Beranda / Romansa / Kehidupan Kedua / 7. Tangisan Mama

Share

7. Tangisan Mama

Penulis: Blessing Night
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-26 13:12:01

Nadisa masih menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Sementara itu, Jeffrey melirik pada arloji di tangan kirinya. Sudah pukul delapan, ternyata. Sudah waktunya Jeffrey pergi ke kantor Sanjaya.

"Ma, boleh Jeffrey pergi ke kantor? Ada beberapa urusan yang harus Jeffrey selesaikan," kata Jeffrey pelan. Ia sebenarnya masih khawatir pada keadaan mamanya, tapi ia tidak bisa berdiam diri di rumah terlalu lama.

"Tentu saja boleh, Jeff." Mama Ayu menjawab lemah.

Mendengar hal itu, Nadisa pun turut buka suara.

"Aa, Disa juga izin ke kantor, Ma. Ada dokumen yang harus Disa bahas dengan para staf."

Tentu saja itu bohong. Nadisa bahkan tidak ingat pekerjaan apa yang sedang ia garap di kantor saat ini. Nadisa hanya … tidak mau terpuruk seperti di kehidupan sebelumnya. Bagaimana pun juga, sang Papa tidak layak ditangisi terlalu lama. Lagi pula, Nadisa harus menjadi lebih kuat dan menyiapkan rencana untuk menangani semua masalah yang akan dihadapinya!

Mama Ayu menganggukkan kepala, tersenyum lemah pada kedua anaknya.

"Bukankah sebaiknya kamu tetap di rumah, Disa? Kamu bisa menenangkan dirimu sekaligus menjaga Mama. Biar Kakak saja yang ke kantor," sanggah Jeffrey.

"Tapi–"

"Mama 'kan sudah bilang, Mama nggak apa-apa, Jeffrey. Disa dan kamu boleh ke kantor sekarang. Pekerjaan kalian jauh lebih penting. Mama akan baik-baik saja di rumah."

Penjelasan Mama Ayu disambut oleh helaan napas dari Jeffrey. Kalau Mama Ayu sudah bersikeras seperti ini, maka Jeffrey akan kesulitan mengubah keputusan Beliau. Lagi pula, mungkin Mama Ayu memang membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.

"Ya sudah kalau begitu. Tapi, Disa ikut dengan Kakak saja ya? Kita ke kantor bersama. Kakak khawatir kalau Disa pergi sendirian seperti biasanya," tawar Jeffrey.

Nadisa menimbang-nimbang dalam hatinya. Apakah baik jika menerima tawaran sang Kakak? Selama ini, Nadisa cenderung menciptakan jarak dengan Jeffrey. Semua itu semata-mata karena Nadisa merasa iri atas status Jeffrey sebagai putra sulung keluarga ini. Rasanya seperti … Nadisa berada di posisi yang lebih lemah dibanding Jeffrey, terlebih dalam kekuasaan di keluarga Sanjaya. Juga dalam hal perhatian orang tuanya, yang lebih memanjakan Jeffrey dan menekan Nadisa.

Akan tetapi, sepertinya tidak ada ruginya jika Nadisa pergi bersamanya?

Lagi pula, di kehidupan sebelumnya, Nadisa sudah berdamai atas kekesalannya dengan Jeffrey. Jeffrey juga terlihat peduli pada Nadisa. Hal yang selalu luput dari perhatian Nadisa, karena terlalu tenggelam dalam kebenciannya.

"Iya, Disa bareng Kakak."

Jeffrey sempat terkejut karena mendengar persetujuan sang Adik. Akan tetapi, ia segera tersenyum hingga kedua lesung di pipinya terlihat.

"Kalau begitu, Kakak bersiap dulu." Jeffrey berkata sembari berjalan menuju kamarnya, tentunya setelah mencium tangan mamanya. Juga mengacak lembut rambut hitam milik Nadisa.

Nadisa langsung menenggak jus jeruknya hingga habis. "Ma, Disa juga mandi dulu ya!" Nadisa pun berlari meninggalkan meja makannya.

Menyisakan sang Mama seorang diri di sana.

***

BRUGH!

Nadisa menutup pintu mobil mewah milik Jeffrey. Kini, ia sudah duduk di kursi samping pengemudi. Dengan blus dan rok serba hitam, simbol bahwa ia masih dalam keadaan berduka.

"Sudah?" tanya Jeffrey, yang saat ini mengenakan setelan jas dan celana hitamnya.

"Iya." Nadisa berkata santai. Akan tetapi, tiba-tiba Nadisa membulatkan mata. "Eh, telepon genggam Disa ketinggalan di kamar! Tunggu sebentar!"

Jeffrey hanya bisa terkekeh kecil karena tingkah adiknya.

Gadis itu langsung berlari keluar dari mobil Jeffrey. Memasuki kediaman Sanjaya kembali. Di sela langkahnya yang tergesa, Nadisa dapat mendengar suara isakan yang samar.

"Hiks… Hiks…"

Nadisa kontan memperlambat langkahnya. Suara tangisan itu … sepertinya berasal dari kamar orang tuanya. Nadisa perlahan mendekati kamar tersebut. Lalu melihat ke dalam kamar melalui cela pintu yang memang tidak tertutup sempurna.

Dari tempatnya berdiri, Nadisa dapat melihat sang Mama yang sedang menangis sedih. Entah karena kepergian Papa yang kelewat mendadak. Atau justru karena sakit hatinya, lantaran orang yang dicintainya telah berani berkhianat.

Mama … terlihat begitu menderita.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua   80. Ada yang Aneh

    Jeffrey masih berada dalam mobilnya. Kini memegang telepon genggam, guna mengabari salah satu anak buahnya yang ada di kantor cabang Bandung sana. Pasalnya, Jeffrey yang seharusnya tiba di Bandung siang nanti, kemungkinan akan terlambat karena harus memenuhi permintaan Nadisa.Ah, jangan khawatir. Bahkan sang Mama juga bicara bahwa kantor tempatnya bekerja adalah milik keluarga. Jadi Jeffrey rasa, tidak apa jika ia terlambat sesekali seperti ini.Tepat setelah mengabari anak buahnya, Jeffrey pun hendak menjalankan mobilnya untuk menuju pusat perbelanjaan di pusat Kota Jakarta. Akan tetapi, pemandangan yang tersaji di lobi kantor Sanjaya membuat Jeffrey mengernyitkan dahi.Di hadapannya, dapat ia lihat Karenia yang mengenakan blazer cokelat, dipadukan dengan rok senada sepanjang setengah paha. Kernyitan di dahi Jeffrey kian menguat, tatkala melihat Karenia berlari dengan penuh senyuman. Menyongsong satu orang yang mengenakan jas hitam."Kak! Kak Jevan!"Dari perawakan yang tinggi tegap

  • Kehidupan Kedua   79. Ada Waktu Luang?

    Nadisa bergegas mengambil tasnya yang ada di nakas samping ranjang. Kemudian beranjak menuju pintu kamarnya. Tepat ketika tangannya mencapai tuas pintu, ekor mata Nadisa melihat eksistensi suatu benda yang tersampir di sofa kamarnya.Jaket milik Narendra Bagaskara.Ah, saking lelahnya Nadisa, gadis itu jadi belum sempat mencuci jaket yang kemarin dipinjamkan oleh sang Bagaskara. Ia melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Sudah tidak ada waktu lebih.Nadisa pun memutuskan untuk berlalu dari kamarnya. Turun menuju lantai satu kediaman mewah milik keluarga Sanjaya. Tempat dimana Jeffrey dan Mama Ayu berada.Napas Nadisa sempat tertahan. Kepala cantiknya tanpa sengaja memutar kejadian kemarin malam. Tatkala tamparan keras sang Mama mendarat di pipi putih mulusnya.Jeffrey yang awalnya fokus pada serealnya, kini mendongak dan melambaikan tangannya. Memberi tanda agar Nadisa mendekat ke meja makan."Sini, Disa. Sarapan." Jeffrey berkata tanpa berpikir panjang

  • Kehidupan Kedua   78. Lembutnya Mama

    Mesin mobil yang dikendarai oleh Jeffrey Tirta Sanjaya akhirnya mati, tatkala kendaraan tersebut telah tiba di pekarangan rumah yang dirinya dan Nadisa tinggali. Pria dengan lesung di kedua pipi itu baru saja menoleh pada sang Adik, tetapi Nadisa tanpa kata segera meninggalkan dirinya. Keluar dari mobil dan memasuki rumah mewah mereka.Jeffrey mengusak rambutnya ke belakang, memandangi punggung kecil Nadisa yang perlahan menjauh.Jujur saja, Jeffrey tidak tahu menahu bagaimana adiknya bisa sangat membenci Jevano Putra Hartono. Sampai-sampai Nadisa berani membohongi Mama mereka, hanya untuk menghindari lelaki yang memang dipilih sang Mama untuknya. Setahu Jeffrey, Jevano adalah lelaki yang baik dan sempurna. Tidak ada salahnya mendekatkan Jevano dengan Nadisa yang juga tak kalah sempurna.Tapi apa mungkin Jeffrey melewatkan sesuatu? Apa Nadisa mengetahui sesuatu tentang Jevano, yang tidak Jeffrey dan Mama Ayu ketahui? Dan lagi, sosok lelaki yang yang menemani sang Adik di tengah dingin

  • Kehidupan Kedua   77. Suara Jeffrey

    Kedua anak Adam dan Hawa itu berjalan di tengah remangnya malam. Kembali menuju kediaman Sanjaya. Akan tetapi, tepat ketika keduanya tiba di gerbang kompleks Nadisa, satu sosok pria yang familiar pun muncul di sana.Jeffrey Tirta Sanjaya.Pria tampan bertubuh tegap dengan setelan kaos dan celana denim, juga dilengkapi jaket hitam-merah yang terlihat mahal. Tampak turun dari mobilnya tatkala melihat eksistensi sang adik tak jauh darinya.Bola mata gelap yang sarat akan rasa khawatir itu sempat melirik ke arah Narendra Bagaskara seraya mengangkat alis, tapi kemudian ia memilih abai dan memusatkan atensi pada Nadisa seorang. Dapat dilihat oleh Jeffrey, kedua mata Nadisa yang membengkak dan merah. Jelas sekali bahwa sang adik semata wayangnya baru saja menangis hebat."Disa, kita pulang, ya?" tanya Jeffrey dengan lembut.Nadisa terdiam di posisinya. Gadis cantik itu mengusap pipinya yang masih sedikit basah menggunakan lengan berbalut jaket milik Narendra.Jeffrey yang melihat hal tersebu

  • Kehidupan Kedua   76. Pendengar yang Baik

    "Kamu-"Ucapan Nadisa Tirta Sanjaya dibalas dengan senyuman yang melebar di wajah lelaki itu."Iya, Nadisa. Ini aku, Naren."Suara yang menenangkan itu membuat Nadisa kian bingung."Kenapa ... kamu bisa ada di sana? Bukankah ... kamu seharusnya sudah pulang sejak tadi?" tanya Nadisa dengan suara sengaunya. Hidungnya memerah, akibat dari tangisannya. Matanya pun terlihat sedikit membengkak."Mau minum dulu sebelum kita mengobrol lagi hari ini?" tanya Narendra dengan tenang. Tangannya menjulurkan satu gelas kertas berisikan teh hangat.Tangan berkulit putih milih sang gadis Sanjaya tampak bergetar tatkala menerima teh yang diberikan Narendra. Kemudian menyesapnya pelan. Melegakan dahaga di tenggorokannya yang perih karena menangis kencang.Narendra kemudian membuang pandangannya ke depan, memusatkan atensinya pada Sungai Hanja."Hari ini banyak yang terjadi ya, Nadisa." Narendra berkata pelan. "Terkadang, kalau kita sedang merasa bahagia, kesedihan justru akan datang tanpa bisa kita cega

  • Kehidupan Kedua   75. Lari

    Malam kian larut tatkala kedua kaki jenjang Nadisa melangkah, lebih tepatnya berlari, menjauhi kediaman mewahnya. Air mata kembali berlinang di wajahnya yang cantik jelita. Pun ia terisak pelan. Mengingat bagaimana ucapan tajam sang Mama beserta tamparan yang ia dapatkan di pipi putihnya.Di tengah pelariannya itu, gerimis mulai turun membasahi bumi. Entahlah. Mungkin semesta ingin agar air mata Nadisa tidak dapat dilihat oleh manusia lainnya. Agar hanya Nadisa yang tahu bahwa hatinya kini terasa sangat perih. Karena tindakan sang Mama yang begitu menyakiti.Padahal, Nadisa Tirta Sanjaya hanya ingin menghindari takdir buruknya.Ia hanya tidak ingin terjebak dengan Jevano Putra Hartono untuk kali kedua. Ia tidak ingin menjatuhkan hatinya lagi pada lelaki brengsek seperti Jevano. Ia tidak ingin ... mati sia-sia hanya karena menjadi korban dari hubungan rahasia Jevano dan Karenia.Nadisa hanya ingin bahagia, dengan keluarga juga orang-orang yang dikasihinya. Mama Ayu. Kak Jeffrey. Juga Na

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status