Share

Bab 4

Rosa—ibunda Jovan, wanita itu gugup setengah mati ketika tuan besar Lavine menatap matanya begitu tajam. Pria itu belum bersuara saja sudah membuatnya ketakutan. Andai anaknya tidak bodoh, tidak akan jadi seperti ini. Sekarang mungkin dia sedang ongkang-ongkang kaki menikmati indahnya kehidupan memiliki menantu kaya.

"T-tuan, tolong maafkan Jovan, dia benar-benar di luar kendali aku sebagai ibunya. Tolong maafkan dia," ucap Rosa terbata-bata. Bahkan setelah membuat kekacauan seperti ini anaknya entah pergi ke mana.

"Satu kesalahan belum tentu kumaafkan, dia berani membuat kesalahan lain. Anakmu benar-benar menjijikkan!" hardik Domenico penuh penekanan. Ada untungnya juga cucu perempuan satu-satunya itu tidak menikah dengan Jovan.

"Apa maksud anda, Tuan? Kesalahan apa lagi yang sudah dibuat Jovan?" tanya Rosa bingung. Jika boleh, dia ingin mencekik Jovan sekarang juga.

Tanpa menjelaskan panjang lebar, Domenico segera memberikan kode pada pengikut setianya. Pria berumur lebih muda dari Domenico itu dengan gesit membuka sebuah video di ponselnya dan menunjukkan langsung pada Rosa.

Dua bola mata wanita itu nyaris buta melihat adegan panas sang anak. Sayangnya, wanita yang menjadi partner ranjang Jovan bukanlah Shiren. Tidak tahu siapa wanita itu.

"T-tidak mungkin! Jovan tidak mungkin seperti itu!" Meski mulut mengelak kuat, kenyataan tetap berjalan sesuai cerita. Di layar ponsel canggih itu, wajah Jovan terlihat dengan jelas. Bahkan mulut Jovan berkali-kali mengucap kata memuja untuk partner ranjangnya.

Setelah cukup, video itu pun ditutup. Kini, hanya ada keheningan di antara mereka. Rosa berkali-kali membuka tutup matanya berharap semua ini mimpi. Berharap ketika dia membuka mata statusnya sudah berubah menjadi besan dari keluarga terpandang. Hanya saja, ini semua tetap nyata.

"Katakan di mana dia sekarang, dia harus membayar lunas tanpa sisa setelah membuat semuanya hampir kacau. Aku tak peduli pada apapun, kecuali Shiren. Anakmu mengacaukan perasaan cucu tersayangku, Rosa. Shiren bahkan harus menikah dengan orang yang tidak dia sukai, bahkan belum tentu mereka saling mengenal. Dan itu semua karena anakmu. Jangan pikir aku tidak tahu bagaimana sifatnya selama menjadi kekasih Shiren. Dia selalu memanfaatkan Shiren untuk kebutuhan gengsinya yang setinggi langit, gayanya yang seolah memiliki pabrik uang sendiri. Padahal, itu semua dia dapatkan dari Shiren. Sudah dari dulu aku ingin memisahkan mereka berdua. Namun melihat Shiren bahagia, itu semua tidak kulakukan. Kupikir, Jovan bisa berubah menjadi lebih baik setelah menjadi keluarga kami. Beruntung Tuhan masih menyayangi keluarga kami sehingga dia tidak jadi masuk menjadi bagian Lavine." Domenico mengatakannya dengan santai, namun berhasil menusuk Rosa pada bagian paling dalam.

Ya, bahkan dia pun ikut menikmati harta Shiren. Tas semahal apapun Shiren selalu memberinya secara percuma. Wanita itu memang sangat mencintai Jovan.

Setelah diam cukup lama, Rosa pun memberanikan diri membuka suara.

"Tuan, silahkan Tuan hukum Jovan semau yang Tuan inginkan. Asal jangan buat dia mati, hanya dia yang aku miliki di dunia ini. Dan aku akan berusaha mengembalikan apapun barang mahal yang Shiren berikan. Tolong, biarkan Jovan tetap hidup." Rosa memohon dengan sangat. Sekarang dia tidak ingin egois, dia tidak punya siapa-siapa lagi selain Jovan si bajingan.

"Apapun selain kematian?" tanya Domenico memastikan.

Rosa dengan berat hati mengangguk. Wanita berdarah Asia itu tampak sangat pasrah.

Setelah itu, dua pria yang tak lagi muda pergi dari hadapan Rosa. Mereka harus segera menemukan Jovan.

***

Jovan sendiri saat ini masih bersembunyi di apartemen miliknya. Tentu bersama wanita yang telah dia hukum habis-habisan. Karena wanita inilah adegan dewasa mereka tersebar, bahkan sampai di tangan Shiren. Mungkin jika Shiren tidak tahu video itu, dia bisa membuat sandiwara kecelakaan atau apalah itu agar bisa dimaklumi. Tidak seperti ini, sudah pasti kesejahteraan hidupnya terganggu.

"Argh! Kenapa wanita ini sangat bodoh!" pekik Jovan kesal. Dia sedari tadi mondar-mandir di balik pintu apartemen.

Seorang wanita muncul dari dalam kamar yang ada di unit apartemen Jovan, penampilannya tampak sangat kacau. Dia mendekat pada Jovan dan berdiri di sampingnya.

"Maafkan aku," cicit wanita itu.

Jovan menoleh, amarahnya kembali memuncak melihat wanita di sebelahnya.

"Apa kamu pikir dengan kata maaf cukup untuk semuanya? Kenapa kamu sangat bodoh, Olivia?" Jovan berkata penuh penekanan, dia menatap nyalang wanita bernama Olivia itu.

"Karena aku mencintaimu!" balas Olivia dengan lantang. Hal itu sukses membuat amarah Jovan semakin memuncak.

Jovan menarik lengan Olivia membawa wanita itu ke hadapan sebuah cermin besar. Di sana, bayangan mereka yang sama-sama kacau terlihat. Wajah cantik Olivia basah oleh air mata, sedangkan wajah tampan Jovan penuh oleh raut tegang dan murka.

"Kamu lihat wanita itu? Dia adalah seorang jalang yang sangat kurang ajar. Jalang memang pantas disembunyikan, bukan? Tapi jalang satu itu, dia sangat kurang ajar. Aku membayarnya sesuai dengan yang dia mau, tugasnya hanya memuaskanku, bukan untuk mengacaukan kehidupanku. Sungguh, dia jalang yang sangat tidak tahu diri!" Bertepatan dengan mulut Jovan terkatup, pintu apartemen mereka berhasil didobrak dari luar.

Hal itu sukses membuat Jovan dan Olivia terkejut. Tak lama, para pria berpakaian begitu rapi datang untuk menangkap keduanya. Jovan dan Olivia hanya bisa pasrah, berpikir untuk bisa kabur pun rasanya percuma.

"Dasar manusia tidak tahu diri!" geram James seraya memasukkan Jovan dan Olivia ke dalam mobil. James, dia adalah orang kepercayaan Domenico.

Mereka dengan cepat melesat menuju tempat di mana Domenico berada. Awalnya Domenico mengajak Shiren untuk bertemu Jovan terakhir kalinya. Namun tanpa disangka, Shiren sama sekali tidak mau bertemu dengan Jovan. Dia seolah sangat jijik seakan melihatnya saja membuatnya muak.

Di sini Shiren berada, rooftop hotel bersama beberapa cup es krim. Dia hanya melamun seraya menikmati es krimnya. Di ujung pagar rooftop, Nicholas tampak tenang merokok.

"Rokok bisa membunuhmu, Nicholas," ujar Shiren seraya menengok ke arah pria itu berada. Beberapa saat matanya sempat terpesona, menatap kagum akan indahnya ciptaan Tuhan satu itu. Usia Nicholas lebih muda 2 tahun darinya, namun auranya sangat tidak bisa diremehkan.

"Merokok atau tidak manusia akan sama-sama mati, Shiren. Justru jika sambil merokok kematian akan terasa jauh lebih nikmat," balas Nicholas bersamaan dengan asap terakhir yang keluar dari mulutnya.

Nicholas akhirnya mendekat ke arah Shiren dan berdiri di depannya. Tanpa diduga, Nicholas justru mengecup bibir mungil Shiren yang terasa manis seperti es krim.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status