Share

Pria Brengsek

Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.

“PLAAK!”

Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini.

"Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel.

"Itu pantas buatmu karena telah menodai temanku!" jawab Marini ketus.

"Bukan aku yang salah, dia sendiri yang tidur di kamarmu! Aku pikir dia adalah dirimu, dan kondisiku sedang mabuk jadi aku tidak bisa membedakan itu kamu atau bukan. Jadi, kau tidak bisa seenaknya menyalahkanku!" bantah Ariel. Ia membela diri jika itu bukan semata-mata kesalahannya.

"Tapi, jangan Aisyah. Dia gadis polos yang datang dari desa. Kau boleh berulang kali tidur denganku, tidak Aisyah. Dia berbeda!" sentak Marini.

Wanita itu terduduk di sofa, ia menangis dadanya terasa sesak menghadapi kenyataan jika Ariel yang telah merenggut kehormatan sahabatnya.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Ariel.

"Nikahi dia," pinta Marini.

"Aku tidak mau. Karirku bisa hancur jika aku menikahi gadis desa yang tidak jelas asal usulnya," tolak Ariel.

"Kau ... kau memang brengsek!" umpat Marini. 

"Dari dulu kau sudah tahu jika aku brengsek, kenapa masih mau denganku," ucap Ariel.

"Karena kita sama-sama brengsek, tapi Aisyah tidak. Dia tidak pantas menerima ini," kata Marini. Ia mengusap air matanya sendiri. 

"Jika kau memaksaku untuk bertanggung jawab, itu sama saja menghancurkan karirku. Dan, aku tidak mau itu terjadi," jawab Ariel.

"Lalu, bagaimana jika Aisyah hamil, apa kau akan membuang anakmu sendiri?" tanya Marini.

"Tidak mungkin dia hamil begitu mudah, aku hanya melakukannya satu kali saja," kilah Ariel.

"Terserah, aku harap jika dia kelak hamil kau tidak lari dari tanggung jawab!" peringat Marini.

"Apa kau ke sini memang berniat untuk menghakimiku, kenapa kita tidak bersenang-senang, sayang," rangkul Ariel.

Marini mengedikkan bahunya. "Aku lagi kurang berselera hari ini. Kau tahu kenapa? Itu karena ulahmu," kata Marini.

"Ya, ya ... maafkan aku, sayang. Aku tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini," kata Ariel. Lelaki itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang seksi Marini. Wanita itu melepaskan kedua tangan Ariel dengan paksa.

"Aku harus pergi, kasihan Aisyah jika ku tinggal lama-lama. Ia masih trauma," kata Marini. 

DEG! 

Hati Ariel merasakan getaran aneh saat Marini mengatakan jika gadis yang di nodainya mengalami trauma. Biasanya para gadis yang pernah di tidurinya malah senang bisa berkencan dengannya. Tapi lain halnya dengan teman Marini. Seolah menganggap Ariel adalah sosok najis.

Marini keluar dari apartemen Ariel. Ia harus membeli obat-obatan dan makanan untuk Aisyah. Meskipun Marini bukanlah gadis baik-baik tapi terhadap Aisyah ia sangat menyayanginya. Dulu ketika di sekolah, Marini sangat iri melihat kecantikan Aisyah. Banyak teman sebayanya yang jatuh hati pada Aisyah. Sayangnya, Aisyah tidak mempedulikan soal laki-laki. Ia adalah anak penurut yang tujuannya hanya belajar di sekolah untuk meraih prestasi. Terbukti Aisyah sering mendapatkan peringkat pertama dan juara ketika perlombaan mewakili sekolah.

Lamunan Marini buyar ketika seorang kasir menyapanya. Ia langsung mengeluarkan beberapa uang lembaran untuk membayar belanjaannya. 

Sesampainya di rumah Marini mengendap-endap masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Aisyah. Matanya menyebar melihat ke segala arah, tidak ada yang terbaring di sana. Marini kaget, ia melihat sepucuk surat di atas tempat tidur Marini.

"Marini, maafkan aku karena pergi dengan cara seperti ini. Tapi, aku tidak mungkin tinggal di rumah yang mengingatkan aku akan kejadian itu. Aku tidak bisa. Tidak usah mencariku, aku masih punya sedikit uang untuk mencari kosan," isi surat itu.

Marini terduduk lemas, kresek yang berisi obat-obatan yang ia pegang bergulir jatuh ke lantai. Ia tidak tahu harus bagaimana, dalam kondisi selemah itu, bagaimana Aisyah akan mencari kosan. Marini segera bangkit dari duduknya, ia mencari-cari sesuatu di dalam tas kecilnya. Satu-satunya hal yang di pikirkannya saat ini adalah menelepon gadis itu.

"Aah, ayolah Aisyah angkat. Kenapa kau tidak mau mengangkat teleponku," kata Marini cemas. Ia takut jika Aisyah bertemu dengan orang jahat dan memanfaatkannya. Apa yang harus ia katakan pada bibi Mirna mengenai putrinya? 

Di dalam taksi Aisyah tidak berhenti menangis, lagi-lagi ia membawa tas yang berisi pakaiannya. Ia memang tidak mau tinggal di kontrakan Marini. Melihat kamar itu saja, hatinya terasa perih. Semua kejadian buruk yang menimpanya seakan terlihat jelas di depan matanya. Bagaimana ia bisa bertahan tinggal di sana? Aisyah memang tidak tahu ia harus kemana. Yang di pikirkannya  hanya satu yaitu menjauh dari semuanya. 

Aisyah juga malu pada Marini. Ia ingin memulai lembaran baru dimana tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Mengenal masa lalunya yang pahit. 

"Pak, apa bapak tahu di mana letak kosan yang murah?" tanya Aisyah. 

Sopir itu tersenyum misterius. Melihat wajah Aisyah yang cantik alami terlintas ide di benaknya. 

"Iya, saya tahu. Kebetulan teman saya punya kosan khusus wanita," kata sopir.

"Kebetulan sekali, tapi harganya bagaimana, Pak?" tanya Aisyah. Ia juga harus menyesuaikan uang yang di milikinya.

"Murah kok, Non. Bisa di nego," jawab  sopirnya.

"Syukurlah," kata Aisyah bernafas lega. 

"Tolong antar sekarang ya, Pak," pinta Aisyah.

"Siap, Non," jawab sopirnya.

Mobil taksi itu berhenti di sebuah rumah yang cukup besar untuk ukuran kosan. Aisyah sempat tidak percaya jika rumah di depannya adalah kos-kosan.

"Benar ini rumahnya? Kok tidak seperti kos-kosan?" tanya Aisyah.

"Kos-kosan di Jakarta memang seperti ini, Non. Rumahnya besar-besar," kata  sopir. 

"Non, tunggu di sini dulu, biar saya temui teman saya. Barangkali bisa saya nego," kata sopirnya.

"Baik, Pak. Terima kasih sebelumnya," jawab Aisyah.

"Sama-sama, Non." 

Sopir itu masuk ke dalam rumah itu. Di dalam ia tampak berbicara empat mata pada pemilik rumahnya. Mereka saling berjabat tangan, tak lama kemudian sopir itu keluar untuk menemui Aisyah.

"Sudah beres, Non. Sekarang masuklah, pemilik kosan mengatakan masih ada satu kamar lagi yang kosong. Harganya juga murah, jadi Non tidak perlu khawatir," ucap sopirnya.

"Sekali lagi terima kasih, Pak. Saya akan masuk ke dalam sana," kata Aisyah.

Aisyah mengeluarkan tas pakaiannya dari dalam mobil. Ia mulai memasuki pagar rumah yang sudah terbuka itu. Seorang wanita paruh baya berdandan cukup menor menyambut hangat kedatangan Aisyah.

"Kamu pasti gadis yang di bilang Pak Maman tadi."

"Perkenalkan, namaku Gabby. Panggil saja Tante Gabby," jelas wanita paruh baya itu.

"Saya Aisyah, Tante," kata Aisyah. Ia mengulurkan tangannya pada Tante Gabby.

"Oh, ya Aisyah aku tunjukkan kamarmu. Hari sudah sangat malam, kamu pasti sangat lelah,” kata Tante Gabby.

---Bersambung---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status