Kecelakaan mobil yang mengakibatkan Hana terbunuh karena ada yang salah dengan remnya. Tak hanya itu saja, sebenarnya ban belakangnya pun sudah hampir pecah saat itu. Seseorang yang Adero temui kemarin memberi tahu kalau ini mungkin kasus pembunuhan. Ada seseorang yang merencanakan lebih dulu kecelakaan yang menimpa Hana tetapi tertutupnya kasus membuat segalanya tidak terkuak. Jika ingin membuka kasus ini kembali, pasti membutuhkan waktu yang banyak karena tak mudah untuk dieksekusi lagi.
Bayangkan saja. Sudah enam tahu lamanya. Adero sadar kalau saran ibunya memang benar. Ia harus bergerak maju, menjalani kehidupan yang membawanya ke titik melupakan. Namun, semakin ia berusaha untuk melupakan, nyatanya ia tak bisa menghindarinya kalau ia masih penasaran dengan siapa pelaku sebenarnya dan kenap. Hana tidak salah apa pun. Aron yang salah karena menghamilinya dan membawanya pada kematian. Ia tak akan melupakan kenyataan itu. Tak akan pernah.Adero menatap pintu yang sedari tadiKepulangan Vena langsung disambut oleh Avalee. Ia bersyukur karena cucunya baik-baik saja. Ia pun mendekat pada Arkan untuk mengetahui kondisi kesehatan Vena. “Bagaimana? Dokter tidak mengatakan hal buruk kan? Aku sungguh khawatir,” ujarnya sambil mengikuti langkah Arkan menuju ruang keluarga.“Apakah Adero dan Ale belum pulang?” tanya Arkan tanpa menjawab pertanyaan Avalee. Ada yang ingin ia bicarakan pada kedua putranya itu. Tentunya terkait dengan kemajuan perusahaan dan kerja sama dengan investor dari Jerman. Ia sudah mendapatkan laporannya dari Nevilla sehingga harus segera bicara mengenai kejelasannya.“Aku bertanya keadaan cucuku. Bisakah kamu tidak mengurusi pekerjaan dulu? Aku yakin mereka bekerja dengan baik.” Avalee tidak suka ketika Arkan malah fokus pada perusahaan saat mereka sedang membahas keluarga di rumah.Arkan mengangguk paham. “Vena baik-baik saja. Dia harus istirahat yang banyak dan meminta obat. Tak ada
"Terima kasih," ujar Adero lalu memutuskan sambungan telepon. Dia baru saja menghubungi seseorang yang bisa diajak kerja sama untuk mengungkap kembali kasus kecelakan yang terjadi pada Hana. Bagaimana pun, dia tidak bisa bertindak seorang diri, mengingat akan banyak orang yang dilibatkan dalam kasus tersebut.Adero mengambil jaket yang sudah dia siapkan. Hari ini, dia tidak berniat untuk pergi ke perusahaan karena sudah muak dengan segala pembicaraan mengenai penolakan investor yang baginya akan merugikan itu. Ayahnya, Arkan, bersikeras kalau dia harusnya nenerima saja karena selalu ada risiko dalam setiap pengambilan keputusan. Sayangnya, dia tidak menikmati itu, mengingat dia tidak mau rugi besar."Tidak ke kantor?" Ale tersenyum tipis pada Adero yang baru saja keluar dari kamar. Dia sudah menduga kalau kakaknya itu akan melakukan hal seenaknya ketika pendapatnya tidak dihargai. Dia kembali bertanya, "Hari ini mau ke mana?"Adero mengangkat bahu acuh seakan dia tak mau Ale tahu meng
Jalanan pada siang hari ini, terlihat begitu sepi. Tidak banyak mobil yang lewat sehingga kemungkinan tidak akan terjadi macet. Cuaca yang mendung dan gerimis, tak menyurutkan mobil mercedes-benz warna hitam untuk berhenti. Mobil itu melaju dengan kecepatan normal, meski kadang-kadang terlihat cepat karena mungkin saja seseorang yang mengendarai mobil itu terburu-buru.Sebelum akhirnya mobil belok ke arah kanan, dapat terlihat lampu sen menyala. Memang kelihatannya tidak ada yang salah, tetapi mendadak keluar asap dari ban belakang mobil. Sepertinya sang pengemudi tidak menyadarinya, jadi mobil masih melaju seperti biasa.Kaca mobil tiba-tiba terbuka, terlihat wanita berambut silver yang sedang menyetir panik. Sepertinya, ia baru menyadari bahwa mobil yang ia kendarai bermasalah. Kakinya pun langsung menginjak rem, tetapi mobil tidak mau berhenti. Wanita itu semakin panik, kala rem mobilnya ternyata rusak. Ia berusaha untuk menyetir pelan, sayangnya mobil yang dikendar
Tak seperti hari-hari biasanya yang sibuk, wanita yang kini masih memakai piama warna kuning tengah asyik menyesap teh hijau sambil menatap layar ponsel. Ia juga mengambil kue kering dan memakannya dengan pelan dan lembut. Matanya berbinar terang, entah keberuntungan apa yang sedang ia dapatkan, tetapi wanita itu segera berlari menuju ke kamar mandi. Dengan pelan dan pasti, wanita itu melepaskan pakaiannya. Punggung mulusnya terpampang dengan jelas, tentu tidak akan ada satu pria pun yang akan melewatkannya jika melihat pemandangan seperti itu. Tangannya mengambil sabun dan mulai menggosok tubuhnya hingga kaki yang panjang dan semampai. Terkutuklah semua pria di dunia ini, jika tidak menyukai atau mendambakan wanita ini. Setelah selesai membersihkan diri, ia mengambil handuk dan menyelimuti tubuhnya agar tidak mati kedinginan. Ia lalu pergi mencari pakaian yang layak untuk ia pakai, mengambil pakaian dalam yang begitu seksi dan juga gaun yang mewah. Tetapi, ia mengem
Adero memeluk ibunya. Ia yakin jika setibanya di Spanyol, ia akan merindukan ibunya langsung. Akan tetapi, benar seperti yang ibunya katakan bahwa ia tetap harus pergi. Sehingga, ia melepas pelukan dan tersenyum.“Kalau begitu, aku berangkat, Bu.” Adero menyeret koper, ia dapat melihat ibunya melambaikan tangan sambil tersenyum.Adero mendadak terdiam sebelum membuka pintu dan keluar. Keputusan yang ia ambil hari ini, akan menjadi penentu dari masa lalu yang belum terungkap. Dengan langkah mantap, ia menutup pintu, berjalan menuju taksi yang sudah dipesan ibunya, dan memberi tahu kepada sopir bahwa ia akan pergi ke bandara.Selama perjalanan menggunakan taksi, Adero terus membalas pesan sang ibu yang memberikan banyak sekali nasihat, seperti ia tidak boleh menampakkan wajah tak suka pada ibu tirinya, ia harus menghormati ayahnya dan juga menyayangi saudara tirinya.Mendapatkan banyak nasihat, dan ketika nama Aron tersebut di dalamnya, ia jadi
Adero berjalan meninggalkan ruangan yang sudah dipenuhi dengan hiasan untuk menyambut kedatangannya. Bukan tidak ingin merayakan pesta, ia hanya masih belum menerima sebagian kecil kejadian yang telah terjadi di masa lalu. Ia mengamati irisan kue keju yang kini ada di piring yang sedang ia pegang, kembali mengingatkannya pada masa di mana ia memilih untuk terus mengalah.Adero sudah sampai di depan kamarnya yang ada di lantai 3, ia hendak membuka pintu kamar yang pastinya akan selalu menjadi tempat ternyaman di rumah ini, akan tetapi tangan lain sudah lebih dulu membuka pintu. Ia menatap kepada seseorang yang tersenyum padanya sambil menyandarkan tubuh pada tembok.“Aku sudah memberi tahu Axel untuk tidak melakukan hal konyol seperti itu. Tapi, Kakak tahu dia kan? Dia hanya ingin menyenangkan keponakannya.”Adero membalas senyum pria itu. “Aku baik-baik saja, Ale. Jika itu yang kamu pikirkan. Sebaiknya kamu bergabung dengan keluarga yang lain.
Nevilla mendadak kesal karena ia sudah menunggu hampir 15 menit, tetapi Serena malah membatalkan janji. Ia tidak habis pikir, padahal Serena sendiri yang mengajaknya bertemu dan mengatakan bahwa akan mendengarkan segala keluh kesahnya.Pesan masuk membuat Nevilla menatap ponselnya. Ia tidak sempat menghitung sudah berapa kali Aron mengirimi pesan dan meneleponnya. Sejujurnya, ia hanya takut, jika tidak bisa menerima Aron yang ternyata bukan anak kandung Pak Arkan.Kepala Nevilla mendadak pusing, ia juga belum makan. Kebetulan sekali, dari tempat janji temu bersama Serena, tak jauh dari perusahaan ia kerja. Ia pun berniat mencari restoran terdekat untuk makan.Nevilla menaruh ponsel ke tas, ia lalu membawa langkahnya menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai. Mungkin karena lokasi yang ia datangi merupakan lokasi industri, jadi tidak banyak orang yang berlalu lalang. Hanya beberapa orang yang terlihat ingin mengunjungi perusahaan, para penjaga gedung, dan bebera
Adero sempat terpaku setelah wanita yang ia tabrak berlalu pergi. Ia menggelengkan kepala, mencoba untuk berpikir jernih karena wanita yang menabraknya bukanlah Helena Dwight. Ia membereskan pakaiannya, lalu berjalan menuju ke pintu restoran.Tangan kanannya mendorong pintu dan ia pun masuk. Menengok ke arah kanan kiri, ia bisa menemukan di mana wanita bermata biru itu duduk. Ia mencoba mengabaikan, tetapi entah mengapa ia merasa bahwa wanita itu memperhatikannya.Adero mengangkat bahu lalu mendekati kursi yang tampak kosong. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dengan membawakan buku menu.Adero membuka buku menu, baginya menu di restoran ini cukup biasa saja, sehingga ia bahkan tidak tahu harus memesan apa. Sepertinya, ia sudah sering memakan jenis makanan yang ditawarkan restoran yang ia datangi ini. Akan tetapi, ia tetap harus memesan makanan karena perutnya sudah lapar.“Aku pesan salmó marinat amb anet, suquet de rap amb patates, h