Share

Episode 7 Perjamuan Di Kota Onyx

Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.

Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa.

"Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri.

"Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa.

"Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu.

"Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaan hari jadi kota Onyx tidak ada hal penting, cukup hadir saja," balas Pangeran Yuasa.

"Tapi …," Rosaline masih ragu.

"Tak perlu khawatir. Kalau masih belum ragu bagaimana kalau minta Adrian menemani kita?" usul Pangeran Yuasa.

"Ide bagus, akan kukirim pesan padanya," sambut Rosaline.

Dia membuat pesan dan menyuruh orang untuk mengirimnya.

Hari itu mereka berangkat ke Kota Onyx. Rasa was-was masih dirasakan Rosaline meski Adrian bersama dengan mereka. 

"Angin di Kota Onyx terasa nyaman," ucap Pangeran Yuasa.

"Jangan terbuai, kota ini sungguh berbahaya," sahut Rosaline.

"Santailah sedikit, orang-orang yang kemarin menyerang memang berasal dari kota ini tapi belum tentu juga mereka mengikuti kita," sambung Adrian.

"Apa ada petunjuk?" tanya Rosaline.

"Nihil. Jejak telah terhapus, mereka bermain cantik." Adrian memandang Pangeran Yuasa terlihat ragu-ragu.

"Ada apa?" tanya Rosaline.

"Tidak, tidak ada," jawab Adrian. Dia masih belum pasti dengan dugaannya.

Setelah melalui perjalanan panjang sekitar empat jam dengan kereta kuda mereka sampai di tempat perjamuan. Sebuah gedung yang megah dan telah dihias dengan indah. Mereka langsung disambut dan diantarkan keruangan untuk beristirahat.

"Silahkan beristirahat terlebih dahulu, Pangeran Yuasa," ucap sopan pelayan yang mengantarkannya ke sebuah kamar terpisah dari Rosaline dan Adrian. Begitu pelayan itu pergi, Rosaline masuk ke kamar Pangeran Yuasa.

"Rosaline apa yang kamu lakukan!" protes Adrian yang melihat Rosaline masuk ke kamar orang lain.

"Kau lupa yang terjadi di Redlion!" sanggah Rosaline.

"Apa yang terjadi di Redlion?" tanya Pangeran Yuasa memandang kedua orang dihadapannya bergantian.

"Tidak ada," jawab keduanya serentak.

"Kalian berbohong …," 

Pangeran Yuasa hampir saja menginterogasi keduanya. Namun, keduanya berkilah akan mempersiapkan diri untuk acara nanti malam.

Rosaline menyiapkan baju yang akan dikenakan pangeran dan dirinya serta baju untuk Adrian. Dia mengulurkan bungkusan baju untuk Adrian. 

"Apa harus berpakaian seperti ini?" Adrian terlihat tidak suka dengan pakaian formal.

"Ini acara resmi tentu saja harus berpakaian formal," jawab Rosaline.

Mereka bersiap dan tetap bersama di satu kamar. Lebih aman tetap bersama, menghindari adanya penyergapan atau penyerangan dari musuh.

"Adrian jangan membawa senjata," larang Rosaline.

"Lalu kalau ada yang menyerang bagaimana? Kau tahu aku tipe petarung bukan pertahanan sepertimu yang bisa membuat barrier," protes Adrian.

Rosaline sendiri membawa belati yang diselipkan di tempat tersembunyi, tidak akan ada yang memeriksa wanita hingga mengecek di bawah bajunya. Sementara Adrian terang-terangan membawa pedang besar di punggungnya. Sedangkan Pangeran Yuasa sama sekali tidak membawa senjata. 

Mereka berjalan menuju tempat perjamuan dan seperti yang diperkirakan Rosaline, pedang Adrian disita.

"Mohon maaf, tidak boleh membawa senjata, perjamuan ini aman," ucap penerima tamu meminta senjata Adrian untuk ditinggal di depan sebelum masuk ke dalam.

"Tidak! Aku perlu senjata untuk melindungi Pangeran!" 

"Maaf, tapi ini sudah menjadi aturan di sini," ucap penerima tamu bersikeras juga.

Kesal tapi tak bisa berbuat banyak, Adrian terpaksa melepaskan pedangnya.

"Jaga baik-baik pedangku!" seru Adrian dengan kesal.

Mereka masuk dengan Adrian yang bertampang kesal.

Perjamuan selalu diisi dengan basa-basi orang-orang yang memiliki kedudukan. Mereka terlihat ramah di permukaan tapi menusuk dari belakang. Politik tidak pernah mengenal teman. Teman hanya ada ketika tujuan mereka sama, jika berbeda maka akan kembali menjadi musuh.

"Pangeran Yuasa, senang bertemu dengan Anda di sini," sapa seorang pria separuh baya dengan wajah yang tampan bersama seorang gadis cantik di sampingnya.

"Senang bertemu dengan Anda juga, Menteri Feng Zhui dan juga Nona Ling Ling," balas Pangeran Yuasa memberi salam kepada keduanya.

"Salam, Pangeran Yuasa," balas gadis cantik yang baru saja disebut bernama Ling Ling.

"Siapa itu?" bisik Adrian kepada Rosaline.

"Salah satu menteri, kudengar dia berasal dari kota ini," jawab Rosaline.

"Owh,"

Adrian menatap pria yang menyapa Pangeran Yuasa penuh curiga dia memperhatikan setiap gerak-geriknya.

"Apa ada masalah?" tanya Rosaline.

"Tidak, tidak ada," jawab Adrian.

Pangeran Yuasa memperhatikan Ling Ling yang terlihat sedikit pucat.

"Nona apa Anda kurang sehat?" tanya Pangeran Yuasa.

"Ah, tidak. Sudah biasa seperti ini, justru hari ini lebih baik," jawab Ling Ling. 

"Boleh kulihat tangan Anda?" tanya Pangeran Yuasa.

Ling Ling mengangguk lalu mengulurkan tangannya. Pangeran Yuasa menyentuh tangan Ling Ling sebentar lalu melepaskannya. 

"Senang bertemu dengan kalian, Menteri Feng Zhui dan Nona Ling Ling, saya pamit dulu menyapa tamu yang lain," pamit Pangeran Yuasa meninggalkan mereka berdua.

Rosaline melirik ke arah Ling Ling yang terus memperhatikan Pangeran Yuasa dengan wajah merona.

"Apa yang Pangeran lakukan sehingga dia menatap Pangeran seperti itu?" tanya Rosaline.

"Tidak ada, kulihat dia pucat jadi ku alirkan sedikit energiku untuk membuatnya lebih baik, dan aku perlu memegang tangannya untuk melakukannya," jawab Pangeran Yuasa apa adanya.

"Lain kali jangan sembarangan menyentuh seorang gadis. Dia mungkin mengira Pangeran menaruh hati padanya," lanjut Rosaline.

"Benarkah, apa cukup dengan memegang tangannya saja?" tanya Pangeran Yuasa dengan polosnya.

"Kalau kau suka sebuah ciuman akan lebih menunjukkan perasaanmu," sambung Adrian yang langsung mendapatkan injakan kaki dari Rosaline.

"Jangan ajari yang aneh-aneh," sahut Rosaline.

"Aku salahkah?" protes Adrian bingung dimana salahnya 

Perjamuan berjalan lancar, Adrian terus memperhatikan semua tamu dan pelayan yang menurutnya mencurigakan sementara Rosaline dan Pangeran Yuasa sedang berdansa. 

"Apa itu juga termasuk pekerjaan pengawal?" batin Adrian merasa cemburu wanita yang dia sukai berdansa dengan pria lain.

Tak lama kemudian alunan musik terhenti, mereka yang sedang berdansa ikut berhenti dan merasa ada yang aneh. Panitia memberi pengumuman musik yang berhenti hanya kesalahan teknis. Kemudian disusul dengan lampu yang padam hingga tempat perjamuan gelap gulita.

Teriakan terdengar, suara langkah kaki yang tidak beraturan dan kegaduhan terdengar.

"Pangeran, tetap di dekatku!" pinta Rosaline menggenggam erat tangan Pangeran Yuasa. Dia tidak bisa melihat, satu-satunya yang bisa dia andalkan hanya pendengarannya.

"Ikuti aku," bisik Rosaline dan mereka bergerak menjauh dari kerumunan dan teriakan tamu undangan lainnya.

Apakah ketakutan Rosaline akan orang-orang misterius yang menyerang Pangeran Yuasa tahun lalu akan menjadi nyata? Ataukah hanya kesalahan teknis saja lampu mati di tengah acara?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status