Share

Bab 4. Damar Cedera

Gendis mematung di tempatnya duduk sekarang. Setelah mendapatkan kabar buruk tentang suaminya, wanita itu gegas untuk ke Rumah Sakit di mana Damar di rawat sekarang. Matanya berembun, ia merasa khawatir terjadi apa-apa terhadap sang suami.

Sepanjang perjalanan, ia gelisah tidak menentu. Apalagi, ponsel Damar sama sekali tidak bisa dibubungi. Pantas saja, sejak semalam ia tidak enak hati ketika melepaskan Damar saat pamit keluar dengan alasan bisnis. Katanya, pria itu akan menghadiri sebuah pertemuan antar perusahaan.

Karena sudah malam, makanya Damar melarang istrinya itu ikut. Menurutnya, tidak baik untuk kesehatan bayi kita yang masih dalam kandungan. Gendis menuruti larangan sang suami, dan membiarkan sepupunya untuk menemani Damar ke sana.

Ya, sebelumnya, Damar mengatakan kalau ia akan pergi ke sebuah pertemuan perusahaan saat makan malam tiba. Sebagai anak buah serta direktur perencanaan perusahaan, Vivian, sepupu Gendis, juga mengikuti acara tersebut. Apalagi, katanya ia di undang secara khusus oleh kolega bisnis Damar.

Dengan alasan itu pula, Gendis membiarkan suaminya pergi bersama Vivian berdua.

“Kamu jadi ikut, Vi?” tanya Gendis ketika melihat Vivian sudah siap menunggu di depan rumah.

“Iya, Mbak. Memangnya Mas Damar enggak bilang?”

“Dia bilang kok. Oh iya, karena Mbak enggak bisa datang ke sana. Mbak nitip Mas Damar, ya. Takut ada cewek ganjen yang deketin. Kamu tahu, kan. Biasanya kalau sudah ada pertemuan kek gitu para gadis suka kaya cacing kepanasan kalau lihat CEO. Apalagi Mas Damar masih muda dan tampan,” bisik Gendis. Niatnya hanya bercanda, tetapi berhasil membuat tubuh Vivian mematung. Kulitnya memucat seolah telah mendengar sesuatu yang menakutkan.

“I-iya Mbak.” Melihat reaksi gugup sepupunya yang tidak biasa itu, Gendis menautkan alisnya. Dia mengernyit mencoba menyelidiki apa yang terjadi.

“Kamu kenapa terlihat berbeda? Kok wajahmu berubah pias begitu? Kamu juga terlihat gugup? Kamu sedang sakit, Vi?” tanya Gendis mencoba memastikan. Namun, Vivian membantah dan menjawab dia baik-baik saja. Hanya mungkin kecapaian dan kurang istirahat.

Damar keluar dengan setelah jas yang rapi dengan wajah yang lebih segar karena baru saja mandi. Apalagi, minyak rambut yang dipoles ke rambut hitamnya yang legam membuat Damar terlihat lebih maskulin. Gendis semakin dimabuk cinta dibuatnya ketika melihat penampilan sang suami.

Setelah itu, Vivian dan Damar pamit dan masuk ke mobil yang sama. Gendis tidak tahu, setelah mobil melaju, tangan Damar dan Vivian saling menggenggam erat. Lalu, pria itu mengecup mesra punggung tangan mulus Vivian.

**

Gendis segera berlari menuju ruang rawat sang suami ketika ia sudah datang ke Rumah Sakit. Sebelumnya, ia bertemu dengan Dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat suaminya.

“Bagaimana keadaan suami saya, Dok?” tanya Gendis dengan nada khawatir.

“Biar saya yang jelaskan, Dok,” ujar Dokter Alena sahabat Gendis yang baru saja datang menghampirinya. Dokter yang sempat merawat Damar mengangguk dan berlalu dari hadapan mereka.

“Ada apa, Na?” tanya Gendis dengan penasaran. Kenapa Alena menghentikan obrolan dengan dokter tadi, sedangkan kali ini temannya itu seperti berat untuk bercerita. Alena menarik lengan sahabatnya dan menyuruh duduk bersama di bangku tunggu.

“Kamu bikin aku tegang aja. Ada apa sih, Na? Jangan buat aku penasaran. Apa keadaan Mas Damar buruk?” Mendengar pertanyaan Gendis Alena menggeleng. Ia menghela napas berat mencoba mengumpulkan keberanian serta kekuatan untuk menceritakan segalanya kepada Gendis.

“Dis, kamu tahu ambulans membawa suamimu dari mana? Dan karena apa suamimu cedera?”

“Maksud kamu apa, Na?” Alis Gendis semakin menaut belum mengerti ke arah mana apa yang akan Alena bicarakan. Ia semakin curiga ketika sahabatnya itu mulai terlihat gelisah.

“Otot Damar yang cedera adalah sisi samping paha. Cedera seperti ini biasanya terjadi karena tegang saat olahraga berat. Suamimu tidak memberitahu apa alasan dia sampai terluka, saat tadi sempat kami periksa. Maaf, aku penasaran dan bertanya kepada petugas ambulans. Mereka menjemput suamimu dari sebuah kamar hotel. Dan kamu tahu ... siapa yang menghubungi rumah sakit untuk meminta ambulans menjemput suamimu? Itu seorang wanita, Dis?”

Ucapan Alena membuat hati Gendis mencelus. Ada yang nyeri di sudut hati ketika mendengar perkataan sahabatnya. Apa mungkin benar kalau Damar berselingkuh? Lalu dengan siapa?

Pertanyaan itu terus berputar-putar di benaknya. Namun, ia coba menahan emosi yang mulai menggebu di hatinya.

“Dis, maaf aku enggak ada maksud jelek sama kamu. Lebih baik kamu tanyakan masalah ini kepada Damar biar jelas. Lagi pula, bisa saja itu hanya kecurigaanku saja. Mungkin, yang tadi kudengar salah. Makanya kamu tanyakan langsung kepada suamimu,” ujar Alena tak enak hati kepada Gendis saat melihat reaksi sahabatnya yang terlihat syok. Ia sungguh menyesal harus mengatakan itu kepada Gendis.

“Are you okay, Dis?” tanya Alena saat melihat Gendis masih bergeming. Sahutan darinya seperti tidak didengar.

Gendis tersadar seketika saat Alena menepuk pundaknya pelan. Wanita itu bertanya kembali apa yang Alena tanyakan.

“Are you okay,” tanya Alena sekali lagi.

“Sure. I’m fine. Kamu enggak perlu khawatir, Na,” jawab Gendis dengan senyum terpaksanya.

Mulut boleh berdusta dengan mengatakan baik-baik saja. Akan tetapi, yang sebenarnya terjadi, hatinya sungguh terluka. Namun, Gendis mencoba berpikir positif. Siapa tahu apa yang Alena katakan benar. Bahwa itu salah. Ia harus menanyakan kepastiannya kepada Damar, suaminya.

Alena pamit karena seorang suster datang memanggilnya sebab ada pasien dadakan. Sebelum berlalu wanita itu menepuk pundak Gendis mencoba untuk menyalurkan kekuatan kepada sahabatnya itu.

“Kamu jangan banyak pikiran, ya, Dis. Kamu harus kuat,” bisik Alena.

“Iya,” jawab Gendis sambil mengangguk dan tersenyum.

Gendis masuk ke dalam ruangan suaminya di rawat. Ia melihat Damar sedang berbaring sambil memainkan ponsel di tangan. Wanita itu berjalan dengan tergesa, meski ingin rasanya ia meluapkan emosinya kali ini. Namun, Gendis tidak ingin gegabah dan berakibat penyesalan.

Kira-kira apa ya, yang akan Gendis tanyakan kepada Damar? Apa suaminya akan mengaku apa yang telah terjadi sebenarnya?

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status