Share

Part 28

Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?

***

"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya.

"Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya.

"Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku.

Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal."

"Kamu bisa?"

"Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."

Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap.

"Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas.

Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban.

"Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu."

"Reno, kamu dengerin aku nggak?"

"Ya, Puspa," jawab Reno malas. "Aku sedang sibuk. Tidurlah lagi."

Aku menghela napas. Kemudian beranjak dari tidur. Duduk di tepi ranjang dan menatap Reno yang membelakangiku.

"Apakah ada temanmu yang gugur saat bertugas?" tanyaku lirih.

Tangan Reno yang bergerak cepat mengetik keyboard terhenti. Pria itu menghembuskan napas berat. "Ya, ada."

Aku semakin gelisah, mendengar jawabannya. "Sudahlah Reno, kamu pensiun saja dari pekerjaan itu dan hiduplah dengan tenang sebagai orang biasa."

Reno masih belum menoleh ke arahku. Pria itu hanya terdiam.

"Aku takut suatu saat nanti, terjadi sesuatu sama kamu."

"Berdoalah yang baik-baik, Puspa."

"Istri mana yang tidak khawatir Ren, melihat suaminya selalu berurusan dengan para penjahat!" jawabku dengan penuh penekanan.

"Please, Ren, lebih baik kamu berhenti dari pekerjaan ini. Aku takut kehilangan kamu."

Reno akhirnya membalik kursinya hingga menghadap ke arahku. "Puspa, semuanya akan baik-baik saja. Aku sudah profesional. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Siapa yang tahu, Ren. Bukankah menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk itu lebih baik, daripada terus melanjutkannya?"

"Ini tugasku. Ini adalah pengabdianku pada negara ini."

Selaku cepat. "Masih ada anggota-anggota lain."

"Selagi aku masih bisa, kenapa tidak? Aku ingin jadi orang yang berguna untuk negara ini. Mengayomi dan melindungi masyarakat. Itu tugas mutlak seorang polisi."

"Berarti kamu tidak mau mengerti perasaanku. Bagaimana kekhawatiranku sebagai istrimu, Ren."

"Kamu hanya terlalu khawatir, Pus."

"Bagaimana tidak khawatir. Aku pernah mendengar ceritamu yang dikeroyok banyak preman dan hampir mati. Aku juga pernah melihatmu bertarung dengan mas Aldi. Kamu punya pistol, dia juga punya pistol. Kamu punya akal, penjahat juga punya akal. Salah sedikit saja kamu bisa mati. Tidak selamanya pahlawan itu akan selalu jadi pemenang," cerocosku dengan mata berkaca-kaca.

Reno memejamkan matanya. "Setidaknya aku mati dalam keadaan syahid karena membela kebenaran."

"Lalu aku bagaimana, Ren? Apa kamu tidak memikirkan perasaanku sebagai istrimu?"

"Kamu cukup mendoakanku, Pus."

"Apa itu bisa bikin aku tenang?"

"Percayalah sama Allah, Pus, semua akan baik-baik saja," jawab Reno lembut.

"Aku kasih kamu dua pilihan. Pilih aku atau pekerjaanmu?"

Reno menggigit bibir bawah. Pria itu terlihat resah. "Jangan begitu, Pus. Jangan suruh aku memilih. Seharusnya kamu selalu ngasih aku support."

"Aku seorang anggota intelijen yang bertugas untuk memberantas kejahatan dan melindungi kesejahteraan rakyat."

"Aku ingin mengabdi pada negeri ini. Sama seperti yang dilakukan oleh Polisi, TNI, anggota Intelijen di seluruh negara ini. Kami ada untuk melindungi masyarakat."

"Tidak akan pernah lelap tidurku sebelum lelap tidur mereka."

"Tidak akan pernah tenang jiwaku sebelum tenang jiwa mereka."

"Perihku, untuk menghapus perih mereka."

"Lelahku untuk mengangkat lelah mereka."

"Tamengku, tameng jiwa mereka."

"Sedihku untuk hapuskan sedih mereka."

"Aku tidak mungkin berhenti, di saat teman-temanku sedang berjuang tanpa henti. Aku mohon, Pus. Mengertilah profesiku, dan dukung aku."

"Tidak ada pria yang sukses tanpa perempuan hebat di belakangnya."

Aku terdiam seribu bahasa mendengar kalimat panjang yang diucapkan Reno.

"Dukung aku terus, Pus, dan jadilah ratu duniaku."

Lidahku terasa kelu. Aku tidak mampu mengatakan apa-apa lagi.

"Dirimu adalah ratu duniaku sekarang, nanti, dan selamanya. Jadi, jangan lelah dan teruslah di sampingku."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Tenggorokan ini terasa kering.

"Ratu dunia itu bukan miss world, ratu dunia itu juga bukan miss univers. Ratu dunia itu adalah Al- Maratus solehah." Reno menitikan air matanya.

"Nabi pernah berkata. Bahwa dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan yang solehah."

"Jadilah istri yang shalihah, Pus. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya! Setia kepada suaminya! Bagus dalam menjaga anaknya!"

"Karena dirimu adalah Al-Maratus Solehah."

"Akan aku jagu ratu duniaku dengan sepenuh jiwa. Bukan untuk dipamerkan, bukan untuk diperlombakan, tapi untuk mencari ridho Allah SWT."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status