya setiap kali ia memejamkan mata."Aku harus terus bergerak," gumamnya pada diri sendiri, memaksakan tubuhnya yang lelah untuk bangkit. Setiap otot memprotes, menjerit kesakitan setelah hari-hari berlari tanpa henti.Hutan di sekitarnya terasa berbeda dari hutan manapun yang pernah ia masuki. Pohon-pohon menjulang dengan batang segelap obsidian, dedaunan begitu rimbun hingga ha

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Darah dan Es di Crystalline.

    Emma bergerak cepat namun hati-hati melalui toko yang gelap, mengambil beberapa potong roti dan keju dari dapur untuk perbekalan perjalanan. Ia berhenti sejenak di ambang pintu depan, mendengarkan suara-suara dari luar.Jalanan tampak sepi, namun ia tahu pasukan Hersen berpatroli sepanjang malam, terutama sejak kabar tentang penyusupan di ibukota menyebar.Dengan satu tarikan napas dalam, Emma membuka pintu dan melangkah keluar ke dalam malam. Udara dingin menyapu wajahnya, membawa aroma kristal dan es yang khas Kota Crystalline. Ia menarik tudung jubahnya lebih rendah, menyembunyikan wajahnya dari pandangan siapapun yang mungkin berpapasan dengannya.Jalanan kota berkilau dalam cahaya bulan, kristal-kristal biru memantulkan sinar keperakan yang menciptakan pemandangan seperti di negeri dongeng.Namun bagi Emma, keindahan itu hanyalah topeng yang menyembunyikan bahaya. Setiap bayangan bisa menyembunyikan penjaga, setiap sudut bisa menjadi tempat penyergapan.Ia bergerak dari satu baya

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pengkhianatan di Bawah Cahaya Bulan.

    Suara Madam Elyra memecah keheningan, lembut namun penuh keterkejutan.Emma berbalik perlahan, mendapati wanita tua itu berdiri di ambang pintu, mengenakan jubah tidur berwarna biru tua. Wajahnya yang biasanya ramah kini dipenuhi kebingungan dan kekecewaan."Madam," kata Emma, suaranya tercekat. Botol eliksir booster terasa berat di tangannya, bukti pengkhianatannya yang tak terbantahkan."Kau... mencuri ramuanku?" tanya Madam Elyra, matanya beralih pada tas kain yang kini setengah penuh dengan botol-botol ramuan. Suaranya bergetar, bukan oleh kemarahan, melainkan oleh luka pengkhianatan.Emma menelan ludah, merasakan rasa bersalah yang menusuk hingga ke tulang. "Aku bisa menjelaskan.""Menjelaskan apa?" Madam Elyra melangkah masuk ke ruangan, matanya tidak lepas dari tas berisi ramuan curian."Bahwa kau memanfaatkan kebaikanku? Bahwa kau berpura-pura selama ini?""Bukan seperti itu," kata Emma, suaranya hampir memohon. "Aku harus pergi, Madam. Teman-temanku dalam bahaya.""Teman?" Ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status