Share

7. Tangisan Mama

Nadisa masih menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Sementara itu, Jeffrey melirik pada arloji di tangan kirinya. Sudah pukul delapan, ternyata. Sudah waktunya Jeffrey pergi ke kantor Sanjaya.

"Ma, boleh Jeffrey pergi ke kantor? Ada beberapa urusan yang harus Jeffrey selesaikan," kata Jeffrey pelan. Ia sebenarnya masih khawatir pada keadaan mamanya, tapi ia tidak bisa berdiam diri di rumah terlalu lama.

"Tentu saja boleh, Jeff." Mama Ayu menjawab lemah.

Mendengar hal itu, Nadisa pun turut buka suara.

"Aa, Disa juga izin ke kantor, Ma. Ada dokumen yang harus Disa bahas dengan para staf."

Tentu saja itu bohong. Nadisa bahkan tidak ingat pekerjaan apa yang sedang ia garap di kantor saat ini. Nadisa hanya … tidak mau terpuruk seperti di kehidupan sebelumnya. Bagaimana pun juga, sang Papa tidak layak ditangisi terlalu lama. Lagi pula, Nadisa harus menjadi lebih kuat dan menyiapkan rencana untuk menangani semua masalah yang akan dihadapinya!

Mama Ayu menganggukkan kepala, tersenyum lemah pada kedua anaknya.

"Bukankah sebaiknya kamu tetap di rumah, Disa? Kamu bisa menenangkan dirimu sekaligus menjaga Mama. Biar Kakak saja yang ke kantor," sanggah Jeffrey.

"Tapi–"

"Mama 'kan sudah bilang, Mama nggak apa-apa, Jeffrey. Disa dan kamu boleh ke kantor sekarang. Pekerjaan kalian jauh lebih penting. Mama akan baik-baik saja di rumah."

Penjelasan Mama Ayu disambut oleh helaan napas dari Jeffrey. Kalau Mama Ayu sudah bersikeras seperti ini, maka Jeffrey akan kesulitan mengubah keputusan Beliau. Lagi pula, mungkin Mama Ayu memang membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.

"Ya sudah kalau begitu. Tapi, Disa ikut dengan Kakak saja ya? Kita ke kantor bersama. Kakak khawatir kalau Disa pergi sendirian seperti biasanya," tawar Jeffrey.

Nadisa menimbang-nimbang dalam hatinya. Apakah baik jika menerima tawaran sang Kakak? Selama ini, Nadisa cenderung menciptakan jarak dengan Jeffrey. Semua itu semata-mata karena Nadisa merasa iri atas status Jeffrey sebagai putra sulung keluarga ini. Rasanya seperti … Nadisa berada di posisi yang lebih lemah dibanding Jeffrey, terlebih dalam kekuasaan di keluarga Sanjaya. Juga dalam hal perhatian orang tuanya, yang lebih memanjakan Jeffrey dan menekan Nadisa.

Akan tetapi, sepertinya tidak ada ruginya jika Nadisa pergi bersamanya?

Lagi pula, di kehidupan sebelumnya, Nadisa sudah berdamai atas kekesalannya dengan Jeffrey. Jeffrey juga terlihat peduli pada Nadisa. Hal yang selalu luput dari perhatian Nadisa, karena terlalu tenggelam dalam kebenciannya.

"Iya, Disa bareng Kakak."

Jeffrey sempat terkejut karena mendengar persetujuan sang Adik. Akan tetapi, ia segera tersenyum hingga kedua lesung di pipinya terlihat.

"Kalau begitu, Kakak bersiap dulu." Jeffrey berkata sembari berjalan menuju kamarnya, tentunya setelah mencium tangan mamanya. Juga mengacak lembut rambut hitam milik Nadisa.

Nadisa langsung menenggak jus jeruknya hingga habis. "Ma, Disa juga mandi dulu ya!" Nadisa pun berlari meninggalkan meja makannya.

Menyisakan sang Mama seorang diri di sana.

***

BRUGH!

Nadisa menutup pintu mobil mewah milik Jeffrey. Kini, ia sudah duduk di kursi samping pengemudi. Dengan blus dan rok serba hitam, simbol bahwa ia masih dalam keadaan berduka.

"Sudah?" tanya Jeffrey, yang saat ini mengenakan setelan jas dan celana hitamnya.

"Iya." Nadisa berkata santai. Akan tetapi, tiba-tiba Nadisa membulatkan mata. "Eh, telepon genggam Disa ketinggalan di kamar! Tunggu sebentar!"

Jeffrey hanya bisa terkekeh kecil karena tingkah adiknya.

Gadis itu langsung berlari keluar dari mobil Jeffrey. Memasuki kediaman Sanjaya kembali. Di sela langkahnya yang tergesa, Nadisa dapat mendengar suara isakan yang samar.

"Hiks… Hiks…"

Nadisa kontan memperlambat langkahnya. Suara tangisan itu … sepertinya berasal dari kamar orang tuanya. Nadisa perlahan mendekati kamar tersebut. Lalu melihat ke dalam kamar melalui cela pintu yang memang tidak tertutup sempurna.

Dari tempatnya berdiri, Nadisa dapat melihat sang Mama yang sedang menangis sedih. Entah karena kepergian Papa yang kelewat mendadak. Atau justru karena sakit hatinya, lantaran orang yang dicintainya telah berani berkhianat.

Mama … terlihat begitu menderita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status