Share

Bab 4

Author: Darrel Gilvano
Setengah jam kemudian, Laura datang menjemput Jimmy. Dia punya acara kumpul-kumpul malam ini dan ingin pria itu ikut bersamanya.

"Kamu nggak takut ditertawakan orang-orang dengan mengajakku ke acaramu?" tanya Jimmy dengan nada penasaran di mobil.

Tatapan Laura tertuju pada jalan raya saat dia menjawab dengan dingin, "Apa yang perlu ditakutkan? Kalau hal ini tersebar, toh aku juga akan ditertawakan. Ketimbang begitu, lebih baik aku santai saja."

"Bukannya kamu yang bersikeras ingin menikah denganku?" sindir Jimmy sambil menoleh menatap Laura.

"Aku hanya terpaksa. Anggap saja kita adalah orang asing yang kebetulan punya akta nikah! Jujur saja, alasanku mengajakmu keluar sekarang adalah untuk menyadarkanmu kalau kita dari dunia yang berbeda, supaya kamu nggak mengkhayal macam-macam," balas Laura, bahkan tanpa melirik Jimmy sedikit pun.

Jimmy terdiam, lalu sesaat kemudian berkata, "Kalau begitu, haruskah aku turun mobil sekarang?"

Laura mendengus dan menyindir, "Kalau acara kecil begini sudah membuatmu gentar, ke depannya kamu nggak usah keluar dan ketemu siapa pun lagi."

Jimmy tertegun. Benar juga! Jika kabar pernikahannya dengan Laura tersebar keluar, orang-orang hanya akan mengejeknya sebagai si buruk rupa yang mengincar putri.

Ada beberapa hal yang tidak akan bisa dihindari. Cepat atau lambat Jimmy akan menghadapinya. Jadi, lebih baik dia hadiri saja acara kumpul-kumpul Laura. Lagi pula, mereka juga tidak mungkin melahapnya, bukan?

Berpikir demikian, Jimmy pun tidak mengatakan apa-apa lagi.

Tak lama kemudian, keduanya tiba di sebuah kelab mewah. Saat Jimmy dan Laura memasuki ruang VIP, dua pasang pria dan wanita sudah duduk di dalam. Orang-orang itu berusia sepantaran dengan mereka.

"Laura, ayo duduk di sini!"

Rafael Kusuma segera menyapa Laura dengan semangat dan mempersilakan dia duduk di sebelahnya. Tiga orang lainnya juga menyapa Laura dengan akrab. Pada saat yang sama, mereka mengabaikan Jimmy seolah dia tidak berada di sana.

Laura tidak duduk di sebelah Rafael. Dia memilih untuk duduk bersama sahabatnya, Melisa Riyardi. Kilat kecewa melintas di mata Rafael.

Kemudian, Laura mulai memperkenalkan orang-orang ini pada Jimmy. Jimmy hanya mengangguk pada mereka, tidak banyak bicara.

Rafael menatap Laura dengan penuh arti sambil berucap, "Laura, aku tahu suasana hatimu lagi buruk, makanya aku khusus membawakan dua botol Musigny kualitas terbaik dari rumah. Jangan sedih lagi, kakekmu hanya linglung sesaat. Tenang saja, apa pun yang terjadi, aku akan selalu menemanimu."

"Ada aku yang bisa menemani istriku, kamu nggak perlu repot-repot," ujar Jimmy, segera menegaskan posisinya. Meskipun hubungan mereka hanyalah pasangan hitam di atas kertas, Laura tetaplah istri sahnya. Pria mana yang bisa terima melihat orang lain merayu sang istri tepat di depan matanya?

"Siapa yang kamu sebut istri?" Laura mendelik tajam pada Jimmy dan berkata, "Tolong sadar diri, jangan melampaui batas!"

"Kamu kira kamu layak untuk Laura? Aku akan segera tunjukkan apa yang dimaksud dengan perbedaan kelas!" ejek Rafael sambil menunjuk anggur merah di meja. "Kamu tahu itu anggur apa?"

Jimmy mengambil anggur itu dan mengamatinya sebentar. Botolnya penuh dengan huruf-huruf asing. Detik itu, seolah ada beberapa ingatan yang terlintas di benaknya. Namun, sekeras apa pun dia memeras otak, dia tidak bisa mengingat nama anggur itu.

"Aku nggak tahu," sahut Jimmy sambil menggeleng tanpa daya.

"Ini anggur Musigny!" ucap Melisa sambil terkikik. "Harga sebotolnya lebih dari 400 juta, setara gajimu selama enam atau tujuh tahun."

"Kamu mengerti sekarang?" Rafael melirik Jimmy dengan sinis, lalu bertepuk tangan dan berucap, "Laura sudah di sini. Anggur ini juga sudah cukup lama dibuka. Ayo, kita minum!"

Usai berkata begitu, Rafael mulai menuangkan anggur untuk semua orang.

Yang mengejutkan Jimmy, Rafael juga menuangkan anggur untuknya. Dia malah mengira pria itu akan memintanya menuang anggur sendiri.

Mengikuti aba-aba Rafael, sekelompok orang itu mengangkat gelas dan menyesap anggur mereka.

"Sesuai harapan, rasa Musigny kualitas terbaik benar-benar nikmat!"

"Rasa awalnya agak sepat, tapi perlahan melembut. Setelah diminum, rasa dan aromanya tertinggal lama."

"Kurasa Musigny ini bahkan lebih nikmat dari Lafite 1982 ...."

Beberapa orang itu mendesah dramatis dan wajah mereka tampak larut dalam kenikmatan.

Melihat ekspresi mereka, Jimmy tidak bisa menahan diri untuk mengerucutkan bibir. Minum ya minum saja, apa perlu berlebihan seperti itu?

Setelah diam-diam mencemooh, Jimmy menyesap sedikit anggur merahnya. Tepat ketika cairan itu menyentuh lidahnya, Jimmy tiba-tiba mengernyit. Anggur ini ... tidak sespesial yang mereka katakan.

"Gimana? Kamu pasti belum pernah mencicipi anggur senikmat ini, 'kan?" tanya Rafael sambil menyeringai pada Jimmy. Aura superioritas terpancar jelas darinya.

Jimmy mengatupkan bibirnya kembali, lalu berujar dengan alis berkerut, "Sepertinya anggur ini palsu deh." Ingatan yang berkelebat sekilas di benaknya memberi tahu ada yang salah pada rasa anggur itu.

Anggur palsu? Mendengar ucapan Jimmy, semua orang awalnya tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Memangnya kamu pernah minum Musigny? Tahu dari mana itu palsu?"

"Bilang saja belum pernah minum, jangan hina anggur mahal Rafael!"

"Iya, betul! Nggak aneh kalau satpam sepertimu nggak tahu Musigny. Kamu nggak perlu malu mengakuinya ...."

Seseorang yang boleh jadi belum pernah minum anggur merah seharga lebih dari 200 ribu berani mengatakan bahwa Musigny kualitas terbaik ini palsu? Palsu atau bukan, tidakkah mereka akan tahu perbedaannya?

"Beginilah orang dari kalangan bawah." Rafael menggeleng sambil tersenyum, lalu menyindir sinis, "Bagi orang-orang kalangan bawah yang hanya pernah minum anggur oplosan, rasa Musigny kualitas terbaik pasti nggak ada bedanya dengan anggur palsu. Itulah yang disebut perbedaan kelas sosial!"

Mendengar ucapan Rafael, teman-temannya pun kompak mengangguk.

Laura melirik Jimmy dan menimpali, "Sekarang kamu tahu kita bukan dari dunia yang sama, 'kan?"

"Ini memang anggur palsu," cibir Jimmy.

Melihat Jimmy masih keras kepala, mata Laura langsung berkilat jijik. Sudah bodoh, tetapi masih sok tahu!

"Pasti karena rasanya agak sepat, makanya kamu bilang ini anggur palsu, 'kan?" Rafael menyesap anggurnya dengan gaya elegan, lalu berkata dengan ekspresi mengejek pada Jimmy, "Itu namanya tanin, tahu? Rasa itulah yang membuktikan anggur ini bukan oplosan!"

"Rafael, ngapain repot-repot? Menjelaskan hal ini sama saja buang-buang air liur," ujar Laura sambil menggeleng pelan.

"Iya juga," sahut Rafael sambil mengangguk setuju. Kemudian, dia menggelengkan kepala dan terbahak. "Orang udik pada akhirnya tetaplah orang udik. Sekalipun pindah ke istana, selamanya tetap orang udik!"

Jimmy membalas dengan kesal, "Biarpun orang udik, bukankah aku akhirnya menikahi seorang putri? Apalagi, putri inilah yang memintaku menikahinya. Kalau kamu hebat, kenapa kamu nggak bisa mendapatkannya?"

Sialan! Apa Jimmy sedang berkata bahwa dirinya tidak cukup layak untuk Laura? Begitu mendengar kata-kata Jimmy, senyum Rafael langsung surut.

"Tolong sadar diri." Rafael menatap Jimmy dengan sorot angkuh dan berkata, "Kalau bukan karena Laura, orang sepertimu bahkan nggak berhak bicara denganku. Menghancurkanmu akan lebih mudah daripada membunuh seekor semut!"

"Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menghancurkan siapa!" sahut Jimmy sambil memelototi Rafael.

Apa yang perlu ditakutkan? Jimmy mungkin tidak bisa mengalahkan Yasmin, tetapi sudah pasti bisa menangani Rafael. Bahkan jika terjadi sesuatu, ada Yasmin yang masih berutang budi padanya.

Tepat ketika Rafael hendak mengonfrontasi Jimmy, Laura buru-buru menghentikannya sambil membujuk, "Rafael, jangan rendahkan dirimu ke levelnya."

"Ya, ya, meladeninya hanya akan mencemari martabatmu," timpal Melisa.

Dua orang lainnya juga mengangguk setuju. Setelah dibujuk beberapa orang itu, Rafael akhirnya memilih mundur dan hanya mendengus dingin.

Laura mendelik tajam pada Jimmy. Kemudian, dia menatap Rafael lagi dan bertanya dengan hati-hati, "Rafael, sebelumnya kamu pernah bilang kalau ayahmu punya koneksi dengan Pak Broto. Apa itu benar?"

Rafael mengangguk, lalu menjawab dengan bangga, "Tentu saja."

Mendengar itu, mata Melisa dan dua orang lainnya langsung bersinar cerah.

"Rafael, ternyata ayahmu akrab dengan Pak Broto. Kenapa kamu nggak bilang dari awal!"

"Kamu terlalu rendah hati, Rafael."

"Rafael, kelak kalau aku punya masalah, kamu harus membantuku ya?"

Orang-orang itu mulai menjilat Rafael sambil tidak lupa mengejek Jimmy.

"Pak Broto" yang disebut-sebut adalah Broto Bahrani. Meski tidak menonjolkan diri, dia adalah tokoh terkemuka di Bataram. Bahkan Tiga Keluarga Besar di Bataram pun menghormatinya. Siapa pun yang menyinggung Broto tidak akan pernah berakhir baik.

Konon, Broto sebenarnya adalah pendatang. Dia adalah mantan bos mafia kota lain yang pindah ke Bataram untuk meninggalkan kehidupan penuh kekerasan di masa lalu.

"Dasar para penjilat!" cibir Jimmy sambil menatap mereka dengan tatapan meremehkan. Mereka bisa menghinanya, tetapi dia juga bisa balik menghina mereka!

Melisa mendengus dan berujar, "Kalau kamu punya setengah saja kemampuan Rafael, aku juga akan menjilatmu."

Dua orang lainnya ikut mengangguk, seolah menjilat Rafael adalah sesuatu yang bisa dibanggakan.

"Jangan pedulikan dia. Dia hanya cari perhatian," ucap Laura sambil menggeleng pada yang lain. Kemudian, dia menatap Rafael lagi dan berkata, "Apa kamu bisa meminta ayahmu mengaturkan pertemuan dengan Felix untukku? Aku ingin minta maaf secara pribadi padanya ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 50

    Setengah jam kemudian, Jimmy yang menaiki taksi sampai di Rumah Sakit Diloam. Kala ini, keluarga Andra dan Marcus sudah menunggu di depan pintu rumah sakit.Begitu Jimmy turun dari taksi, Zisel yang tidak puas mengeluh kepada Laura, "Suamimu ini benar-benar sombong, padahal dia itu cuma satpam! Masa kita semua harus menunggunya di sini?"Marcus menimpali sembari mengangguk, "Benar! Kak Jimmy, nanti kamu harus tegur menantumu. Dia nggak punya keahilan apa-apa, tapi suka sok hebat! Apa dia kira Jenderal Yasmin masih berutang budi padanya?"Mendengar ucapan Marcus dan Zisel, ekspresi Ervina menjadi muram. Dia memandang Jimmy dengan geram. Sebelum Ervina sempat marah-marah, Andra sudah memelototinya.Andra malas berdebat dengan mereka. Dia hanya memperingatkan, "Tutup mulut kalian! Aku tegaskan lagi, kita akan segera bertemu dengan Ayah. Mungkin Ayah malas gerak kalau aku memintanya pukul kalian. Tapi, kalau Jimmy yang suruh Ayah pukul kalian, aku rasa dia akan berjuang mati-matian untuk m

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 49

    Jimmy menolak tanpa ragu sedikit pun, "Aku nggak tertarik! Terserah kalau kamu mau menunggu, tapi berdiri di samping. Jangan halangi pintu dan jangan pengaruhi citra perusahaan kami!"Dua puluh juta? Jimmy bahkan menolak uang 2 miliar yang diberikan Laura, mana mungkin dia tertarik pada uang 20 juta yang diberikan Rafael?"Kamu ...," ucap Rafael. Dia tertegun sejenak, lalu berteriak dengan geram, "Jangan keterlaluan!"Jimmy memandang Rafael dengan ekspresi muram dan mengancam, "Jangan macam-macam! Kamu mau berdiri di samping atau kami pakai kekerasan?"Rafael menggertakkan giginya saking kesalnya, tetapi dia tidak berani membuat onar. Rafael hanya bisa menahan amarahnya seraya berjalan ke samping. Jika tidak boleh masuk, Rafael terpaksa menunggu Abizar di sini.Melihat Rafael tahu diri, Jimmy baru mengecas skuter listriknya. Kemudian, dia mulai menyusuri tembok perusahaan untuk melakukan pemeriksaan. Jimmy ingin memastikan tidak ada masalah keamanan di perusahaan.Saat sedang melakukan

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 48

    Sesudah kembali ke vila, Jimmy terus duduk di halaman. Jantungnya mulai berdegup kencang saat memikirkan momen dia membunuh orang tadi.Jimmy bukan takut, melainkan antusias. Bahkan dia makin antusias setiap memikirkannya, seakan-akan naluri membunuh yang sudah tidur sangat lama kembali dibangkitkan.Perlahan-lahan, Jimmy merasakan sebuah kekuatan tiba-tiba masuk ke dalam tubuhnya. Kekuatan yang muncul mendadak ini membuat tubuhnya yang disegel lima tahun sedikit tidak terbiasa. Jimmy ingin meluapkan kekuatan ini.Bam! Jimmy yang gusar memukul meja batu di depan dengan kuat.Bruk! Seiring dengan suara yang keras, meja batu langsung terbelah dua dan hancur. Jimmy segera mundur dan melihat telapak tangannya yang tidak terluka sedikit pun dengan ekspresi kaget.Apa ... kekuatan Jimmy memang tiba-tiba meningkat pesat? Apa dia langsung menjadi ahli bela diri dalam legenda?Syamsul dan Burhan menggeleng sambil tersenyum getir ketika melihat Jimmy melamun. Tidak disangka, pembunuhan biasa itu

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 47

    Melihat sosok Jimmy yang menghilang dari pandangannya, Sabrina merasa penasaran. Jelas-jelas Jimmy adalah orang hebat, kenapa dia berpura-pura lemah? Apa tujuan Jimmy berbuat seperti itu?Orang suruhan Sabrina sangat profesional. Mereka membawa mayat-mayat itu pergi dengan cepat, bahkan noda darah di lokasi kejadian juga dibersihkan dengan teliti.Setelah meninggalkan beberapa orang untuk membersihkan lokasi kejadian, Sabrina menyuruh orang lain mengantarnya ke rumah Argani.Argani mengernyit begitu mendengar laporan Sabrina. Dia merenung sejenak, lalu memandang Sabrina dan bertanya, "Siapa yang kamu curigai?"Sabrina mengerjap. Dia menghela napas dan bertanya balik, "Bukannya Pak Argani sudah tahu jawabannya?"Argani mendesah, lalu menyahut, "Sepertinya pemikiran kita sama. Kelihatannya mereka masih nggak percaya padaku."Sabrina mengangguk. Kemudian, dia bertanya seraya mengernyit, "Tapi, aku nggak paham. Apa tujuan mereka menangkapku?""Mungkin mereka ingin tahu detail kondisiku dar

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 46

    Apa Sabrina benar-benar orangnya Argani? Ternyata Argani yang menyuruh Sabrina untuk mencari Jimmy?Jimmy memandang Sabrina dengan ekspresi terkejut dan bertanya, "Untuk apa dia menyuruhmu mencariku?""Tunggu sebentar, aku telepon dulu," ucap Sabrina. Kemudian, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang, "Bawa beberapa orang kemari ...."Sabrina segera menyuruh orang untuk membereskan kekacauan di sini. Semua mayat ini harus dibereskan.Melihat mayat dua pembunuh, Sabrina menggeleng dan tersenyum getir. Dia berujar, "Alangkah baiknya kalau tadi Pak Jimmy membiarkan salah satu dari mereka hidup ...."Tindakan Jimmy terlalu cepat. Sebelum Sabrina sempat memperingatkannya, Jimmy sudah menghabisi kedua pria itu.Mendengar ucapan Sabrina, ekspresi Jimmy menjadi muram. Dia membalas, "Nyawaku sendiri sudah terancam. Mana mungkin aku masih sempat mempertimbangkan untuk membiarkan mereka hidup?"Sabrina tidak bisa berkata-kata, tetapi dia mengkritik Jimmy di dalam hati. Kenapa Jimmy terus

  • Kebangkitan Pendekar Amnesia   Bab 45

    Wanita itu mengenal Jimmy? Dia ragu untuk menyelamatkan wanita itu. Belakangan ini kemampuan bertarung Jimmy memang makin kuat, tetapi bagaimana kalau dia tidak mampu melawan kedua pria itu? Takutnya Jimmy akan kehilangan nyawanya.Akhirnya, Jimmy membuat keputusan. Dia tidak ingin sok menjadi pahlawan. Lagi pula, Jimmy merasa suara wanita itu tidak familier. Seharusnya dia tidak mengenal wanita itu.Begitu memikirkan hal ini, Jimmy segera memutar balik dan hendak kabur dengan mengendarai skuter listriknya.Melihat Jimmy tidak ingin ikut campur, wanita itu langsung berteriak panik, "Aku ini orangnya Pak Argani!"Orangnya Argani? Jimmy langsung menghentikan skuternya. Jika dia tidak menyelamatkan wanita itu, bagaimana dia menjelaskan kepada Argani?Setelah ragu-ragu sesaat, Jimmy langsung menghentikan skuternya dan melompat turun dari skuter. Pada saat yang sama, kedua pria itu hendak menerjang Jimmy dengan niat membunuh yang intens.Salah satu pria berseru, "Kita harus bertindak cepat!

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status