Share

Gadis yang Berbakat

Penulis: HwaMi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-11 13:55:59

Setelah berhari-hari mempertimbangkan semuanya dengan matang, Duke Alpheratz akhirnya mengizinkan Selene mengikuti kelas berpedang.

Sejak Selene mengatakan secara terang-terangan tentang ketertarikannya pada ilmu berpedang, dia tak henti-hentinya 'meneror' ayahnya dengan mengirimkan beberapa kue kering dan makanan lainnya. Selene merasa ini hanya sebuah sogokan kecil agar ayahnya luluh dan mau mengabulkan permintaannya.

Selene tahu bukan hal yang mudah untuk membujuk ayahnya menyetujui permintaannya kali ini. Namun di luar dugaan, usahanya itu rupanya berhasil!

Segera setelah mengabulkan permintaan Selene, Duke kemudian mencarikan pelatih khusus untuk putrinya. Pria paruh baya itu, benar-benar memastikan keselamatan putrinya tanpa mengabaikan hal-hal kecil. Jadi akhirnya, Duke sendiri yang memilih perlengkapan berpedang putrinya termasuk baju pelindung, pedang, hingga ikat pinggang yang gadis itu kenakan.

Selene menatap kotak-kotak yang baru saja diturunkan dari kereta dengan tatapan bingung. "Banyak sekali kotaknya. Apa Ayah baru saja membeli persediaan untuk sebulan kedepan?"

"Apa maksudmu persediaan? Kotak ini berisi peralatan yang akan kau gunakan untuk latihan berpedangmu," tukas Lucas yang ditugaskan mengawasi barang-barang itu diturunkan.

"Hah?! Sebanyak ini?!!"

"Iya."

Di luar sepengetahuan Selene, rupanya Duke memutuskan untuk merenovasi gedung lama yang dulu pernah digunakan sebagai tempat berlatih prajurit di kediaman Alpheratz.

Sejak dibangun gedung baru dengan peralatan yang lebih lengkap, gedung lama kemudian tidak pernah dipakai lagi dan ditinggalkan begitu saja.

Dibandingkan membiarkan Selene berlatih di gedung baru bersama prajurit lainnya, Duke lebih memilih membuatkan tempat khusus untuknya dengan alasan agar gadis itu bisa lebih fokus berlatih.

Padahal aslinya, dia hanya tidak mau putrinya menjadi pusat perhatian para prajurit di sana. Lagipula, sudah menjadi rahasia umum jika paras putrinya memang luar biasa mempesona.

. . .

Kemampuan Selene dalam berpedang berkembang dengan begitu pesat dalam enam bulan awal. Hal ini tentu saja diluar dugaan, bahkan bagi Selene sekalipun.

"Ternyata aku berbakat juga dalam hal ini," gumam Selene dengan bangganya, sambil memandang pedang logamnya untuk pertama kali.

Selama enam bulan terakhir, Selene hanya diperbolehkan menggunakan pedang kayu untuk belajar. Pelatihnya memutuskan Selene boleh menggunakan pedang logam setelah menilai kemampuannya dalam evaluasi bulan ini.

"Ayah dengar kemampuan berpedangmu benar-benar berkembang sejak sebulan terakhir. Sir Nicholas bilang kau boleh berlatih menggunakan pedang logammu mulai besok."

"Ah, benar! Mulai besok aku akan belajar menggunakan pedang yang sesungguhnya!" Selene mengatakannya dengan mulut penuh. Dia benar-benar antusias setiap kali ayahnya membahas kemampuan berpedangnya.

"Hey! Telan dulu makananmu itu! Mempelajari seni berpedang bukan berarti kau melupakan tata krama bangsawanmu. Kau itu putri seorang Duke, ingat?" ucap Lucas memperingatkan Selene. Gadis itu hanya tersenyum kikuk, malu.

"Dengar, Selene. Ayah tidak akan bosan mengingatkanmu untuk selalu berhati-hati dalam berlatih. Bagaimanapun juga, kau harus menjaga dirimu baik-baik. Benar yang dikatakan kakakmu, kau ini seorang putri. Meski Ayah mengizinkanmu berpedang, tapi kau harus mengerti mana batasan yang tidak boleh kau lewati, mengerti?"

Selene tidak mengerti.

"Kenapa aku harus membatasi kemampuanku?!" gumamnya tidak habis pikir.

Marie yang sejak tadi menemani Selene hanya bisa diam mendengarkan gadis ini menggerutu sejak kembali dari ruang makan. "Bukankah Duke melakukannya karena mengkhawatirkan Anda?" ucapnya mencoba memberi tanggapan.

Namun, sepertinya apa yang Marie lakukan hanya semakin memperburuk keadaan. Melihat bagaimana Selene kemudian menghadiahinya dengan tatapan tajam. Gadis itu kemudian kembali merutuk kesal.

"Bukankah mengkhawatirkan juga ada batasnya?! Ayah jelas-jelas mencoba membatasiku agar aku tidak berkembang!"

Marie tidak berani menanggapi lagi.

Selene mengepalkan tangannya. Dengan hasrat yang menggebu, dia mengangkatnya di depan wajah, menampakkan urat nadi di tangannya. Semangatnya begitu menggelora membayangkan rencananya kedepan. 

"Mari kita lihat, sampai berapa lama keluarga ini sanggup untuk menahan kemampuanku kedepannya!"

Selene tidak main-main dengan kata-katanya. Mulai detik ini, tidak akan ada lagi yang bisa menghentikannya.

Bahkan rasa kemanusiaannya sekalipun.

"Lady... saya mohon tolong lepaskan saya," ucap seorang prajurit sambil besimpuh dengan wajah memelas di hadapan Selene.

"Sudah kubilang, aku akan melepaskanmu setelah kau menemukan penggantimu."

"Ta—tapi, Lady sudah mengalahkan semua prajurit terkuat di kediaman ini. Tidak ada prajurit yang tersisa yang bisa Lady lawan."

"Kalau begitu cepat bangun! Kau harus terus melawanku sampai ada prajurit yang lebih kuat darimu yang bersedia menggantikan posisimu sebagai lawan sparring-ku."

Prajurit itu semakin bersujud memohon pada Selene untuk melepaskannya.

Sejak Selene diperbolehkan berlatih menggunakan pedang besi, kemampuan gadis ini benar-benar meningkat dengan pesat. Sungguh berbanding terbalik dengan perkiraan orang-orang.

Dia membuktikan pada dunia bahwa meremehkan seorang perempuan adalah pilihan yang salah.

"Lady... saya mohon lepaskan prajurit itu. Anda sudah mengalahkan semua prajurit muda di kediaman ini. Apa lagi yang perlu Anda buktikan? Kemampuan Anda sudah berada di atas rata-rata untuk anak seusia Anda." Marie bahkan ikut turun tangan untuk membujuk Selene berhenti 'menyiksa' prajurit di hadapannya ini.

Sudah hampir lima hari, dia menjadi lawan sparring Selene. Berkali-kali Selene berhasil mengalahkannya, tapi gadis ini masih tidak puas.

"Ini masih belum cukup," gumamnya sambil menatap bayangannya dari bilah pedang yang dia genggam.

"Sudah kubilang, kalau kau ingin aku melepaskannya, carikan aku lawan yang lebih kuat darinya," tegas Selene masih kekeh dengan pendiriannya.

Sir Nicholas yang menatap Selene dari pinggir arena, kemudian berjalan mendekati gadis itu. "Latihan hari ini sepertinya sudah lebih dari cukup, Lady," ucapnya menengahi.

"Apa?! Aku baru berlatih sebentar, ini belum cukup!" balas Selene tidak terima.

Sir Nicholas menggeleng. "Tidak, Lady. Ini sudah lebih dari cukup," balasnya sambil tersenyum simpul.

"Tapi..." Selene ingin menyanggahnya lagi, tapi melihat bagaimana wajah memelas prajurit yang bersimpuh di depannya membuat Selene mengurungkan niat. Dia hanya bisa menghela nafas.

"Tidak ada yang tersisa untuk bisa Lady lawan di sini. Yah, kecuali, satu orang," pungkas Sir Nicholas. Sontak Marie dan beberapa prajurit di sampingnya menggeleng, mencegah Sir Nicholas untuk mengatakannya.

Susah payah mereka menghentikan Selene 'membantai' para prajurit muda tak berdosa ini dan pria paruh baya ini malah berniat kembali menumbalkan orang lagi.

"Siapa?" tanya Selene penuh antusias.

Sir Nicholas melirik orang-orang yang berdiri di belakang Selene yang menggeleng tidak setuju, mencoba memperingatkannya agar tidak mengatakannya.

"Aku."

Mereka seketika mematung.

Selene mengerjap bingung. "Hah? Maksudnya?"

"Untuk ujianmu, aku adalah lawan terakhirmu. Persiapkan dirimu, Lady. Dalam tiga hari kedepan kau akan melawanku dalam evaluasi akhir bulan." Selene menganga tidak percaya. Setelah mengatakannya, Sir Nicholas kemudian pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.

Pria itu meninggalkan Selene dengan sebuah pertanyaan besar yang tidak sempat dia tanyakan karena saking kagetnya.

Selene merasa gelisah. Dia tidak bisa meremehkan kemampuan guru berpedangnya itu. Dia tidak tahu tolok ukur kemampuan Sir Nicholas hingga saat ini.

Aku tidak pernah melawannya secara langsung! Bagaimana aku bisa menang melawannya nanti?!

Ini sungguh tidak adil! Sir Nicholas sudah tahu betul kelemahan dan kelebihannya. Pria itu pasti sudah menyiapkan strategi dengan matang sebelum melawan Selene. Berbeda dengan Selene yang sama sekali tidak memiliki gambaran tentang kemampuan Sir Nicholas.

Ditambah lagi, dia terus terngiang ucapan Sir Nicholas. Aku adalah lawan terakhirmu, katanya.

Apa maksudnya lawan terakhir? Apa setelah ini Sir Nicholas akan berhenti mengajarnya? Dibanding memikirkan strategi mengalahkannya, Selene justru lebih terbebani dengan ucapan Sir Nicholas itu.

Aku tidak bisa membiarkannya berhenti mengajarku begitu saja! Akan kubuktikan padanya bahwa aku masih layak menjadi muridnya!  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Sebuah Penawaran

    Berita kemenangan pertempuran di wilayah barat pun sampai di istana. "Begitu rupanya," ucap Kaisar setelah mendengar laporan dari salah satu prajurit pembawa pesan. "Kalau begitu siapkan pawai penyambutan untuk para prajurit yang kembali," perintah Kaisar pada penasihatnya. "Buat semeriah mungkin, mereka sudah bekerja keras mempertahankan wilayah barat." Jadi dia benar-benar kembali dengan selamat. Kaisar tersenyum misterius. Dia pun kemudian memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Putra Mahkota dan Putri Mahkota terpilih. Tak lama kemudian Putra Mahkota dan Putri Mahkota pun menghadapnya. Keduanya membungkuk memberi hormat. "Persiapkan diri kalian, para prajurit yang memenangkan pertempuran di wilayah barat akan segera tiba, danLadyHyacinth...." Panggilan itu membuat Hyacinth mengangkat kepalanya menatap Kaisar. "Aku ingin memberimu tugas pertama sebagai putri mahkota." Putra Mahkota yang berdiri di sam

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Pertempuran di Medan Perang

    Akhirnya hari keberangkatan menuju Pyrgos pun tiba.Tidak pernah terbayangkan bahwa akan tiba saatnya bagi Duke Alpheratz melepas darah dagingnya menuju medan perang."Jaga dirimu baik-baik, Lene," ucapnya sembari memeluk erat putrinya. Rasanya berat sekali melepas putrinya ini. Bukannya Duke rela begitu saja melepas Lucas, tapi memang rasanya berbeda ketika dia harus melepas putri satu-satunya.Putrinya ini adalah peninggalan terakhir istrinya. Bagi Duke Alpheratz, tentu saja Selene lebih berharga dibanding permata sekalipun. Melepas Selene ke medan perang rasanya seperti melepas jantungnya sendiri ke kandang singa."Ayah juga. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup. Aku sudah minta Edward untuk menyembunyikan kertas pekerjaan Ayah, jika Ayah tidak mau berhenti bekerja."Tanpa Selene ketahui, Duke memang berniat lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja. Meskipun bisa, dia yakin tidak akan bisa bersantai, karena pada saat itu perasaannya pasti akan sangat tidak tenang memiki

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Pilihan untuk Menentang

    "Aku akan menawarkan tempat putri mahkota bagimu, jika nantinya Lady kembali dengan selamat tanpa luka yang berarti." Hah? Apa-apaan ini?! Susah payah dia menghindari seleksi, kenapa malah begini jadinya?! "Ya-yang Mulia..." Ini benar-benar di luar dugaannya. "Bagaimana mungkin saya melakukannya? Itu seperti tindakan curang. Semua putri bangsawan sedang berkompetisi dengan sepenuh hati agar bisa menjadi putri mahkota, tidak mungkin saya bisa menjadi putri mahkota dengan cara seperti ini." "Kenapa? Syarat yang kuajukan cukup sulit, bukan? Lady harus kembali dengan selamat," ucap Kaisar dengan seringaian misterius. Sialan! Dia meremehkanku! Selene cukup dibuat kesal dengan Kaisar yang sejak tadi memaksanya menjadi putri mahkota dan sekarang pria paruh baya itu bahkan meremehkannya dengan mengatakan seolah Selene tidak akan kembali dengan selamat. "Menurutku, syarat yang harus dipenuhi oleh Lady bahkan lebih sulit dibandingkan calon yang lain," ucap Kaisar dengan entengnya. "Jadi

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Kembali ke Tempat Terkutuk

    Setelah 7 tahun mengasah kemampuan berpedangnya, kemampuan Selene akhirnya diakui oleh semua orang termasuk pihak kekaisaran.Kali ini Selene benar-benar kembali ke istana. Bukan sebagai calon putri mahkota, melainkan sebagai salah satu komandan pasukan perang yang sebentar lagi akan bertempur di medan perang.Meski memiliki peran yang berbeda, Selene tetap menerima atensi yang luar biasa sama seperti dulu. Di sepanjang langkahnya, tiap kali dia berpapasan dengan bangsawan atau pelayan, mereka selalu terpana melihatnya. Walaupun Selene sendiri tidak yakin mereka lebih terpesona dengannya atau dengan para pria yang berjalan bersamanya.Tepat seperti yang tertulis di undangan. Kekaisaran dengan hormat berniat menjamu para komandan pasukan yang sebentar lagi akan berangkat ke medan perang. Itulah mengapa kali ini dia tidak berjalan sendiri memasuki istana.Sebagai komandan pasukan berpangkat Letnan, dia memiliki serdadu yang dia pimpin sendiri. Bersama dengan para komandan lain, mereka a

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Pria Asing yang Aneh

    Selene memekik begitu mendapati sesuatu di balik semak-semak itu. Seorang pria dengan jubah dan tudung kepala terduduk sambil memegang perutnya yang terluka. Selene sontak melompat dari lorong dan mendekati pria itu. "Apa Anda baik-baik saja?!" tanya Selene panik. "Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?" Pria itu balik bertanya pada Selene, membuat Selene tersenyum canggung. Pria itu mengerang sambil memegang perutnya yang bersimbah darah. Membuat Selene semakin panik dan tidak tahu harus berbuat apa. "Tu—tunggu di sini sebentar, biar saya panggilkan seseorang yang bisa membantu." Saat Selene hendak berdiri, pria itu seketika menahan lengannya. "Jangan! Jangan coba-coba memanggil orang lain!" cegah pria itu. "Tapi Anda berdarah sangat parah! Kalau Anda kehabisan darah, Anda bisa mati di sini!" "Sudah kubilang jangan libatkan siapa pun. Kalau aku sampai ketahuan karenamu, aku tidak akan sengan untuk membunuhmu, apa kau mengerti?" ancam pria itu. Selene memandang pria bertu

  • Kehidupan Kedua Putri Mahkota yang Teraniaya   Pesta yang Ditunggu-tunggu

    Hari besar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Selene memandang ke luar jendela dengan tatapan jenuh. "Hey, setidaknya tunjukkan sedikit semangatmu. Hari ini semua orang akan merayakan kedewasaanmu di istana. Kau mungkin akan menjadi pusat perhatian orang-orang di sana," celoteh Lucas yang duduk di depannya. Selene melirik Lucas dengan tatapan sinisnya. Ya, jika itu benar-benar terjadi, semua ini karena salahmu! Sama seperti dulu, kali ini Lucas juga menemaninya datang ke pesta debutante sebagai pasangannya. Pria itu tampak menawan dengan setelan baju formalnya dan gaya rambut yang ditata rapi ke belakang. Padahal sebelumnya Selene sudah mengingatkan Lucas agar tidak tampil mencolok supaya tidak menarik perhatian orang-orang, tapi bagi seseorang yang sudah terlahir dengan paras mempesona, tentu saja lebih sulit untuk tampil sederhana dibanding mencolok, bukan? "Jika kau ingin mencari calon istri, jangan datang bersamaku begini," gerutu Selene. "Sia-sia aku tampil biasa aja kalau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status