Share

Bab 2

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-01-02 23:21:22

“Cukup! Joy benar.”

Suara itu tak seperti biasanya. Tua, dalam, dan menggetarkan. Semua mata menoleh. Milo Endevour, lelaki tua dengan rambut seputih salju dan mata yang menyimpan ribuan kisah, perlahan bangkit dari tempat duduknya. Ia menatap Zyran, dan dalam sorot matanya, tampak bayangan penyesalan yang terlampau dalam untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Hening yang menekan tiba-tiba pecah oleh teriakan.

“Ya ampun! Paman Milo juga setuju?!”

“Jika beliau yang bicara, berarti itu kebenaran mutlak!”

“Zyran …. benar-benar sampah?”

Kerumunan meledak seperti lautan badai. Seketika, kepercayaan pada Zyran runtuh, bukan hanya karena Joy, tapi karena Milo—sang tetua—yang kata-katanya telah menjadi hukum tak tertulis dalam keluarga Endevour.

Milo mengerutkan dahi. Suaranya rendah, nyaris seperti doa yang berat untuk dilafalkan. “Zyran, memang ada sesuatu yang tidak seimbang dalam darah keturunanmu. Sekalipun kau menelan sepuluh ribu eliksir pembangkit, garis keturunanmu tidak akan bangkit.”

Zyran terdiam, seakan dunia runtuh dalam diamnya. Suatu kilatan dingin menjalari tengkuknya. Seolah petir menggulung dalam jiwanya, menghantam keyakinan yang selama ini dia bangun. “Apa …. apa maksudmu, Paman?” tanyanya, suaranya nyaris tak terdengar.

Milo menunduk, nadanya getir. “Kau punya bakat dan itu tak bisa disangkal. Tapi garis keturunanmu, telah rusak sejak lahir. Mungkin .... mungkin itu kutukan, atau sesuatu yang bahkan aku sendiri tak pahami. Tapi yang pasti, energi spiritual tak akan pernah—”

Di balik sorot mata Zyran, dunia mulai retak. Bukan hanya karena darahnya ditolak dunia, tapi karena harga dirinya dicabut dari akar paling dalam.

Lalu, suara lain menembus kabut kehancuran itu.

“Tidak perlu! Biar aku yang menyelesaikannya!”

Seseorang melangkah ke tengah arena. Langkahnya tenang, tetapi setiap gerakannya bagai menebas udara. Jubah merah menyala menari bersama angin. Sorot matanya dingin, tubuhnya anggun dan tak tergoyahkan. Semua orang menahan napas.

Neil Doruna telah tiba.

“Lady?” suara Zyran bergetar. Ada cinta dalam matanya, tetapi juga ketakutan. “Kenapa kau di sini?”

Namun Neil hanya menatapnya seperti menatap batu yang tak lagi berarti. Ekspresinya datar, tak lagi memancarkan kehangatan masa lalu. Dia berdiri di hadapan Zyran, seperti dewi keadilan yang telah menjatuhkan vonis pada pecundang.

“Kau, memanggilku Lady?” ucapnya datar. “Zyran, pertunangan kita berakhir di sini!”

Kata-kata itu menghujam Zyran lebih keras dari ribuan cambuk spiritual. Suara bisik-bisik meletup di antara para penonton, tetapi Zyran tak mendengarnya. Dunia telah menjadi ruang hampa yang sunyi dan beku.

“Kenapa?” bisiknya.

Neil mendengus. “Karena aku muak. Muak melihatmu terus memeluk bayangan masa lalu yang sudah mati. Aku tidak butuh seorang pria yang hanya bisa menatap ke langit, tapi tak sanggup terbang!”

"Zyran, ​​aku peringatkan padamu, sebaiknya kau lupakan saja aku, kita tidak boleh bersinggungan lagi di masa depan, dan menikah denganmu seperti pembodohan, itu adalah aib terbesar dalam hidupku!" Bibir Neil sedikit terbuka, dan dia mengeluarkan suara dingin.

“Aib terbesar? Neil, benarkan apa yang kau ucapkan itu?” Zyran menatap kosong ke arah gadis di hadapannya, dia benar-benar terkejut saat mendengar kata-kata itu. Zyran tertawa getir, kepalanya menunduk. “Jadi, apakah ini semua hanya ilusi?”

“Lebih dari itu,” ucap Neil, dan dengan gerakan dramatis, dia melempar selembar kertas tua yang terlipat rapi.

Surat perjanjian pertunangan.

Surat itu melayang seperti dedaunan gugur, jatuh tepat di kaki Zyran. Perlahan dia mengambilnya, matanya memandang surat itu seperti menatap pusara kenangan.

"Robeklah dengan tanganmu sendiri. Anggap saja ini penghormatan terakhirku padamu."

Zyran terdiam.

Hening mendesak dari segala penjuru arena, langit seperti membeku, angin berhenti bertiup.

“Neil,” katanya pelan. “Aku bisa menghancurkan surat ini, tapi satu hari nanti, kau akan menangis karena pernah menganggapku sebagai sampah.”

Neil terdiam mendengar ucapan itu, ada seberkas keraguan melintas di matanya. Tapi hanya sekejap, sebelum digantikan kembali oleh kilatan penghinaan.

“Menangis? Hanya karena kenangan dengan pecundang? Jangan mimpi.”

Zyran menatapnya, lama. Dan di sana, dalam keheningan yang nyaris sakral, dia merobek surat itu perlahan. Setiap helai robekan seperti mengiris masa lalu. Air mata tak jatuh, tetapi dunia tahu bahwa hatinya berdarah.

"Tapi dengarkan ini baik-baik, Neil." Matanya berkilat seperti bara api. "Suatu hari, kau akan menyesali semuanya."

Neil terdiam sejenak, lalu tersenyum miring. "Sampah sepertimu, bisa membuatku menyesal? Kau ingin balas dendam? Baik! Aku beri kau satu kesempatan!"

Dia mengangkat dagunya, menatap ke langit, seakan menantang takdir. "Setahun dari sekarang. Di gerbang Sekte Pedang Ilahi. Jika kau bisa mengalahkanku, aku bersumpah akan menjadi istrimu, selirmu, bahkan budakmu! Tapi hanya jika kau bisa!"

Kata-kata itu menghantam semua yang hadir.

Bahkan Joy tertegun.

Milo menatap Neil dengan dalam. "Gadis ini kejam. Tapi, apa itu caramu mendorongnya, Neil?"

"Baik!" Zyran melangkah ke depan, suaranya penuh tekad. "Aku, Zyran Endevour, menerima tantanganmu. Setahun lagi, aku akan datang ke Sekte Pedang Ilahi dan menantangmu!"

Mata semua orang tertuju padanya. Tapi hanya dia yang tahu, nyalanya telah menyala.

Neil menyipitkan mata. "Kalau kau kalah, apa yang akan kau lakukan?"

Zyran menggertakkan gigi. "Jika aku kalah, aku akan menyerahkan hidupku. Kau boleh melakukan apapun sesukamu."

Neil tertawa keras. "Bagus! Tapi pertanyaannya, apakah kau benar-benar punya hak untuk datang?" dia berbalik, melangkah dengan angkuh, matanya menatap Tetua Joy. "Terima kasih, Paman Joy, karena telah membantuku melihat kenyataan. Aku hampir saja hidup dalam bayang-bayang orang rendahan seumur hidupku!"

Joy tersenyum canggung. Neil tak peduli, hanya berbalik sekali lagi. Matanya menatap Zyran yang berdiri sendirian. ‘Zyran .… maafkan aku. Aku akan menunggumu, setahun lagi, di sana!’ Dia melangkah pergi, meninggalkan jejak beku di belakang.

Zyran berdiri. Sunyi. Dunia seperti berhenti berputar.

Suara Joy, tawa para penonton, semuanya memudar di telinganya.

Yang tersisa hanya satu kata di pikirannya:

"Sekte Pedang Ilahi."

Tiba-tiba, langit mendadak bergemuruh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   PROLOG & EPILOG

    PROLOG. DIBAWAH LANGITMereka pertama kali bertemu di bawah pohon sakura yang langka di taman, di antara bangunan marmer dan jembatan kristal Kota Lunar, kota yang tentram dan damai, tempat angin membawa aroma bunga abadi dan matahari senja menciptakan siluet keemasan di permukaan danau. Di sanalah dunia diam sejenak untuk mempertemukan dua jiwa muda yang tak tahu bahwa mereka akan saling mencintai dan menghancurkan.Zyran duduk di bangku batu, mengenakan jubah latihan yang sudah lusuh. Rambut hitamnya berantakan, matanya menatap danau dengan sorot tajam yang seolah hendak menantang takdir. Dia pewaris keluarga Endevour—atau seharusnya begitu. Namun sejak ayahnya, Leiv Endevour, pemimpin sebelumnya meninggal, Zyran hanya dianggap bayangan buruk, anak dengan garis darah yang terbuang, warisan yang tak diinginkan.Sementara itu, seorang gadis dengan rambut perak seperti cahaya bulan berjalan menyusuri jalan setapak dengan langkah anggun. Gaun ringan berwarna ungu membelai rerumputan, da

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   Bab 294

    Mata mereka bertemu …. dan untuk sesaat, waktu seakan berhenti. Di antara mereka bukan hanya ada pertarungan kekuatan, tapi juga reruntuhan cinta dan janji yang terkoyak. “A-apa?!” “Apa yang sebenarnya terjadi?” “Janji satu tahun …. apa maksud meraka?” “Kudengar, dulu mereka bertunangan, bukan?” Suara sorak-sorai penonton bergema. "Zyran ...." bisik Neil, nyaris tak terdengar. "Apa kau tahu sesuatu?" Mata mereka bertaut, dan di sana—di kedalaman pupil mereka—tersimpan kisah yang belum selesai. "Aku tahu segalanya," jawab Zyran pelan. "Tapi hari ini, aku ingin tahu, apakah hatimu masih bisa kutemukan di antara tebasan pedangmu, Neil?" Zyran dan Neil saling menatap dalam waktu yang cukup lama, penuh kehangatan, rindu namun meyakitkan. Keduanya mengeluarkan pedang dari sarung di pinggang mereka, pedang es Wistoria dengan cahya ungu kebiruan di tangan Zyran. Dan pedang Fenghuang dengan cahaya merah ditangan Neil. Swoosshh~ Klang! Dan dengan itu, mereka mulai bergera

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   Bab 293

    "KAIJIN!" Ledakan dahsyat mengoyak udara. Bayangan tanduk meledak dari langit seperti meteor neraka, menghantam dengan kekuatan brutal. Debu dan energi spiritual beterbangan, menciptakan pusaran kekacauan yang membuat waktu seakan berhenti. Namun yang terjadi berikutnya membuat semua penonton terperangah. Zyran tidak terguling. Dia hanya terhenti sejenak, seolah menerima serangan itu sebagai angin lalu. Matanya menatap tajam ke arah lawannya dengan ketenangan yang mengintimidasi. Sunny sendiri ternganga. "Tidak mungkin!" Dalam pikirannya, tinju kaijin adalah teknik pamungkas, mampu merobohkan batu besar dan menumbangkan binatang buas berkulit baja. Tapi kini? Hanya menghasilkan jeda sepersekian detik. Zyran menghela napas. "Kalau hanya segitu, kamu sudah kalah sejak awal." Tawa gila meledak dari bibir Sunny. Dia melompat tinggi, tubuhnya dilingkupi aura merah menyala. "Jangan sombong! Kekuatan garis keturunanku belum kau rasakan sepenuhnya!" Kaki kanannya menghantam uda

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   Bab 292

    Langkahnya ringan namun mantap, dia mengepalkan tinju dan melayangkan pukulan lurus, menyambut serangan telapak tangan raksasa Sunny.Swohs!Tinju itu meluncur secepat kilat, menimbulkan raungan angin yang menggema di seluruh arena.Sunny justru menyeringai, percaya diri bahwa ini adalah akhir bagi Zyran. Teknik tanduk banteng adalah warisan keluarganya dari Kota Marlin, mampu menghancurkan logam dan tulang dalam satu cengkeraman.Begitu telapak tangan itu menangkap tinju Zyran, dia berniat langsung meremukkannya. “Hahaha! Ini yang kau minta, Zyran!”BANG!Namun, saat telapak tangan Sunny mencengkeram tinju Zyran, senyum kemenangan itu langsung membeku. Matanya membelalak, tangan kanannya bergetar hebat.“A-Apa?! Tidak mungkin!” Dia menggigit bibir bawah, mencoba menghimpun kekuatan untuk menekan balik. Tapi tinju Zyran justru memancarkan dua gelombang energi dahsyat yang meledak dari dalam genggaman!“Apakah ini yang kau sebut tanduk?” Zyran mencibir. Tinju keduanya kini melayang ke

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   Bab 291

    Sunny menatap Zyran dari atas panggung, matanya menyipit merendahkan, seolah kemenangan telah dia genggam. Namun sebelum duel dimulai, tatapannya sempat beralih kepada Leslie yang duduk di tribun.“Leslie, aku ingin kau menyaksikan sendiri bagaimana aku menghancurkan murid Aula Langka!”Leslie tidak menyembunyikan perasaannya, dia mengernyit jijik melihat tubuh kekar Sunny yang menggembung dan penuh percaya diri. Baginya, pria semacam itu tak punya nilai.Sunny tak menyadari penolakan itu, dia terlalu sibuk menikmati rasa kagumnya terhadap diri sendiri. “Aku akan membuat semua orang tahu,” katanya lantang. "Zyran mungkin kuat, tapi kekuatan fisikku telah mencapai sembilan puluh ribu! Hanya dengan tubuhku, aku bisa menghancurkannya!”Zyran terdiam, sedikit terkejut. “Sembilan puluh ribu?” gumamnya pelan.Melihat keterkejutan itu, Sunny semakin menjadi-jadi. “Apa? Takut? Dunia kecil macam apa yang pernah kau lihat, bocah desa? Aku tahu kekuatanmu hanya delapan puluh delapan ribu. Tapi i

  • Kebangkitan sang Dewa Naga   Bab 290

    Tawa para murid Aula Langka pun pecah memecah keheningan. Suara sorak-sorai menggema di sekitar arena, meluapkan emosi yang sejak tadi mereka tahan.“Zyran mengalahkan Sahada! Ini luar biasa!”“Ini sejarah! Murid Aula Langka mengalahkan salah satu dari rmpat jenius Aula Mytic!”Sebaliknya, para murid Aula Mytic hanya bisa terdiam. Keangkuhan mereka selama ini runtuh dalam sekejap. Wajah mereka suram, penuh kekecewaan.Guru dari Aula Mytic mengerutkan kening. “Sahada, jika kau tak ingin kehilangan segalanya, fokuslah ke penilaian eksternal. Masih ada kesempatan untuk membuktikan dirimu. Tapi sekarang, minggirlah! Jangan ganggu jalannya ujian!”Sahada mengertakkan gigi, matanya bersinar dingin. “Penilaian eksternal, ya? Di sanalah aku akan bangkit dan menjatuhkanmu, Zyran!”Zyran mengabaikannya. Tatapannya kini beralih ke satu sosok lain—Sunny.Dari bangku pengamat, Pemimpin Aula Mytic, Kotaro, hanya bisa mengerutkan kening, wajahnya muram. Para guru di sekitarnya terlihat lebih buruk l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status