Share

Part 28

last update Last Updated: 2022-12-05 19:24:45

Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?

***

"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya.

"Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya.

"Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku.

Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal."

"Kamu bisa?"

"Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."

Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap.

"Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas.

Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban.

"Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu."

"Reno, kamu dengerin aku nggak?"

"Ya, Puspa," jawab Reno malas. "Aku sedang sibuk. Tidurlah lagi."

Aku menghela napas. Kemudian beranjak dari tidur. Duduk di tepi ranjang dan menatap Reno yang membelakangiku.

"Apakah ada temanmu yang gugur saat bertugas?" tanyaku lirih.

Tangan Reno yang bergerak cepat mengetik keyboard terhenti. Pria itu menghembuskan napas berat. "Ya, ada."

Aku semakin gelisah, mendengar jawabannya. "Sudahlah Reno, kamu pensiun saja dari pekerjaan itu dan hiduplah dengan tenang sebagai orang biasa."

Reno masih belum menoleh ke arahku. Pria itu hanya terdiam.

"Aku takut suatu saat nanti, terjadi sesuatu sama kamu."

"Berdoalah yang baik-baik, Puspa."

"Istri mana yang tidak khawatir Ren, melihat suaminya selalu berurusan dengan para penjahat!" jawabku dengan penuh penekanan.

"Please, Ren, lebih baik kamu berhenti dari pekerjaan ini. Aku takut kehilangan kamu."

Reno akhirnya membalik kursinya hingga menghadap ke arahku. "Puspa, semuanya akan baik-baik saja. Aku sudah profesional. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Siapa yang tahu, Ren. Bukankah menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk itu lebih baik, daripada terus melanjutkannya?"

"Ini tugasku. Ini adalah pengabdianku pada negara ini."

Selaku cepat. "Masih ada anggota-anggota lain."

"Selagi aku masih bisa, kenapa tidak? Aku ingin jadi orang yang berguna untuk negara ini. Mengayomi dan melindungi masyarakat. Itu tugas mutlak seorang polisi."

"Berarti kamu tidak mau mengerti perasaanku. Bagaimana kekhawatiranku sebagai istrimu, Ren."

"Kamu hanya terlalu khawatir, Pus."

"Bagaimana tidak khawatir. Aku pernah mendengar ceritamu yang dikeroyok banyak preman dan hampir mati. Aku juga pernah melihatmu bertarung dengan mas Aldi. Kamu punya pistol, dia juga punya pistol. Kamu punya akal, penjahat juga punya akal. Salah sedikit saja kamu bisa mati. Tidak selamanya pahlawan itu akan selalu jadi pemenang," cerocosku dengan mata berkaca-kaca.

Reno memejamkan matanya. "Setidaknya aku mati dalam keadaan syahid karena membela kebenaran."

"Lalu aku bagaimana, Ren? Apa kamu tidak memikirkan perasaanku sebagai istrimu?"

"Kamu cukup mendoakanku, Pus."

"Apa itu bisa bikin aku tenang?"

"Percayalah sama Allah, Pus, semua akan baik-baik saja," jawab Reno lembut.

"Aku kasih kamu dua pilihan. Pilih aku atau pekerjaanmu?"

Reno menggigit bibir bawah. Pria itu terlihat resah. "Jangan begitu, Pus. Jangan suruh aku memilih. Seharusnya kamu selalu ngasih aku support."

"Aku seorang anggota intelijen yang bertugas untuk memberantas kejahatan dan melindungi kesejahteraan rakyat."

"Aku ingin mengabdi pada negeri ini. Sama seperti yang dilakukan oleh Polisi, TNI, anggota Intelijen di seluruh negara ini. Kami ada untuk melindungi masyarakat."

"Tidak akan pernah lelap tidurku sebelum lelap tidur mereka."

"Tidak akan pernah tenang jiwaku sebelum tenang jiwa mereka."

"Perihku, untuk menghapus perih mereka."

"Lelahku untuk mengangkat lelah mereka."

"Tamengku, tameng jiwa mereka."

"Sedihku untuk hapuskan sedih mereka."

"Aku tidak mungkin berhenti, di saat teman-temanku sedang berjuang tanpa henti. Aku mohon, Pus. Mengertilah profesiku, dan dukung aku."

"Tidak ada pria yang sukses tanpa perempuan hebat di belakangnya."

Aku terdiam seribu bahasa mendengar kalimat panjang yang diucapkan Reno.

"Dukung aku terus, Pus, dan jadilah ratu duniaku."

Lidahku terasa kelu. Aku tidak mampu mengatakan apa-apa lagi.

"Dirimu adalah ratu duniaku sekarang, nanti, dan selamanya. Jadi, jangan lelah dan teruslah di sampingku."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Tenggorokan ini terasa kering.

"Ratu dunia itu bukan miss world, ratu dunia itu juga bukan miss univers. Ratu dunia itu adalah Al- Maratus solehah." Reno menitikan air matanya.

"Nabi pernah berkata. Bahwa dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan yang solehah."

"Jadilah istri yang shalihah, Pus. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya! Setia kepada suaminya! Bagus dalam menjaga anaknya!"

"Karena dirimu adalah Al-Maratus Solehah."

"Akan aku jagu ratu duniaku dengan sepenuh jiwa. Bukan untuk dipamerkan, bukan untuk diperlombakan, tapi untuk mencari ridho Allah SWT."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28 B

    "Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28

    Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 27

    "Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 26

    "Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status