Share

Awal Kehidupan yang Baru (1)

Selene memandang sosok kecil di depannya dengan tatapan bingung. Potret dalam cermin yang begitu familiar menyapa indra pengelihatannya. Tampak sangat nyata sekaligus meragukan.

"Lady, mau berapa lama lagi Anda bercermin? Anda harus segera bersiap untuk kelas berkuda hari ini."

Selene masih sibuk mengamati bayangannya dalam cermin.

Dia sudah menyadari ada yang tidak beres dengan mimpinya. Mimpi buruk yang dia alami terlalu nyata untuk disebut mimpi. Satu-satunya penjelasan untuk situasinya saat ini adalah―

"Sepertinya aku benar-benar kembali ke masa lalu," gumam Selene sambil menggigit ibu jarinya.

"Lady Selene!" tegur pelayannya, sontak membuat Selene sedikit terlonjak. Dia kemudian menyadari tatapan memohon dari Marie.

"Astaga, iya, iya aku akan segera bersiap," ucapnya sedikit malas.

Dari sekian banyak hari, kenapa dia harus terbangun di hari kelas berkuda?!

Jujur saja, rasa sakit yang dia terima semasa hidupnya sebelum kembali ke sosok kecil ini masih terasa begitu jelas. 

Kini jiwanya mendiami tubuh kecil ini, tubuh gadis kecil yang di usianya dianggap lemah bahkan bagi keluarganya sekalipun. Tidak butuh waktu lama bagi Selene menyadari situasinya sekarang. Dia terbangun setelah terlempar kembali ke masa lalu entah bagaimana caranya.

Mendapati tubuhnya mengecil membuat Selene bertanya-tanya tentang usianya kepada Marie, pelayannya.

"Bagaimana, Lady bisa lupa? Kemarin kan Anda baru saja merayakan ulang tahun yang kedua belas."

Jika tahun ini dia berusia 12 tahun, itu artinya sekarang adalah tahun 1776 Hellas. Berarti masih tersisa 6 tahun lagi sebelum perayaan debutante-nya dan 8 tahun lagi sebelum dirinya terpilih mengikuti seleksi calon putri mahkota.

Selene menggelengkan kepalanya.

Bagaimanapun caranya aku tidak boleh mengikuti seleksi itu!

Dia tidak sudi melangkahkan kakinya ke tempat terkutuk yang mereka sebut istana itu. Setidaknya, tidak sebagai calon putri mahkota.

Masalahnya, meski dirinya sudah menguatkan tekad untuk tidak mengikuti seleksi calon putri mahkota, berhak tidaknya dia menjadi kandidat putri mahkota tidak bisa dia tentukan sendiri.

Perlu diketahui bahwa Kekaisaran Acharnes merupakan salah satu kekaisaran terbesar yang tercatat dalam sejarah. Luas wilayah kekaisaran ini terus bertambah dari generasi ke generasi akibat strategi ekspansi yang brilian. Kekuatan militernya pun tidak perlu diragukan lagi. Perdagangan di wilayah ini pun jauh berkembang dibanding dengan daerah lain. Kemakmuran rakyatnya bisa dikatakan cukup merata dengan baik. Yang jelas, kekuasaan kekaisaran ini jauh lebih dari yang bisa dibayangkan.

Karena itu, untuk memegang kekuasaan tertinggi, seorang penerus dari Kaisar tidak bisa dilahirkan dari perempuan sembarangan. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi.

Sialan! Kriteria yang dibuat para bangsawan kolot di istana benar-benar membuatku menjadi sasaran empuk pilihan terbaik mereka! 

Bicara tentang kriteria, tampaknya tidak akan jauh-jauh dari kedudukan kasta kandidatnya. Jelas, dalam sistem monarki kedudukan memiliki peran yang sangat penting. Selain sebagai alat politik, kedudukan seorang perempuan sebelum diangkat menjadi Permaisuri tentu akan membantu Kaisar dalam memperkuat kedudukannya. Termasuk mempengaruhi jumlah suara sang Kaisar di parlemen.

Hal kedua yang akan menjadi pertimbangan adalah intelegensi atau kecerdasan. Tidak perlu ditanya, kecerdasan seorang Permaisuri tentu akan mempengaruhi bagaimana dia akan mendidik calon penerus Kaisar.

Selain itu, sudah menjadi tugas seorang permaisuri untuk membantu Kaisar mengurus baik politik, keuangan, hingga hubungan diplomatik antara kekaisaran dengan wilayah lain. Permaisuri juga diharuskan memiliki kemampuan berpikir cepat dan tepat agar sewaktu-waktu jika terjadi sesuatu pada Kaisar, Permaisuri dapat selalu siap mengambil alih komando tertinggi.

Setelah dipikir-pikir lagi, ternyata pekerjaan Permaisuri jauh lebih banyak dari yang dibayangkan. 

Karena bagi Kekaisaran Acharnes, seorang Kaisar dan Permaisuri dilambangkan sebagai matahari dan bulan. Yang berarti keduanya sama-sama memberi kontribusi penting pada kehidupan dengan caranya masing-masing.

Yang ketiga dan yang paling utama, seorang Permaisuri haruslah seseorang yang sehat secara jasmani dan rohani. Permaisuri harus siap untuk melahirkan penerus kapan pun Kaisar menghendaki. Dengan kata lain, seorang Permaisuri harus menjalani serangkaian tes kesehatan termasuk tes kesuburan agar mengetahui apakah dia mandul atau tidak.

Kenapa aku baru menyadarinya? Rasanya benar-benar tidak ada hal positif yang bisa diambil saat aku menjabat sebagai Permaisuri.  

Menimbang syarat-syarat yang ada, Selene benar-benar akan menjadi sasaran empuk bagi pihak kekaisaran untuk dipilih sebagai calon putri mahkota. Bagaimana tidak?

Sebagai putri seorang Duke yang terpandang dan salah satu pemegang suara mutlak di parlemen, tentu saja Selene sudah bisa dipastikan lolos syarat pertama. Masalah kecerdasan? Hah! Tidak perlu ditanya lagi! Tanyakan apa saja padanya, maka dia pasti akan menjawabnya dengan tepat. Pengetahuan gadis ini lebih luas dari yang bisa manusia biasa tampung di otaknya. Lalu sisanya apa? Kesuburan?

Lantas bagaimana cara mengakali hal ini? Ah tidak, Selene tidak sebodoh itu untuk membuat dirinya sendiri mandul hanya untuk menghindari Kaisar!

"Marie, bagaimana menurutmu jika suatu saat nanti aku terpilih menjadi calon putri mahkota?" Marie yang sedang menyisir rambut Selene pun terkesiap kaget.

"La-lady! Kenapa Anda sudah terpikirkan untuk menjadi putri mahkota di usia Anda yang bahkan baru menginjak dua belas tahun?" ucap Marie sedikit syok.

"Kenapa? Aku kan hanya bertanya," heran Selene.

"Astaga, Lady. Saya hampir terkena serangan jantung mendengarnya!" Meskipun protes, Marie tetap mencoba memikirkan jawabannya. Dia menyentuh dagunya, berpikir sejenak. "Kalau hal itu terjadi, tentu saja saya akan senang, tapi... mungkin juga sekaligus sedih?" ucapnya ragu.

"Kenapa begitu?"

"Soalnya jika Lady ditunjuk sebagai calon putri mahkota itu artinya Lady harus meninggalkan mansion ini. Entah apa jadinya hari-hari saya tanpa Anda di sini," ucap Marie sambil menyentuh dahinya, mendramatisir.

Selene tertawa mendengarnya. Setelah sekian lama hidup dalam penderitaan dan senyum palsu, ini pertama kalinya Selene bisa kembali tertawa.

Meskipun bayang-bayang hidupnya yang suram selama di istana dan hari-hari kelamnya di penjara bawah tanah belum sepenuhnya hilang, namun Selene mencoba untuk tidak menunjukkan raut muramnya di hadapan Marie.

Marie adalah satu-satunya pelayan sekaligus temannya di mansion keluarga Duke Alpheratz. Bukannya pelayan lainnya tidak mau mendekatinya, hanya saja Selene sendiri yang menjaga jarak dari mereka. Selene tidak terbiasa hidup dalam sorotan, karena itu semasa hidupnya di kediaman Duke Alpheratz, Selene selalu bersikap tertutup pada pelayan lain. Dia selalu menampakkan image anak penurut yang misterius. 

Aku dulu selalu tertutup dengan orang lain selain Marie di luar keluargaku sendiri. 

Bahkan saat di istana pun Selene tidak suka terlibat dengan orang luar dan lebih memilih mengerjakan pekerjaannya di dalam kamar. Berbeda dengan Veronica yang berkepribadian ramah dan mudah bergaul, wanita itu mudah masuk ke circle mana pun yang dia mau.

Dipikir-pikir lagi, pantas saja jika Kaisar lebih mempercayai wanita itu dibanding dengannya. Dibanding mempercayai Permaisuri yang berkepribadian suram, tentu saja Kaisar lebih bersimpati dan mempercayai Veronica yang notabenenya dekat dengan hampir semua orang di istana, meski wanita itu tidak lebih dari sekedar selirnya.

Selene tersenyum getir membayangkan kembali hidupnya yang penuh dengan diskriminasi.

"Bagaimana menurutmu jika aku menolak tawaran dari pihak kekaisaran?" celetuk Selene, membuat Marie terkejut.

"Kenapa Lady berniat menolak kesempatan berharga seperti itu?"

"Entahlah, sepertinya aku tidak akan cocok tinggal di istana," keluh Selene sambil menunduk sedih.

"Tapi bukankah menolak tawaran seperti itu sama saja dengan berkhianat pada kekaisaran? Harga yang harus dibayar mungkin adalah nyawa―"

Seketika Selene merasakan guncangan dalam dirinya saat Marie mengatakan kalimat itu.

"Akh!"

Perutnya tiba-tiba terasa perih seolah dia bisa merasakan sakit janinnya yang harus ikut mati bersamanya. Dia merintih sambil meremas perutnya. 

"Lady!" Marie panik melihat Selene yang tiba-tiba merintih kesakitan sambil memeluk perutnya.

Selene menahan lengan Marie yang hendak keluar meminta bantuan.

"Aku tidak apa," ucapnya dengan wajah berlinang keringat dingin. Selene kembali mengernyit sebelum tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.

"Lady Selene!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status