Share

EPISODE 5

Nevilla mendadak kesal karena ia sudah menunggu hampir 15 menit, tetapi Serena malah membatalkan janji. Ia tidak habis pikir, padahal Serena sendiri yang mengajaknya bertemu dan mengatakan bahwa akan mendengarkan segala keluh kesahnya.

Pesan masuk membuat Nevilla menatap ponselnya. Ia tidak sempat menghitung sudah berapa kali Aron mengirimi pesan dan meneleponnya. Sejujurnya, ia hanya takut, jika tidak bisa menerima Aron yang ternyata bukan anak kandung Pak Arkan.

Kepala Nevilla mendadak pusing, ia juga belum makan. Kebetulan sekali, dari tempat janji temu bersama Serena, tak jauh dari perusahaan ia kerja. Ia pun berniat mencari restoran terdekat untuk makan.

Nevilla menaruh ponsel ke tas, ia lalu membawa langkahnya menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai. Mungkin karena lokasi yang ia datangi merupakan lokasi industri, jadi tidak banyak orang yang berlalu lalang. Hanya beberapa orang yang terlihat ingin mengunjungi perusahaan, para penjaga gedung, dan beberapa pasangan yang mungkin tidak punya tempat bertemu sehingga memutuskan bertemu di dekat perusahaan mereka.

“Villa!”

Teriakan seorang wanita membuat Nevilla menghentikan langkahnya, ia menoleh untuk mencari keberadaan seseorang yang memanggil namanya. Ia tersenyum kala seseorang yang ia kenal bernama Helga, datang menghampiri dengan napas terengah-engah.

“Aduh, aku capek banget. Ngomong-ngomong, kok kamu ada di sini sih, Vil?”

Nevilla mengangkat bahu. “Biasa, Serena. Dia mengajak untuk bertemu lalu membatalkan janji karena pacarnya datang.”

Helga terkekeh sambil menepuk bahu Nevilla. “Begitu memang kalau teman punya pacar, janji sama sahabat sendiri mendadak di batalkan. Terus, sekarang kamu mau ke mana?”

“Aku mau cari makan, karena lapar banget. Kamu sendiri, mau ke mana?”

“Kebetulan aku janji ketemu sama Naila, anak baru yang dari Indonesia itu. Aku mau makan di restoran seafood sama dia. Kamu mau ikut tidak?”

Nevilla menimbang-nimbang tawaran Helga. Ia kemudian mengangguk, menyetujui untuk ikut karena memang tidak enak juga kan kalau makan sendiri.

“Bagus, kalau begitu. Tapi Naila belum datang, terjebak macet.”

Nevilla mengangguk paham. “Ya sudah, kita tunggu Naila di situ saja,” kata Nevilla menunjuk ke arah samping dekat toko buku.

Helga menyetujuinya, dan mereka berdiri menunggu kedatangan Naila. Helga beberapa kali melihat ponselnya, ia sedang memastikan bahwa Naila akan datang dengan cepat serta memberi tahu kepada Naila ada yang ikut bergabung.

“Vil, aku mau tanya sesuatu sama kamu, boleh tidak?” tanya Helga, ia menaruh ponsel ke dalam tas sambil menatap Nevilla meminta persetujuan.

Nevilla menatap Helga dengan perasaan aneh, pasalnya bukankah tidak ada larangan untuk bertanya. Tetapi, kenapa Helga bertanya demikian, ia jadi bingung.

“Tanya saja, Hel. Kamu ini, biasa juga suka tanya.” Nevilla terkekeh, sedangkan Helga terlihat canggung.

Helga belum menanyakan apa pun setelah mendapat persetujuan dari Nevilla, wanita itu malah memandang ke arah jalanan yang sepi. Ia melirik Nevilla berkali-kali, ia benar-benar penasaran tetapi tak enak jika bertanya dengan posisi mereka yang seperti ini.

“Aku takut kamu tersinggung, Vil. Aku tidak jadi tanya.”

Mendengar ucapan itu, Nevilla merasa heran. Meski begitu, ia hanya mengangguk. Jujur saja, ia kini jadi penasaran dengan apa yang ingin ditanyakan oleh Helga.

“Aku jadi tanya,” ujar Helga sambil membasahi bibirnya. Ia menarik Nevilla untuk mendekat, dan berbisik, “Kamu benar punya hubungan spesial sama Pak Aron?”

Nevilla tidak pernah kaget dengan pertanyaan semacam itu, yang membuat raut wajahnya berubah tidak nyaman yaitu karena ia benar-benar tidak ingin membicarakan pria itu. Ia sendiri merasa sangat dibodohi mengetahui bahwa pria itu seakan-akan memberi harapan, tetapi tidak pernah ada kata kita dalam hubungan mereka.

“Itu gosip datang dari mana?” tanya Nevilla dengan ketus.

Helga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sangat yakin, jika berita yang beredar di perusahaan tidak benar. Lihat saja, Nevilla mendadak tidak ramah padanya.

“Aku hanya dengar saja. Aku bertanya untuk memastikan bahwa tidak ada berita palsu yang aku dengar. Lagi pula, menyimpulkan tanpa tahu kebenarannya kan tidak baik.”

Nevilla menggeleng, ia menatap ke arah Helga yang juga menatapnya dengan senyum canggung. “Aku tidak heran ketika semua orang mengira aku memiliki hubungan spesial dengan Pak Aron. Aku pikir juga, aku sangat berharap bisa berhubungan dengannya. Tapi, tidak ada apa pun di antara aku dan dia. Jadi, berita itu tidak benar.”

“Sudah aku duga, bahwa kamu tidak memiliki hubungan dengan Pak Aron.” Helga mengembuskan napas lega. “Tapi memang iya, kalau Pak Aron suka datang ke ruang kerjamu?”

“Tidak bisa dipungkiri, aku bekerja tepat di bawah pimpinan wakil direktur. Dia mendatangiku untuk bertanya beberapa hal mengenai pekerjaan.”

Helga mengangguk paham. “Apa kamu tidak merasa ada yang aneh?”

Nevilla menatap heran pada Helga. “Apa maksudmu?”

Helga menggeleng. “Tidak apa-apa. Sebentar, aku mengangkat teleponku dulu.”

Nevilla membiarkan Helga mengangkat teleponnya. Ia sendiri berkutat dengan pikirannya. Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan jika bertemu dengan Aron nanti. Ia tidak tahu akan berbuat apa.

“Maaf ya, menunggu lama.”

Nevilla mengamati penampilan wanita yang baru datang. Untuk seseorang yang tinggal di kota, pakaian yang Naila kenakan begitu sederhana.

“Tidak apa-apa. Aku Nevilla. Kamu Naila kan?”

Wanita itu mengangguk dan menjulurkan tangan yang langsung mendapatkan balasan. “Naila, salam kenal.”

Helga menghampiri keduanya setelah menerima telepon. “Ayo, aku sudah memesan kursi di sana.”

Nevilla, Helga, dan Naila jalan beriringan. Mereka sesekali menceritakan tentang diri mereka. Helga memberi tahu budaya Spanyol kepada Naila, membuat Naila memahami sedikit demi sedikit kota yang akan menjadi tempat tinggalnya. Tak hanya itu, Naila juga bertanya banyak hal pada Nevilla mengenai perusahaan tempat mereka bekerja. Tanpa terasa, mereka sudah sampai di restoran seafood yang dimaksud.

Nevilla menghentikan langkah, membuat Helga dan Naila melakukan hal yang sama. “Kalian masuk dulu saja, aku akan menerima telepon dulu.”

Helga dan Naila meninggalkan Nevilla di dekat tempat parkir. Nevilla menerima telepon dari Aron, akhirnya ia menyerah ketika pria itu memberi tahu tentang sesuatu. Ia minggir ketika mobil lamborghini warna biru hitam memasuki tempat parkir. Ia masih terus mendengarkan Aron dari seberang sana.

Nevilla memasukkan ponselnya ke tas, ia bersyukur bahwa Aron menutup teleponnya. Ia lalu berjalan untuk segera masuk ke restoran. Ia hampir limbung saat tanpa sengaja menabrak seseorang.

Nevilla memegang kepalanya, ia menyeimbangkan tubuhnya lalu berkata, “Maaf, saya tidak sengaja.”

Nevilla tidak mendengar jawaban dari seseorang yang ditabraknya, sehingga ia mendongakkan wajah. Ia sempat tersentak kaget, saat menatap sosok yang baginya begitu sangat tegas dan memukau.

“Tidak masalah, apa kamu baik-baik saja?”

Nevilla meneguk air liurnya dan mengangguk. “Aku? Aku baik-baik saja.”

“Baik, kalau begitu.”

Nevilla masih menatap mata abu-abu kebiruan yang juga menatapnya begitu lekat. Ketika sadar, ia segera mengalihkan pandangan. “Saya permisi,” ucapnya.

Nevilla merasakan dadanya bergemuruh begitu cepat. Ia segera mendorong pintu restoran dan mencari keberadaan Helga dan Naila. Setelah menemukan tempat duduk keduanya, ia langsung duduk dengan perasaan yang aneh. Ia juga sempat menatap ke arah pintu restoran yang terbuka oleh pria yang tadi ditabraknya.

Terkutuklah Nevilla, ia benar-benar sedang dalam perasaan yang berbahaya karena mengidamkan pria selain Aron.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status