Share

EPISODE 6

Adero sempat terpaku setelah wanita yang ia tabrak berlalu pergi. Ia menggelengkan kepala, mencoba untuk berpikir jernih karena wanita yang menabraknya bukanlah Helena Dwight. Ia membereskan pakaiannya, lalu berjalan menuju ke pintu restoran.

Tangan kanannya mendorong pintu dan ia pun masuk. Menengok ke arah kanan kiri, ia bisa menemukan di mana wanita bermata biru itu duduk. Ia mencoba mengabaikan, tetapi entah mengapa ia merasa bahwa wanita itu memperhatikannya.

Adero mengangkat bahu lalu mendekati kursi yang tampak kosong. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dengan membawakan buku menu.

Adero membuka buku menu, baginya menu di restoran ini cukup biasa saja, sehingga ia bahkan tidak tahu harus memesan apa. Sepertinya, ia sudah sering memakan jenis makanan yang ditawarkan restoran yang ia datangi ini. Akan tetapi, ia tetap harus memesan makanan karena perutnya sudah lapar.

“Aku pesan salmó marinat amb anet, suquet de rap amb patates, helado de mango, dan agua sin gas o vichy. Sudah itu saja,” kata Adero sambil mengembalikan buku menu.

Pelayan itu sudah menulis pesanan Adero, ia lalu menundukkan kepalanya. “Pesanannya akan diantar secepatnya,” ujar pelayan lalu pergi.

Adero mengamati seluruh bagian restoran, lumayan bagus untuk dijadikan tempat makan bersama kekasih atau keluarga. Ia juga berharap makanan di restoran ini akan sedap, agar ia tidak perlu mencari restoran jauh-jauh saat makan siang di perusahaan.

Adero menoleh saat tanpa sengaja ada keributan kecil yang terjadi. Wanita yang masih belum ia tahu namanya tidak sengaja tertabrak oleh pelayan yang membawa minuman untuk diberikan kepada pelanggan. Dari tempatnya duduk, ia bisa mengamati raut kesal wanita itu, ia mengangkat bahu lalu melihat wanita itu berbicara kepada dua temannya lalu pergi.

Adero mengeluarkan dompetnya, ia menaruh sejumlah uang yang ia yakini sesuai dengan pesanannya tadi. Ia lalu mengejar wanita yang baru saja keluar restoran. Ia mencari keberadaan wanita yang ternyata sedang memainkan ponselnya.

Adero berjalan dengan pelan ke arah wanita itu, ia sedikit menelisik raut wajah wanita itu ketika menerima pesan dari seseorang. Ia lalu menyenggol bahu wanita itu sambil tersenyum.

“Ada yang bisa saya bantu?”

Pertanyaan itu tidak penting bagi Adero, karena sekarang fokusnya pada raut yang tampak tercengang itu. Ia menatap mata biru itu cukup lekat, sebelum mengalihkan pandangan ke arah jalanan.

“Kamu ingin pergi. Kebetulan, kursi mobilku terasa dingin, apakah aku bisa mengantarmu?”

Bukannya menjawab, wanita itu malah tampak sangat terkejut. Adero menikmati setiap gerik yang ditampilkan oleh wanita yang kini ada di depan matanya. Ia juga memandang begitu dalam ke mata biru yang kini menatapnya terang-terangan.

“Namaku Carlson, jika kamu ingin tahu.”

“Ah, ya. Tapi aku sudah memesan taksi, sebentar lagi akan datang.”

Adero sedikit kecewa, tetapi ia bukan pria yang suka memaksa. Jadi, ia hanya mengangguk mantap. “Baik, kalau begitu. Padahal aku membawa jaket untuk menutupi noda di bajumu.”

Adero bukan pria yang munafik, sungguh ia berharap wanita itu akan memanggil namanya saat ia berjalan mendekati mobilnya. Persetan dengan rasa lapar, wanita yang bahkan baru ia temui itu membuatnya sangat penasaran. Ia bukan Helena, tetapi wanita itu begitu mirip, meski sedikit.

“Tuan Carlson.

Adero menghentikan langkah, ia memutar tubuh dan menatap ke arah wanita yang tadi baru saja menolak ajakannya. Ia menatap wanita itu dengan tatapan meminta kalimat yang menggantung itu diteruskan.

“Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan hari ini adalah keputusan yang tepat. Tapi, aku akan menerima ajakanmu untuk mengantar aku pulang.”

Adero bisa saja menampakkan wajah penuh bahagia atau semacamnya. Namun, ia hanya mengangguk dan membukakan pintu mobil. Setelah wanita itu duduk di kursi penumpang depan, ia mengambil jaket yang entah sejak kapan ada di kursi penumpang belakang. Mencium aroma jaket itu masih wangi, ia memberikan jaket itu pada sang wanita.

“Pakai jaket itu, jangan sampai noda itu menempel di kursi mobilku.”

Adero menikmati setiap reaksi yang diberikan sang wanita. Ia menutup pintu mobil lalu berputar untuk masuk ke dalam mobil. Ia memarkirkan mobilnya dengan baik sehingga ia bisa melajukan mobilnya ke jalanan.

“Siapa namamu dan di mana rumahmu?”

Adero bukan pria yang suka basa-basi, jadi ia langsung bertanya informasi yang dibutuhkan agar tak terlalu memakan waktu yang lama.

“Namaku Nevilla dan aku tinggal di Mardid Rent Flat.”

Adero mengangguk, ia cukup mengenal tempat tinggal yang nyaman untuk ditinggali sendiri itu. Sehingga, ia pun segera melajukan mobilnya ke tempat yang dituju.

Sepanjang perjalanan Adero begitu fokus, tanpa ia tahu bahwa Nevilla diam-diam sering meliriknya. Wanita itu mengagumi setiap detail dari wajahnya. Sesekali meneguk air liur, berusaha menghilangkan segala pikiran buruk saat menatap rahang tegas dan leher Adero.

Nevilla memilih untuk melihat pemandangan dari kaca mobil yang hitam, baru kali ini ia bisa duduk di mobil yang menurutnya sangat mewah ini. Ia tidak menampik, saat Adero datang menghampirinya sambil mengatakan bahwa kursinya dingin, ia akan dengan senang hati menghangatkannya.

Nevilla menggelengkan kepala, tanpa tahu bahwa Adero melihatnya.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Adero yang merasa heran dengan tingkah Nevilla.

Nevilla menoleh dan menangguk. “Ya, aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?”

Adero menggeleng, ia membelokkan mobilnya dan mereka pun sampai di tempat tujuan. Nevilla langsung turun dan menatap flat yang sudah lama ia tinggal itu sambil berharap ia bisa mencari tempat tinggal yang jauh lebih bagus.

Nevilla menatap Adero yang sudah keluar dari mobil. Ia mengamati penampilan Adero yang terkesan sangat mewah dan berwibawa. “Terima kasih telah mengantarkan aku pulang. Jaketnya?”

“Kamu simpan saja,” ujar Adero.

Nevilla tersenyum tipis. “Apa kamu mau mampir dulu?”

Adero menggeleng, karena sekarang ia harus memikirkan perutnya yang sedari tadi meminta untuk diisi. “Mungkin lain kali,” katanya.

Adero lalu menghampiri Nevilla, ia mengusap pipi wanita itu. “Sampai jumpa, Nevi.”

Nevilla memundurkan tubuhnya, tangannya memegang jaket Adero dengan kencang. Ia melihat Adero memasuki mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan dirinya bersama gedung flat.

Nevilla menggigit bibir bawahnya sambil berjalan memasuki gedung flatnya, ia tidak pernah bisa menebak sosok Carlson yang baginya begitu misterius dan tegas. Pria itu juga terang-terangan memanggil ia dengan panggilan Nevi sambil mencoba begitu perhatian. Ia tak menampik bahwa ia terlena pada pandangan pertama pada pria itu.

Sementara itu, Adero menghentikan mobilnya di restoran yang tidak jauh dari tempat Nevilla tinggal. Ia lalu masuk sambil bersenandung kecil seakan baru saja memenangkan hadiah yang teramat besar. Mencari tempat duduk di posisi tengah, ia lalu memanggil pelayan dan memesan makanan yang sesuai dengan seleranya.

Adero memakan makanan restoran itu dengan lahap tanpa sisa, ia juga begitu mengagumi dekorasi yang pemilik restoran ini buat. Sangat cocok apabila bersantap makanan dengan pasangan yang dicintai. Ia merasa begitu kenyang, lalu membayar makanannya.

Adero menyadari bahwa ponselnya bergetar, ia segera membaca pesan yang ternyata dikirimkan oleh Aron. Ia tersentak kaget dan segera keluar dari restoran, entah apa yang baru saja terjadi di rumahnya. Tetapi, ia tahu ini kabar yang buruk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status