Share

Bab 5. Pengganti Cincin

“Mas, kenapa bisa cedera kek gini?” tanya Gendis sesaat setelah ia masuk dan menghampiri sang suami. Ia berusaha untuk tetap tersenyum meski terasa berat. Gendis tidak ingin bertindak gegabah dengan menuduh langsung suaminya berselingkuh.

Ia akan memastikan terlebih dahulu, lagi pula wanita itu belum mendapatkan bukti kuat. Yang tadi sempat di dengarnya hanya praduga saja, belum bisa membuktikan apa pun. Gendis wanita cerdas, ia tahu di mana saat ia harus meluapkan kemarahannya atau tidak.

“Mas enggak apa-apa, Sayang. Tadi, Mas terjatuh dari tangga.”

“Tangga hotel maksudnya, Mas? Lebih tepatnya kamar hotel?” tanya Gendis dengan santai. Namun, sukses membuat Damar terlonjak kaget dengan muka yang berubah pias. Pria itu menatap wajah sang istri. Akan tetapi, dari wajah Gendis tidak terlihat sedang marah. Wanita itu terlihat baik-baik saja.

“I-itu, tadi Mas habis mengantar kolega bisnis perusahaan kita. Dia mabuk karena terlalu banyak minum tadi. Kamu kan tahu, yang mau berinvestasi itu orang luar negeri. Jadi, Mas pesan minuman juga untuk mereka,” jelas Damar dengan gelisah.

Mendengar penjelasan suaminya Gendis mangut-mangut seolah mengerti serta percaya. Akan tetapi, hati kecilnya mengatakan ada sesuatu yang janggal dan tidak beres. Namun, ia tidak tahu itu apa.

“Lalu, Mas ikutan minum dengan mereka?” tanya Gendis. Ia takut suaminya terbawa ke dalam hal-hal yang dilarang seperti itu.

“Ya enggak, dong, Sayang. Mas hanya menemani saja,” jawab Damar. Kali ini, lelaki itu telah berhasil menguasai dirinya. Ia sudah tidak terlihat gugup seperti tadi.

“Oh iya, kata suster pihak rumah sakit yang menelepon perempuan meminta ambulans di kirim perempuan. Siapa dia?” tanya Gendis lagi. Damar merasa kali ini istrinya terlalu banyak bertanya. Ia tidak ingin Gendis semakin curiga.

“Kamu itu maksudnya apa sih? Jadi, kamu ingin menuduh Mas selingkuh?” bentak Damar merasa terpojok. Ia tidak sadar dengan bereaksi seperti itu membuat Gendis semakin curiga.

“Lho, kok Mas Damar marah? Aku enggak nuduh Mas selingkuh lho. Tadi hanya tanya siapa wanita yang menelepon rumah sakit. Itu saja. Enggak ada yang lain.”

Semenjak itu, Damar sadar dengan kesalahannya. Pria itu mencoba hati-hati lagi ke depannya. Sedangkan, untuk Gendis semakin banyak pertanyaan yang menjejali isi kepalanya. Ia merasa sang suami berbeda dari biasanya.

“Ya, bukan seperti itu, Sayang. Gini aja, dari pada kamu tanya-tanya terus dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mending Mas telepon Rima sekretaris Mas, ya,” ujar Damar. Ia mencoba menghubungi sekretarisnya itu.

Saat panggilan telepon di angkat, Damar meminta Rima untuk menceritakan hal sebenarnya. Gendis menerima ponsel Damar dan mulai mendengarkan ucapan Rima.

Panjang lebar Rima mengatakan kalau kronologisnya sama seperti yang Damar jelaskan. Dari mulai menghadiri acara pertemuan tersebut sampai berakhir Damar kecelakaan. Membuat Gendis terdiam tidak bereaksi apa-apa. Ia hanya menyimak sambil meresapi perkataan sekretaris suaminya.

Apa benar yang dikatakan sekretaris suaminya tersebut? Namun, Gendis menyembunyikan rasa curiganya. Di depan Damar ia berpura-pura untuk percaya.

“Puas? Kamu percaya sama Mas sekarang? Lagi pula, dari mana sih kamu bisa berpikiran seperti itu sama suamimu ini?” tanya Damar dengan tatapan menghunus. Ia terlihat kesal sekali saat melihat Gendis sampai mencurigainya.

“Iya, Mas. Enggak penting siapa yang sudah bilang masalah tadi. Aku minta maaf kalau Mas merasa telah menuduh. Oh iya, Mas. Apa semalam Vivian sudah pulang saat Mas kecelakaan? Itu udah malam banget lho. Aku khawatir sama dia kalau pulang malam,” tanya Gendis dibalas dengan anggukan suaminya.

Selanjutnya, istri dari Damar tersebut mengupaskan buah untuk Damar dan menyuapi sang suami. Ia memandang wajah rupawan suaminya, dilihat dari sudut mana pun, Damar memang terlihat menawan. Bisa saja, para wanita menginginkan bisa berhubungan dengannya apalagi wanita materialis yang hanya ingin mendapatkan harta dengan cara instan. Gendis tahu, mulai hari ini, ia akan mencoba mencari tahu kegiatan suaminya di luar rumah.

**

Hari ini, pertama kalinya Damar bekerja kembali setelah sebelumnya sempat cedera. Demi kesehatan sang suami yang harus tetap rutin meminum obat tepat waktu, ia berniat untuk membawakan sang suami makan siang. Setelah menyiapkan nasi serta lauknya, Gendis pamit kepada Bu Retno.

Sedangkan, di kantor, Vivian merajuk karena cincin impiannya gagal dia dapatkan. Damar mencoba meyakinkan dia kalau pria itu akan memesan yang sama persis.

“Aku enggak mau, ya. Mas Damar memberikanku barang yang sama dengan Mbak Gendis,” rajuk Vivian dengan wajah cemberut.

“Lho, Memang kenapa, Honey?”

“Mas ini bagaimana? Masa aku harus memakai cincin yang sama dengan istrimu itu? Aku enggak mau cincin itu lagi pokoknya.”

“Gini aja, deh. Kamu ngomong aja apa maumu sekarang. Mas pasti belikan.” Ucapan Damar seumpama angin segar ditelinga Vivian. Gadis itu tersenyum kemenangan, memikirkan apa yang akan dia minta selanjutnya kepada kekasihnya.

“Bener? Mas mau ngasih aku apa pun?” Damar mengangguk sambil membelai wajah kekasihnya tersebut.

“Aku ... mau sebuah tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengganggu kemesraan kita,” bisik Vivian di telinga Damar. Sejenak pria itu merasakan sesuatu yang menggelora dan membumbung tinggi.

Damar mengangguk mengiyakan keinginan Vivian, wanita yang sudah sudah lama menjadi kekasih. Lalu, Membawa wanita itu ke dalam pelukannya, menghirup dalam-dalam rambut Vivian yang terurai panjang.

Namun, ketika Damar hendak mencium Vivian ia terperanjat saat suara Gendis terdengar berteriak memanggil namanya sambil mengetuk pintu berulang-ulang. Damar dan Vivian panik, terutama suami Gendis tersebut. Ia belum siap jika sang istri mengetahui hubungannya dengan sepupunya.

Apakah Gendis akan mengetahui perselingkuhan Damar dan Vivian kali ini? Atau mereka bisa lolos? Baca bab selanjutnya.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status