Share

8. Serigala Berbulu Domba

Nadisa mematung di posisinya, memandangi sang Mama yang masih menangis lirih di dalam kamar. Kedua tangan Nadisa mengepal erat di sisi tubuhnya. Menahan gejolak amarah di dalam dada.

"Papa jahat sekali sama keluarga kita…" lirih sang Mama. "Mama salah apa sama Papa, sampai Papa tega duain Mama…"

Sialan.

Andai saja Nadisa kembali ke masa dimana sang Papa masih hidup, Nadisa bersumpah akan menghajar dan menyadarkan Beliau. Sayangnya, ia kembali hidup justru di saat Papa Fadli sudah meninggal dunia. Ia tidak bisa mengubah apa-apa.

Nadisa mengembuskan napas panjang, berusaha untuk tenang. Gadis Sanjaya itu merogoh isi tasnya, kemudian mengeluarkan satu kemasan kertas tisu dari sana. Nadisa meletakkannya di depan pintu kamar Mama Ayu. Lalu memutuskan untuk berjalan menjauh.

Dalam langkahnya menyusuri perjalanan menuju kamar, Nadisa tanpa sengaja meneteskan air mata.

Sungguh, Nadisa tidak mengerti mengapa laki-laki selalu saja menyakiti hati perempuannya. Baik sang Papa, maupun Jevano yang merupakan suami Nadisa di kehidupan sebelumnya. Mereka berdua tanpa hati berani mendua. Mereka tidak peduli dengan perasaan wanitanya.

Mereka jahat. Mereka adalah definisi sampah yang sesungguhnya. Nadisa benci mereka. Benci sampai rasanya Nadisa tidak ingin lagi menyebut nama mereka.

Usai mengambil telepon genggamnya, Nadisa bergegas kembali ke mobil Jeffrey. Lalu duduk dengan lesu di samping sang Kakak. Tingkah Nadisa yang kontras dengan sebelumnya itu membuat Jeffrey mengernyit penuh tanya.

"Ada apa, Disa? Kamu … menangis?" tanya Jeffrey dengan hati-hati.

Nadisa mengusap kasar jejak air mata di pipinya. "Hm, karena lihat Mama," jawab Nadisa seadanya.

Jeffrey menyodorkan tisu pada Nadisa, tapi adiknya itu menggeleng pelan. Sudah berhasil menghentikan tangisannya. Jeffrey pun menghela napas.

"Mama pasti sangat terpukul karena Papa. Kamu sebaiknya menemani Mama saja di rumah, Disa. Biar Kakak yang pergi ke kantor kita," kata Jeffrey.

Nadisa menggelengkan kepala, kemudian melipat tangannya di depan dada. "Mama bukan tipe orang yang suka menangis di hadapan orang lain, Kak. Kalau ada Disa, Mama pasti akan menahan perasaannya. Akan lebih baik kalau Mama sendirian dan bisa menangis sepuasnya. Setidaknya, setelah itu Mama akan merasa lega."

Jeffrey terdiam mendengar penuturan adiknya. Ini pertama kalinya Nadisa berbicara sepanjang itu padanya. Terlebih, Nadisa terdengar begitu dewasa sekarang. Seolah Nadisa sangat memahami perasaan sang Mama, di usianya yang masih terbilang muda. Hal itu membuat Jeffrey kaget dan kehilangan kata.

"Kok diam? Ayo, jalan saja ke kantor, Kak. Sudah siang," kata Nadisa.

Jeffrey tersentak karena suara Nadisa. "Iya," jawabnya. Jeffrey pun segera menekan pedal gas di bawah sana. Mulai menjalankan kuda besinya untuk keluar dari pekarangan kediaman mewah mereka. Sementara Nadisa membuang pandangannya ke jendela.

"Disa benci Papa..." lirih Nadisa.

Pegangan tangan Jeffrey pada kemudi mengerat. Ingin sekali Jeffrey berkata hal yang sama, bahwa dirinya pun membenci sang Papa. Bahkan Jeffrey rasanya ingin mengumpat tindakan papanya. Tapi posisinya sebagai yang lebih tua membuat Jeffrey mengurungkan niatnya. Ia harus lebih menahan diri, untuk memberikan contoh pada Nadisa.

Karena seburuk apa pun juga, Fadli Tirta Sanjaya tetaplah ayah mereka.

Dari posisinya yang kini sedang menyetir, Jeffrey dapat melihat eksistensi seorang gadis yang sangat dikenalnya. Tengah berdiri di halte bus tepat di sisi mobilnya. Drrrrrrt! Jeffrey memberhentikan mobil dan menurunkan kacanya. Serta merta membuat Nadisa menolehkan kepala dengan kernyitan di dahinya.

"Karenia? Mau berangkat ke kantor bersama?"

Sebuah nama yang terlontar dari bibir Jeffrey Tirta Sanjaya membuat Nadisa berdiam kaku di tempatnya. Napasnya tercekat. Pandangan mata Nadisa yang membola tertuju pada sosok gadis yang kini tersenyum di halte bus sana. Kedua kaki jenjang berbalut sepatu hak tingginya berjalan mendekati mobil yang tengah ditumpangi oleh Nadisa.

Dia … Karenia Winata.

Si gadis licik itu. Parasit yang selalu menumpang hidup pada keluarga Sanjaya, lalu dengan tega membunuh Nadisa. Juga merebut Jevano darinya.

Serigala berbulu domba yang ada di dunia nyata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status