Aisyah bangun dari tidurnya, mentari pagi ramah menyapanya melewati ventilasi jendela. Ia beringsut turun dari ranjangnya memakai sandal rumahan. Kamar yang di tidurinya terlalu bagus buatnya. Tidak seperti tempat tidur waktu di kampung. Tapi, kasih sayang Mirna membuatnya selalu nyaman di rumah. Jika mengingat ibunya, hati Aisyah kembali sedih.
Ia menatap wajahnya di cermin, kejadian kemarin masih serasa mimpi baginya. Ia menampar pipinya sendiri, wajahnya terlihat meringis kesakitan. Benar, sekarang dia di rumah Tante Gabby. Seorang wanita yang baru di kenalnya tadi malam. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia membukakan pintu, rupanya Tante Gabby yang datang.
"Tante hanya ingin bilang, kalau sudah selesai mandi turunlah ke bawah untuk sarapan," kata Tante Gabby.
"Baik, Tante," sahut Aisyah.
"Ya sudah Tante turun dulu," pamit Tante Gabby.
Aisyah menganggukkan kepalanya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tidak membutuhkan waktu lama ia mandi, karena Aisyah merasa tidak enak jika Tante Gabby menunggu terlalu lama di bawah. Aisyah mengganti pakaiannya semalam lalu menyisir rambutnya. Ia terdiam sebentar, di pinggir dadanya masih ada tanda merah bekas lelaki yang telah memperkosanya. Nafasnya mendesah berat, ia mengutuk lelaki itu dalam hatinya. Bahkan mendoakan yang terburuk sampai hatinya merasa lega.
Di meja makan sudah menunggu beberapa wanita cantik berpakaian agak seksi menurut Aisyah. Mereka hanya memakai tanktop dan bawahan hotpants. Mungkin karena ini adalah kosan wanita, jadi mereka berpenampilan seenaknya, pikir Aisyah.
"Perkenalkan, dia anak baru namanya Aisyah," kata Tante Gabby membuka pembicaraan.
"Hai, namaku Aisyah," kata Aisyah mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Mereka menjabat tangan Aisyah, namun tatapannya tidak terlalu ramah. Aisyah menjadi merasa tidak enak. Seperti ada api permusuhan yang menyala di bila mata mereka.
"Ya sudah, kamu duduk dulu dan makanlah," ucap Tante Gabby.
"Terima kasih, Tante," kata Aisyah menggeser kursinya untuk di duduki.
Aisyah menikmati makanan yang tersaji di depannya. Ia tidak berani makan banyak karena memang sebenarnya tidak begitu berselera makan.
"Makan aja, jangan sok. Di lihat dari penampilanmu sepertinya kamu dari kampung," seloroh wanita yang duduk di depannya.
Hampir saja Aisyah tersedak mendengar perkataan wanita itu. Buru-buru ia mengambil air minum untuk mengatasi keterkejutannya. Tante Gabby terlihat berkedip memberi isyarat pada wanita yang berkomentar tadi.
"Tidak apa-apa kok, Tante. Memang saya dari kampung, kebetulan saya nyari kerja di kota," ucap Aisyah polos.
"Oh, nyari kerja? Kebetulan sekali, Tante juga lagi butuh wanita muda sepertimu untuk membantu Tante," kata Tante Gabby.
"Benarkah? Apa boleh Tante?" tanya Aisyah lagi.
"Tentu saja boleh, malahan Tante yang makasih banyak kalau kamu mau kerja sama Tante," ucap Gabby.
"Baiklah, kira-kira kerja apa, Tante?" tanya Aisyah. Beberapa wanita di depan Aisyah saling berpandangan satu sama lain lalu mereka tersenyum misterius.
"Nanti akan Tante kasih tahu, mendingan kamu selesaikan dulu makanmu. Nanti ke ruangan, Tante," terang Tante Gabby.
"Baik, Tante," kata Aisyah menurut.
Mereka saling lirik melihat gelagat Aisyah lalu dengan sikap cuek melanjutkan makannya. Aisyah bangkit dari tempat duduknya mengikuti langkah Tante Gabby menuju ruangannya.
Ia melihat ke sekeliling, ruangan itu berbeda dengan ruangan lainnya. Entah kenapa hati Aisyah tidak tenang berdiri di ruangan itu.
"Jadi, begini Aisyah. Tante ingin kamu menemui seseorang, dia yang meminta Tante mencarikan seorang gadis untuk bekerja di tempatnya. Nanti sekitar jam sembilan dia akan datang ke hotel Diamond di kamar nomor sembilan," kata Tante Gabby.
"Tapi, kenapa harus menemuinya di hotel Tante? Kenapa tidak di tempat yang bersifat umum?" tanya Aisyah.
"Dia ada janji dengan kliennya di hotel itu, jadi tidak sopan rasanya jika aku meminta seorang bos besar menemui calon karyawannya," terang Tante Gabby.
"Oh, begitu. Tapi, saya tidak sendiri kan datang ke sana?" tanya Aisyah ragu.
"Aku akan mengantarmu, dan ini adalah baju yang akan kau kenakan untuk menemuinya. Aku tidak ingin dia melihatmu seorang wanita yang polos datang dari kampung," ucap Tante Gabby.
"Baik, Tante. Kalau ada Tante yang menemani, saya jadi tenang," kata Aisyah.
Tante Gabby tersenyum, tetapi senyumnya kali ini berbeda. Ia terlihat lebih bahagia dari sebelumnya.
"Ya, sudah sekarang bersiap-siaplah, dan pakai make up. Bekerja di kota, seorang wanita harus pintar dandan," ucap Tante Gabby.
"Kalau begitu saya kembali ke kamar, Tante," pamit Aisyah. Tante Gabby lalu menelepon seseorang setelah Aisyah keluar dari ruangannya.
"Sebentar lagi kami akan datang," kata Tante Gabby.
"Bagus, aku akan menunggu," jawab lelaki di seberang sana. Ia memang menginginkan gadis muda yang belum pernah terjamah oleh pria mana pun. Dan untuk hal ini ia harus membayar mahal. Soal harga ia tidak mempermasalahkannya, karena ia akan menjadikan gadis itu budak pemuas nafsunya hingga bosan.
Aisyah membentangkan baju yang di berikan oleh Tante Gabby. Alangkah terkejutnya ia, baginya baju itu terlalu seksi di pakai. Ia sedikit ragu mengenakannya, tapi jika tidak di pakai ia juga takut Tante Gabby marah karena menolak pemberiannya. Akhirnya Aisyah ada ide, tetap memakai baju itu namun ia memakai jaket untuk menutupi lekuk bentuk tubuhnya.
Ia memoleskan sedikit lipstik yang berwarna senada dengan bibirnya. Sebagai seorang gadis muda, ia memang tidak suka berdandan menor.
Aisyah keluar dari kamarnya, rupanya Tante Gabby telah menunggunya di luar. Sekilas ia melihat penampilan Aisyah, kaget sebenarnya melihat gadis itu menutupi dressnya dengan jaket sweaternya. Tapi, Tante Gabby mengurungkan niatnya untuk menegur Aisyah. Ia tidak ingin rencananya kacau gara-gara dirinya yang gegabah.
"Ayo, kita berangkat sekarang," ajak Tante Gabby. Aisyah masuk ke dalam mobil bersama Tante Gabby. Ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya. Tapi, ia juga tidak tahu itu apa.
Mobil berhenti tepat di sebuah hotel mewah. Tante Gabby mengajak Aisyah masuk ke dalam. Sebagai seorang gadis desa baru kali ini Aisyah memasuki sebuah hotel mewah. Matanya terkagum-kagum melihat desain interior hotel. Banyak benda-benda pajangan yang menarik perhatiannya. Hampir saja ia tertabrak pintu kaca, karena ia tidak tahu jika depannya adalah kaca karena saking bersihnya kaca itu hingga menembus pemandangan di luar seperti tidak ada pembatas sama sekali.
Di dalam lift, ia terkagum-kagum lagi. Ia merasa seakan keluar dari pintu Doraemon yang dapat menghubungkan dengan tempat lainnya.
"Ini kamar nomor sembilan, kamu masuklah," kata Tante Gabby.
"Tante tidak masuk?" tanya Aisyah.
"Nanti, Tante masuk. Tante masih ada sedikit keperluan sebentar," ucap Tante Gabby. Sebelumnya ia mengetuk pintu kamar itu, lalu setelah terbuka ia menyuruh Aisyah masuk. Dengan dorongan lembut, akhirnya Tante Gabby berhasil membuat Aisyah masuk ke dalam ruangannya.
Seorang pria muda terlihat gagah melihat pemandangan ke arah luar jendela. Ia memasukkan salah satu tangannya ke dalam sakunya dan satunya lagi masih menggenggam ponsel.
---Bersambung---
Aisyah sedikit ragu berada di dalam ruangan bersama pria asing. Lelaki itu memutar tubuhnya melihat ke arah Aisyah. Gadis cantik berpakaian seksi dengan jaket yang membalut tubuhnya. Rok ketatnya yang berukuran di atas betis menunjukkan kemulusan pahanya. Aisyah menjadi salah tingkah saat Ariel memandanginya dari atas hingga ke bawah. Tatapan Ariel seakan menelanjanginya bulat-bulat.Aisyah langsung menjadi salah tingkah, ia buru-buru menutupi pahanya dengan tas yang di bawanya. Ariel tahu jika gadis yang berdiri di depannya bukanlah gadis yang berpengalaman dalam hal itu. Ia benar-benar tidak mengenali Aisyah. Perubahan penampilan Aisyah membuatnya terpana."Maaf, kata Tante Gabby Anda membutuhkan karyawan untuk bekerja di perusahaan Anda," ucap Aisyah mencoba memberanikan diri. Ia menggigit bibir bawahnya.Ariel tertawa, lelucon apa yang di buat Tante Gabby agar gadis lugu seperti Aisyah mengira dirinya akan memberinya pekerjaan."Kena
Ariel merasa seperti orang bodoh, seharusnya di hotel itu dia langsung meniduri Aisyah. Bukankah ia sudah membelinya dari Tante Gabby. Kenapa ia malahan berbasa-basi menyuruhnya bekerja sebagai make up artisnya."Terima kasih, Tuan. Hari ini di belikan banyak sekali baju-baju yang bagus buat saya," kata Aisyah membuyarkan lamunan Ariel."Hemm," jawab Ariel singkat.Mendengar jawaban Ariel yang begitu singkat membuat Aisyah menutup mulutnya lagi. Ia takut jika salah bicara dan menyinggung hati bos barunya."Ini mau kemana lagi?" tanya Aisyah."Bisa tidak kamu diam dan tidak banyak bicara," jawab Ariel dingin."Oh, maaf," kata Aisyah. Gadis itu merasa dirinya terlalu berani bertanya terus pada bosnya. Tangannya mencengkeram kuat rok yang di pakainya.Lalu lintas kota hari ini sangat macet sekali. Banyak mobil dan kendaraan besar memenuhi jalanan kota. Aisyah teringat pada Marini sahabatnya. Ia takut Marini mengkhawatirkannya. Aisyah men
"Aah, sudah ku katakan kalau urusan itu tidak bisa ya tidak bisa!" Ariel langsung mematikan ponselnya.Di tempat lain Marini kesal dengan sikap Ariel. Dari dulu ia sudah tahu jika Ariel pria brengsek, tapi ia tidak tahu jika Ariel memang pria super brengsek yang ia temui. Harus kemana ia mencari Aisyah di kota seluas Jakarta. Ia takut jika terjadi apa-apa pada Aisyah.Bunyi ponsel Marini berdering lagi, ia mengangkat telepon itu dengan malas."Ya, ada apa lagi?" tanya Marini ketus."Nak, Marini. Ini Budhe Mirna," kata penelepon di sana."Eh, iya. Maaf, Budhe saya kira temanku," kata Marini tergagap setelah mengetahui ternyata yang menelepon adalah Bu Mirna."Tidak apa-apa, sepertinya lagi kesal ya?" tanya Bu Mirna."He ... he ... he, sedikit Budhe," jawab Marini yang terlanjur malu akan sikap ketusnya."Cuma ingin menanyakan kabar Aisyah. Budhe sudah telepon tapi tidak di angkat, jadi Budhe ingin menanyakannya sama
"Aaah!" Keduanya berada pada titik klimaks hingga milik Ariel terasa terjepit di dalam. Ia lalu menarik miliknya. Dan pada saat berdiri milik Ariel juga masih menegang. Marini bangkit dari berbaringnya, ia langsung menabrakkan milik Ariel agar masuk ke dalam intinya. "Aah, kau sangat serakah Marini," desah Ariel. "Tentu saja, aku tidak suka melewatkan kesempatan emas ini," kata Marini tersenyum puas. ** Aisyah bersiap untuk ke lokasi syuting, seperti yang di katakan oleh Ariel syuting nya kali ini berada di puncak pegunungan. Aisyah sudah membawa beberapa baju tebal untuk mengatasi rasa dinginnya. Meskipun Aisyah berasal dari desa namun ia cukup cekatan mengerjakan pekerjaannya. "Hei, cantik. Kamu siapa?" sapa seorang laki-laki yang tengah duduk tak jauh dari dirinya. Aisyah merasa tidak asing melihat pria yang menyapanya, tapi ia lupa pernah melihatnya dimana. "Perkenalkan, namaku Zidan aku adalah pemeran antagonis lawan main Ariel," kata pria itu sopan. Waktu Aisyah hampir m
Acara syuting telah selesai, seperti biasa Aisyah bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu ia merapikan rambut lurusnya dengan sisir lalu mengikatnya agak tinggi. Kemudian ia memoleskan lipstik yang berwarna senada dengan bibirnya agar kelihatan lebih segar.“Cantik,” puji pria yang kebetulan lewat di depan Aisyah. Dia adalah lawan main Ariel.Zidan tidak bosan-bosannya mengamati wajah Aisyah.“Kok gak di jawab, kamu tidak suka aku puji?” tanya Zidan.Aisyah melirik ke arah Zidan kemudian ia menunduk lagi mengambil tasnya yang tergeletak di kursi.“Maaf, permisi saya mau lewat,” kata Aisyah. Karena jalan pintu keluar terhadang oleh Zidan.“Oh, maaf. Bagaimana kalau ku antar pulang?” tawar Zidan.Aisyah menggeleng, ia menunjuk ke arah sebuah mobil yang sudah menunggunya di tepi jalan.“Baiklah, lain kali saja kalau begitu,” kata Devan kemudian.Ia merasa sial, Ariel se
Untuk mengobati rasa penasarannya, Ariel memberanikan diri melumat bibir Aisyah ketika masih tertidur. Sialnya, ia ketagihan. Gadis itu malah membuka mulutnya sehingga Ariel bertambah liar mencium Aisyah. Mendengar suara desahan Aisyah, Ariel buru-buru melepaskan ciumannya. Ia berusaha untuk mengontrol dirinya dengan naik ke atas ranjangnya sendiri. Tanpa sadar ia mengusap bibirnya, baru kali ini Ariel mencuri ciuman seorang gadis di kala tidur. Sungguh sangat memalukan sekali baginya. ** "Mau sampai kapan kau tidur?" Suara itu berhasil membangunkan Aisyah dari tidurnya. Matanya mengerjap berulang kali melihat sosok tinggi tegap berdiri di depannya. Aisyah langsung buru-baru bangun sambil mengucek matanya yang masih mengantuk. Perlahan otaknya berputar seperti kaset. Ia baru sadar jika hari ini Ariel ada syuting pagi. Langsung saja ia berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi dengan muka bantalnya. Ariel hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Aisyah yang lucu. Ia mel
"Dimana lokasi syutingmu, apa aku bisa kesana sekarang?" tanya Marini. Sudah lama ia tidak bertemu Ariel. Kesibukan Ariel dan pekerjaan mereka yang berbeda tempat membuat mereka berpisah. "Tidak usah, nanti kalau syutingnya sudah selesai aku yang akan menemuimu," jawab Ariel. "Kapan itu?" tanya Marini "Mungkin seminggu lagi." "Seminggu lagi? Aku tidak tahan kalau selama itu," jawab Marini. "Di sini lokasinya sulit, lebih baik kau menungguku di Jakarta," kata Ariel. "Kau tidak sedang mengusirku, kan?" selidik Marini. "Mengapa kau berpikiran begitu?" tanya Ariel. "Ya, aneh saja karena kau bisa betah selama itu tidak bertemu denganku," keluh Marini. "Sudahlah, jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku akan kembali syuting," tutup Ariel. Marini tidak percaya dengan perkataan Ariel. Selepas kerja ia akan mencari informasi dimana kekasihnya itu syuting. Dulu jika Marini menyusul ke tempat kerjanya ia sangat senang sekali. Karena setelah lelah bekerja mereka bisa saling memuaskan ha
Ariel berhenti di depan kamar hotelnya, ia terperanjat kaget manakala melihat Marini tengah berjalan menuju hotelnya. Bagaimana bisa kebetulan seperti ini?Entah mengapa ia seperti ketahuan selingkuh padahal Aisyah hanyalah karyawannya. Marini yang mengenakan pakaian super seksi melangkah menuju ke arahnya. Ariel berusaha menyembunyikan wajahnya lalu menarik tangan Aisyah agar segera masuk ke dalam kamar. Ia lalu langsung mengunci rapat. Bak seperti melihat setan, wajah Ariel berubah pucat."Ada apa bos?""Kenapa wajah Anda pucat?""Apa Anda sakit?"Pertanyaan secara beruntun di ungkapkan Aisyah. Ia melihat wajah Ariel seperti ketakutan karena melihat sesuatu."Tidak apa-apa," kata Ariel. Ia berjalan mondar-mandir seperti tidak tenang. Di tambah lagi ponselnya berdering, membuat jantungnya seakan mau melompat keluar. Ia yakin pasti itu Marini yang sedang meneleponnya.Kecurigaannya salah, ternyata y