Share

Awal Kehidupan yang Baru (2)

Samar-samar Selene mendengar suara seorang pria memanggil-manggil namanya.

"Kakak?" lirihnya mencoba memastikan suara yang dia dengar benar suara kakaknya.

"Lene!"

Selene mengerjap memandang wajah familiar kakaknya yang menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Bagian mana yang sakit? Dokter akan segera kemari, jadi tahanlah sebentar!" hebohnya seolah Selene sedang terluka parah.

Selene memandang wajah khawatir kakaknya dalam diam. Dulu, raut itu adalah raut yang sering dia lihat ketika kakaknya mengunjunginya di penjara bawah tanah. Bahkan di saat-saat terakhir kakaknya, pria itu tetap lebih mengkhawatirkan Selene dibanding dirinya yang sudah bersimpuh di bawah tiang pancung.

Membayangkannya kembali tanpa sadar membuat air mata Selene menetes.

"Astaga! Apa sesakit itu sampai kau menangis? Di mana dokternya! Kenapa lama sekali!?"

Kakak Selene, mengusap puncak kepalanya sembari terus membisikkan kalimat menenangkan.

"Tenang, ada aku di sini. Apa sungguh sesakit itu?"

Selene yang mulai sadar dengan kondisinya saat ini kemudian menyentuh tangan Lucas di kepalanya. "Aku tidak apa-apa," ucapnya sambil mencoba mendudukkan diri.

"Tunggu! Kau baru saja pingsan, jangan memaksakan dirimu, Lene."

Selene tersenyum mendengarnya. Namun, entah kenapa seolah ada perasaan lain yang terselip di balik ukiran senyumnya.

Maaf, kau jadi harus merasakan hukuman mati karena bersikeras membelaku.

Lucas Sebastian Alpheratz, putra sulung Duke Alpheratz yang merupakan seorang pewaris utama kediaman Alpheratz sekaligus prajurit terpandang di kekaisaran. Dia adalah seorang ahli pedang yang bisa dibilang hanya muncul sekali dalam 100 tahun. Berkat kemampuannya itulah, dia diangkat menjadi prajurit khusus yang bergerak langsung di bawah perintah Kaisar.

Lucas adalah sahabat dekat pangeran kedua di mana mereka pernah sama-sama bertarung di garis terdepan dalam ekspedisi yang dilakukan Kekaisaran Acharnes dalam rangka mempertahankan wilayah. Setidaknya itulah yang akan terjadi dalam 8 tahun kedepan.

"Sepertinya aku hanya kelelahan karena belajar terlalu larut," alibi Selene, masih memasang senyum manis di wajahnya.

Lucas menghela nafas. "Sudah kubilang 'kan, kau tidak perlu berusaha sekeras itu! Apa gunanya menjadi pintar tapi tubuhmu sakit-sakit begini!" omelnya.

Dalam hati Selene meruntuki mulutnya yang asal-asalan memberi alasan. Ah, pasti dia akan dapat ceramah lagi kali ini.

Meskipun begitu, sudah lama Selene tidak mendengar ocehan kakaknya. Sejauh yang dia ingat, hanya ucapan semangat dan doa untuk keselamatannya yang selalu kakaknya ucapkan setiap kali mereka berjumpa. Karena di kehidupannya dulu, Lucas adalah orang yang paling mengerti bahwa Selene tidak diberi kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dan juga ketenangan dalam kehidupan pernikahannya.

Entah kenapa Selene tidak merasa keberatan jika harus mendengar kakaknya ini mengomel, setidaknya untuk saat ini.

Lucas merasa janggal dengan ekspresi adiknya yang menatapnya sambil tersenyum, membuat pria itu menempelkan tangannya ke dahi Selene. "Sepertinya terlalu banyak belajar membuat otakmu sedikit konslet," desisnya.

Selene yang mendengar itu kemudian menghempaskan tangan kakaknya dengan raut kesal. "Jahat sekali, sih!"

Lucas tertawa lalu memeluk adiknya sambil mengusap kepalanya pelan. "Aku hanya bercanda." Selene yang awalnya kesal, setelah mendapat pelukan hangat dari kakaknya kemudian menjadi luluh dan membalasnya.

Di saat bersamaan, dokter yang dipanggil untuk mengobati Selene datang dengan raut panik. Kakak-beradik itu seketika menoleh bersamaan. "Maaf saya terlambat! Saya akan segera mengobati Lady Sel-ene? Lho?"

Lucas menatap dokter itu dengan wajah datar. "Kau terlambat, adikku sudah sembuh."

. . .

Beberapa hari telah berlalu sejak Selene terbangun kembali ke masa lalu. Setelah melewati penderitaan tak berujung di kehidupannya yang lalu, Selene akhirnya mendapatkan kembali kehidupannya yang damai, aman, sejahtera, dan sentosa di kediaman Duke Alpheratz. Tidak ada yang berubah dari dirinya saat ini, ya... kecuali satu hal.

Para pelayan tampak berbisik satu sama lain.

"Kau dengar beritanya? Katanya Lady Selene sekarang tampak berbeda."

"Benar!"

"Tampak berbeda bagaimana?"

"Lady Selene jadi lebih sering tersenyum dan menyapa para pelayan."

"Yang benar?!"

"Benar! Aku melihatnya sendiri!"

Perubahan sikap Selene akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan para pelayan di rumahnya.

"Lady~ sepertinya belakangan ini Anda terlihat sangat senang, apa terjadi sesuatu yang tidak saya ketahui?" tanya Marie yang sedang menyisir rambut Selene di belakangnya.

Bukannya bermaksud kurang ajar, tapi memang sedekat itulah hubungan Marie dengan Selene.

"Memangnya kenapa?" Selene menoleh menatap Marie dengan raut polosnya.

"Uhh... saya mendengar beberapa obrolan pelayan akhir-akhir ini," ucapnya sambil menggaruk pipinya.

"Obrolan yang seperti apa?"

"Saya dengar mereka terkesan dengan sikap Anda belakangan ini."

Selene terdiam sejenak. "Benarkah?" Marie membalasnya dengan anggukan.

"Saya bahkan mendengar beberapa pelayan yang sempat Anda sapa sampai mematung di tempatnya karena terlalu kaget."

Selene terkekeh pelan. "Lalu menurutmu, perubahan sikapku merupakan hal yang baik atau buruk?"

"Tentu saja hal baik!" seru Marie penuh antusias. "Tapi, Lady...."

Selene memandang Marie lewat cermin, menunggu gadis itu melanjutkan kalimatnya.

"Sebenarnya kenapa akhir-akhir ini sikap Anda berubah?" tanyanya sedikit ragu. "Apa terjadi sesuatu yang tidak saya ketahui?" Ada nada kekhawatiran dalam suara Marie.

Selene terdiam. Bagaimana dia harus menjelaskan alasannya tanpa terlihat mengada-ada? Apa mungkin seseorang dapat berubah begitu saja dalam semalam?

"Aku hanya berpikir untuk lebih menikmati hidupku..." gumam Selene terdengar menggantung.

Ah, kalau aku bilang begitu, bukankah akan terdengar mencurigakan?

"Maksudku, aku ingin berteman dengan semua orang!" lanjutnya diiringi senyum polos.

Dengan tubuhnya yang masih berusia 12 tahun, Selene mencoba berpikir untuk mengatakan sesuatu yang sederhana agar tidak membuat Marie curiga. Cukup wajar bukan jika dia ingin berteman dengan semua orang?

"Ah, jadi begitu," angguk Marie tanpa curiga. "Sepertinya para pelayan akan sangat senang jika mendengar hal ini."

"Aku juga akan senang jika bisa mengenal mereka lebih dekat," ucap Selene tampak antusias.

Mencoba mengenal lebih dekat orang-orang di sekitarnya.... Sebenarnya Selene juga baru memikirkannya baru-baru ini setelah terbangun dari masa depan. 

Dulu, Selene yang dibesarkan di kediaman Duke Alpheratz hampir tidak pernah keluar dari mansion dan jarang sekali bersosialisasi dengan putri bangsawan lain. Bukan karena sombong atau apa, Selene hanya tidak memiliki keberanian untuk berbincang dengan orang lain selain ayah dan kakaknya. Bahkan kepada para pelayan sekalipun, Selene selalu menutup diri pergaulan.

Namun, dia menyadarinya akhir-akhir ini. Dia tahu para pelayannya bukan bagian dari orang-orang yang mencoba menghancurkannya. Justru mereka sempat berusaha membela Selene ketika dia dijatuhi hukuman mati. Hanya saja, karena sikapnya yang tidak pernah terbuka, mereka tidak bisa membelanya lebih jauh. Tidak ada bukti konkret yang bisa mereka berikan untuk membuktikan ketidakbersalahannya.

Bagaimana mungkin selama ini aku tidak menyadari kebaikan orang-orang di sekitarku?

Pada akhirnya Selene sadar dan bersumpah bahwa di kehidupannya kali ini dia akan menjadi sosok yang lebih kuat. Sosok yang tidak mudah dihancurkan apalagi direndahkan oleh seseorang seperti Helios.

Selene, ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari dirinya yang dulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status