Share

Bab 6

Besok hari Sabtu, hari libur. Ada beberapa hal yang akan aku lakukan dirumah Papa, yang tak bisa aku kerjakan dirumah. 

Wajah Mas Arya terlihat bahagia, pasti dia bakalan ngayal tidur berdua bak dihotel bintang lima dirumah ini. 

"Nanti Mbok Yuna akan kembali, jadi kamu ga usah khawatir tinggal berduaan sama Fitri dirumah ini, walau kalian sepupuan, kan tetap bukan Mahrom." 

Senyum diwajahnya memudar, tapi masih ada rona bahagia disana.

Ah, sayang selamat menikmati party nanti malam ya...Hadiah dariku yang tak akan kalian lupakan, pastinya.

Setelah Mas Arya berangkat aku bergegas mempersiapkan segala sesuatunya. Semua harus sempurna. Bukan Dita namanya kalau tak pandai membuat surprise yang tak akan terlupakan, hihi.

Alisa dan Alif sudah pulang sekolah, mereka begitu senang saat aku bilang akan kerumah Opanya. Walau Papa sekarang duduk di kursi roda, tapi kasih sayang kepada cucu-cucunya Sangat besar.

Sudah beberapa tahun ini Papa mengalami stroke ringan, Papa hanya bisa duduk di kursi roda, tapi Papa hanya berobat ala kadarnya. Bukan karena tak ada uang. Sering dipaksa tapi Papa tak mau.

"Papa sudah tua, Papa rindu sama Mama, biarlah Papa menghabiskan masa tua dengan banyak mengingat sang pemberi kehidupan  agar segera bertemu dengan Mamamu, begitu ujarnya. Dada ini terasa sesak setiap kali melihat Papa. 

Ah, Papa beliau cinta pertamaku. lelaki tangguh nan setia. Mama meninggal setelah melahirkanku. Dan sejak itu Papa tak pernah menikah lagi, 

'Cukup, Mama, Dita dan Bidadari syurga saja yang menemani Papa, tak perlu ada wanita lain,' begitu ujarnya waktu itu.

Jadilah Papa lelaki pekerja keras tanpa kenal waktu, menyekolahkanku tinggi-tinggi, tanpa mengenal lagi sosok bernama istri. 

'Wanita itu walau dirumah, tetap harus Punya ilmu yang tinggi karena akan mengajari anak-anak nya kelak, dan akalnya harus panjang, jangan stak ditempat.

Yah, begitulah Papa. Nasehatnya begitu berharga.

[Mas, pakaian yang mau kamu pakai sudah aku siapkan di atas ranjang ya.] 

Kebiasaanku, memilihkan baju juga pakaian dalam yang akan dia pakai selepas mandi. Aku meringis membayangkan reaksi Mas Arya nanti setelah memakai kain berbentuk segitiga itu. Setelah beberapa hari lalu kain itu aku rendam dalam larutan cabe, lada dan aku semprot pewangi dengan membubuhi bubuk gatal, rasa nya entahlah aku tak bisa membayangkan. Semua terpikirkan tiba-tiba, karena rasa sakit hati membuat akalku sedikit tak biasa.

[Ya Allah... Makasih ya sayang, kamu istri yang tak akan pernah tergantikan. Hati-hati dijalan ya sayang, besok pagi Mas akan menyusul,]

Begitu balasnya, bibirku mencebik. Ga tergantikan katanya? Sumpeh Lo! kamu akan menyesal telah bermain-main denganku, Arya Wiguna.

Untuk Fitri, nanti saja kalian baca di part selanjutnya ya, hihi. Aku tak tega menuliskan nya. Aku tak kejam, hanya aku suka bereksperimen hal-hal yang terlintas dalam benakku saat itu, hehe

Mbok Yuna sudah datang. Perempuan yang mengasuhku dari kecil itu sudah aku anggap ibuku sendiri. 

"Non, kalau tak kuat jangan dipaksakan, lepaskan saja." katanya sambil mengusap punggungku.

Aku menceritakan semuanya kepada Mbok Yuna, sebab nanti Mbok Yuna akan menjadi bagian dari drama ini juga.

"Iya Mbok, Dita pasti melepaskan, tapi ga sekarang. Biar Mas Arya dan pelakor itu menyesal seumur hidup telah merusak rumah tangga ini."

"Ya sudah, Dita pamit ya Mbok, nanti malam kalau ada suara-suara teriakan. Mbok ga usah keluar, kunci pintu kamar aja, pasang headset biar ga terganggu tidur nya," pesanku.

"Siap Non, Mbok akan menjadi saksi bahwa pesta nanti malam akan rame dan meriah," 

Mbok Yuna mengacungkan jempolnya. Lalu kami pun tertawa bersama.

*****

Papa menyambutku hangat, suara Alif dan Alisa mengema menyuarakan rindu kepada Opanya. 

"Apa kabar sayang? Papa rindu sekali sama kalian?" ucapnya pelan.

"Dita baik, Pa. Dita juga rindu sama Papa, maafkan Dita baru main lagi kesini." 

Papa tersenyum, mengelus kepalaku pelan. Aku merebahkan kepala di paha Papa yang tengah duduk di kursi rodanya.

Maafkan Dita,Pa. Dita tak mendengar nasehat Papa, Papa benar, manusia itu tak bisa dinilai hanya dari tampilan luar saja, sekarang Dita menyesal, bathinku.

Tes!

Satu air menetes turun tanpa kuminta. Dengan cepat Aku menghapusnya dengan ujung jari. Takut Papa tahu ada lara yang sedang aku sembunyikan.

"Setiap rumah tangga ada ujiannya masing-masing Nak, hadapi dengan ikhlas tapi jangan mau ditindas. Suami istri itu punya hak yang sama, dimana kebahagiaan adalah tujuan akhir, kapal rumah tangga kita berlabuh, bukan hanya tentang bahagia di dunia, tapi juga di akhirat sana. Papa yakin anak cantik Papa ini, sanggup menghadapi nya dengan elegan," matanya berkaca-kaca, suara Papa tegas walau terdengar sedikit bergetar.

"Papa...." air mataku berduyun-duyun keluar, aku terisak dipangkuan Papa.

"Maafkan Dita, Pa..." isakku

"Dita boleh menyembunyikan luka itu dari orang lain, tapi jangan pernah sembunyikan dari Papa, apapun keputusan Dita, Papa akan dukung sepenuhnya,"

Laki-laki yang sangat kucintai itupun menangis dalam diam. Akupun menumpahkan sesak ini dipangkuan Papa. Aku lupa, papa bukan orang bodoh. Bahkan papa punya tembok yang dapat mendengar. 

Rumah sederhana yang dulu tempat Papa dan Almarhum Mama tinggal, menjadi pilihan Papa menghabiskan masa tua ini terasa hangat setelah kedatangan kami. 

Suara Alif dan Alisa terdengar ramai bercanda, begitu juga tawa Papa . Mataku berembun melihat mereka. Andai Papa mau tinggal bersamaku, tentu ini akan menjadi pemandangan setiap hari.

Papa terkenal baik dan murah hati, tak akan ada yang menyangka jika kekayaan Papa tak akan habis hingga generasi ke generasi, tapi bagi Papa, harta hanya sebuah jalan bukan tujuan. Sebagian harta Papa disedekahkan ke panti-panti juga untuk membangun mesjid. Biar jadi amal jariyah bagi kita kelak, gitu kata Papa.

*****

Malam mulai menyapa, sudah jam delapan malam. Selesai makan, sholat dan baca Al-Qur'an aku kembali menekuri laptopku.

Alisa dan Alif masih asik bermain dikamar Opa nya, sesekali suaranya memecah keheningan malam. Hawa dingin kota Bandung menyusup kedalam kulit, tapi sungguh membuat candu.

"Ini wedang nya Bu, diminum Bu, biar hangat" Nina, adalah gadis desa yang aku sewa untuk merawat Papa. Alhamdulillah, Nina amanah. Dia merawat Papa sepenuh hati, itu yang aku lihat dari cctv yang sengaja aku pasang Sebelum gadis itu aku pekerjakan.

"Makasih, Nin!" gadis itu mengangguk dan tersenyum, lalu kembali ke belakang. 

Aku kembali menatap angka-angka yang tertera di layar laptop itu.

Mataku membulat, membaca laporan beberapa bulan lalu. Ada dana yang keluar cukup besar. Bahkan ada cicilan sebuah rumah dengan memakai uang perusahaan. Apa-apaan ini!

Rumah? Mas Arya beli rumah untuk siapa? bukankah Fitri baru dinikahinya. Bahkan belum dapat apa-apa, karena keburu ketauan olehku.

Deru mobil terdengar berhenti dihalaman. 

"Wah Om, telat datangnya!" aku menyambut Om Binsar yang baru datang dari Jakarta. memang aku sudah membuat janji dengannya.

"Halah macam tak tau pula kau Dita, macet nya jalanan udah kayak ada demo mahasiswa, pening pala aku dibuatnya!" katanya dengan logat Medan yang Khas.

Aku tersenyum, dan menyalami sahabat Papa itu.

"Mana Papa Kau?"

"Ada Om lagi di dalam sama anak-anak," jawabku.

Kamipun ngobrol ngalor ngidul, suara tawa Papa dan Om Binsar terdengar membahana, sepertinya ada yang sedang reuni mengenang masa muda.

Setelah beberapa saat Papa ijin untuk istirahat, tinggallah aku dengan Om Binsar.

 Lelaki tegap itu menghela nafas.

"Tak habis pikir aku sama kau Dita, bisa-bisanya kau membiarkan suami kau yang tak tau diri itu kawin lagi, dan tinggal serumah dengan kalian. Dan sekarang kau kasih pulak dia kerjaan, aneh kali kau ku tengok,"

Aku hanya tersenyum miris. Memang aku ini aneh, tapi nanti juga akan tahu kenapa aku seaneh ini.

"Om, ga seru jika mereka kuhempaskan sekarang. Aku punya rencana, tapi aku butuh bantuan Om," ujarku.

"Tenang saja, aku pasti bantuin kau Dita, kau sudah kuanggap anakku sendiri, sebut saja apa yang kau mau, cling! secepatnya om kau ini laksanakan,"

Aku tersenyum menang, selamat datang dalam permainan Mas Arya.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status