Share

Gadis yang Berbakat

Setelah berhari-hari mempertimbangkan semuanya dengan matang, Duke Alpheratz akhirnya mengizinkan Selene mengikuti kelas berpedang.

Sejak Selene mengatakan secara terang-terangan tentang ketertarikannya pada ilmu berpedang, dia tak henti-hentinya 'meneror' ayahnya dengan mengirimkan beberapa kue kering dan makanan lainnya. Selene merasa ini hanya sebuah sogokan kecil agar ayahnya luluh dan mau mengabulkan permintaannya.

Selene tahu bukan hal yang mudah untuk membujuk ayahnya menyetujui permintaannya kali ini. Namun di luar dugaan, usahanya itu rupanya berhasil!

Segera setelah mengabulkan permintaan Selene, Duke kemudian mencarikan pelatih khusus untuk putrinya. Pria paruh baya itu, benar-benar memastikan keselamatan putrinya tanpa mengabaikan hal-hal kecil. Jadi akhirnya, Duke sendiri yang memilih perlengkapan berpedang putrinya termasuk baju pelindung, pedang, hingga ikat pinggang yang gadis itu kenakan.

Selene menatap kotak-kotak yang baru saja diturunkan dari kereta dengan tatapan bingung. "Banyak sekali kotaknya. Apa Ayah baru saja membeli persediaan untuk sebulan kedepan?"

"Apa maksudmu persediaan? Kotak ini berisi peralatan yang akan kau gunakan untuk latihan berpedangmu," tukas Lucas yang ditugaskan mengawasi barang-barang itu diturunkan.

"Hah?! Sebanyak ini?!!"

"Iya."

Di luar sepengetahuan Selene, rupanya Duke memutuskan untuk merenovasi gedung lama yang dulu pernah digunakan sebagai tempat berlatih prajurit di kediaman Alpheratz.

Sejak dibangun gedung baru dengan peralatan yang lebih lengkap, gedung lama kemudian tidak pernah dipakai lagi dan ditinggalkan begitu saja.

Dibandingkan membiarkan Selene berlatih di gedung baru bersama prajurit lainnya, Duke lebih memilih membuatkan tempat khusus untuknya dengan alasan agar gadis itu bisa lebih fokus berlatih.

Padahal aslinya, dia hanya tidak mau putrinya menjadi pusat perhatian para prajurit di sana. Lagipula, sudah menjadi rahasia umum jika paras putrinya memang luar biasa mempesona.

. . .

Kemampuan Selene dalam berpedang berkembang dengan begitu pesat dalam enam bulan awal. Hal ini tentu saja diluar dugaan, bahkan bagi Selene sekalipun.

"Ternyata aku berbakat juga dalam hal ini," gumam Selene dengan bangganya, sambil memandang pedang logamnya untuk pertama kali.

Selama enam bulan terakhir, Selene hanya diperbolehkan menggunakan pedang kayu untuk belajar. Pelatihnya memutuskan Selene boleh menggunakan pedang logam setelah menilai kemampuannya dalam evaluasi bulan ini.

"Ayah dengar kemampuan berpedangmu benar-benar berkembang sejak sebulan terakhir. Sir Nicholas bilang kau boleh berlatih menggunakan pedang logammu mulai besok."

"Ah, benar! Mulai besok aku akan belajar menggunakan pedang yang sesungguhnya!" Selene mengatakannya dengan mulut penuh. Dia benar-benar antusias setiap kali ayahnya membahas kemampuan berpedangnya.

"Hey! Telan dulu makananmu itu! Mempelajari seni berpedang bukan berarti kau melupakan tata krama bangsawanmu. Kau itu putri seorang Duke, ingat?" ucap Lucas memperingatkan Selene. Gadis itu hanya tersenyum kikuk, malu.

"Dengar, Selene. Ayah tidak akan bosan mengingatkanmu untuk selalu berhati-hati dalam berlatih. Bagaimanapun juga, kau harus menjaga dirimu baik-baik. Benar yang dikatakan kakakmu, kau ini seorang putri. Meski Ayah mengizinkanmu berpedang, tapi kau harus mengerti mana batasan yang tidak boleh kau lewati, mengerti?"

Selene tidak mengerti.

"Kenapa aku harus membatasi kemampuanku?!" gumamnya tidak habis pikir.

Marie yang sejak tadi menemani Selene hanya bisa diam mendengarkan gadis ini menggerutu sejak kembali dari ruang makan. "Bukankah Duke melakukannya karena mengkhawatirkan Anda?" ucapnya mencoba memberi tanggapan.

Namun, sepertinya apa yang Marie lakukan hanya semakin memperburuk keadaan. Melihat bagaimana Selene kemudian menghadiahinya dengan tatapan tajam. Gadis itu kemudian kembali merutuk kesal.

"Bukankah mengkhawatirkan juga ada batasnya?! Ayah jelas-jelas mencoba membatasiku agar aku tidak berkembang!"

Marie tidak berani menanggapi lagi.

Selene mengepalkan tangannya. Dengan hasrat yang menggebu, dia mengangkatnya di depan wajah, menampakkan urat nadi di tangannya. Semangatnya begitu menggelora membayangkan rencananya kedepan. 

"Mari kita lihat, sampai berapa lama keluarga ini sanggup untuk menahan kemampuanku kedepannya!"

Selene tidak main-main dengan kata-katanya. Mulai detik ini, tidak akan ada lagi yang bisa menghentikannya.

Bahkan rasa kemanusiaannya sekalipun.

"Lady... saya mohon tolong lepaskan saya," ucap seorang prajurit sambil besimpuh dengan wajah memelas di hadapan Selene.

"Sudah kubilang, aku akan melepaskanmu setelah kau menemukan penggantimu."

"Ta—tapi, Lady sudah mengalahkan semua prajurit terkuat di kediaman ini. Tidak ada prajurit yang tersisa yang bisa Lady lawan."

"Kalau begitu cepat bangun! Kau harus terus melawanku sampai ada prajurit yang lebih kuat darimu yang bersedia menggantikan posisimu sebagai lawan sparring-ku."

Prajurit itu semakin bersujud memohon pada Selene untuk melepaskannya.

Sejak Selene diperbolehkan berlatih menggunakan pedang besi, kemampuan gadis ini benar-benar meningkat dengan pesat. Sungguh berbanding terbalik dengan perkiraan orang-orang.

Dia membuktikan pada dunia bahwa meremehkan seorang perempuan adalah pilihan yang salah.

"Lady... saya mohon lepaskan prajurit itu. Anda sudah mengalahkan semua prajurit muda di kediaman ini. Apa lagi yang perlu Anda buktikan? Kemampuan Anda sudah berada di atas rata-rata untuk anak seusia Anda." Marie bahkan ikut turun tangan untuk membujuk Selene berhenti 'menyiksa' prajurit di hadapannya ini.

Sudah hampir lima hari, dia menjadi lawan sparring Selene. Berkali-kali Selene berhasil mengalahkannya, tapi gadis ini masih tidak puas.

"Ini masih belum cukup," gumamnya sambil menatap bayangannya dari bilah pedang yang dia genggam.

"Sudah kubilang, kalau kau ingin aku melepaskannya, carikan aku lawan yang lebih kuat darinya," tegas Selene masih kekeh dengan pendiriannya.

Sir Nicholas yang menatap Selene dari pinggir arena, kemudian berjalan mendekati gadis itu. "Latihan hari ini sepertinya sudah lebih dari cukup, Lady," ucapnya menengahi.

"Apa?! Aku baru berlatih sebentar, ini belum cukup!" balas Selene tidak terima.

Sir Nicholas menggeleng. "Tidak, Lady. Ini sudah lebih dari cukup," balasnya sambil tersenyum simpul.

"Tapi..." Selene ingin menyanggahnya lagi, tapi melihat bagaimana wajah memelas prajurit yang bersimpuh di depannya membuat Selene mengurungkan niat. Dia hanya bisa menghela nafas.

"Tidak ada yang tersisa untuk bisa Lady lawan di sini. Yah, kecuali, satu orang," pungkas Sir Nicholas. Sontak Marie dan beberapa prajurit di sampingnya menggeleng, mencegah Sir Nicholas untuk mengatakannya.

Susah payah mereka menghentikan Selene 'membantai' para prajurit muda tak berdosa ini dan pria paruh baya ini malah berniat kembali menumbalkan orang lagi.

"Siapa?" tanya Selene penuh antusias.

Sir Nicholas melirik orang-orang yang berdiri di belakang Selene yang menggeleng tidak setuju, mencoba memperingatkannya agar tidak mengatakannya.

"Aku."

Mereka seketika mematung.

Selene mengerjap bingung. "Hah? Maksudnya?"

"Untuk ujianmu, aku adalah lawan terakhirmu. Persiapkan dirimu, Lady. Dalam tiga hari kedepan kau akan melawanku dalam evaluasi akhir bulan." Selene menganga tidak percaya. Setelah mengatakannya, Sir Nicholas kemudian pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.

Pria itu meninggalkan Selene dengan sebuah pertanyaan besar yang tidak sempat dia tanyakan karena saking kagetnya.

Selene merasa gelisah. Dia tidak bisa meremehkan kemampuan guru berpedangnya itu. Dia tidak tahu tolok ukur kemampuan Sir Nicholas hingga saat ini.

Aku tidak pernah melawannya secara langsung! Bagaimana aku bisa menang melawannya nanti?!

Ini sungguh tidak adil! Sir Nicholas sudah tahu betul kelemahan dan kelebihannya. Pria itu pasti sudah menyiapkan strategi dengan matang sebelum melawan Selene. Berbeda dengan Selene yang sama sekali tidak memiliki gambaran tentang kemampuan Sir Nicholas.

Ditambah lagi, dia terus terngiang ucapan Sir Nicholas. Aku adalah lawan terakhirmu, katanya.

Apa maksudnya lawan terakhir? Apa setelah ini Sir Nicholas akan berhenti mengajarnya? Dibanding memikirkan strategi mengalahkannya, Selene justru lebih terbebani dengan ucapan Sir Nicholas itu.

Aku tidak bisa membiarkannya berhenti mengajarku begitu saja! Akan kubuktikan padanya bahwa aku masih layak menjadi muridnya!  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status