Share

Bab 3. Mabuk Berat

Arka berjalan tidak tentu arah. Dia sama sekali tidak tahu harus pergi kemana karena tidak punya tempat untuk bernaung kini. Seketika rasa menyesal pun menyelimuti hatinya. Arka benar-benar menyesal karena tidak memisahkan harta miliknya dengan milik sang ayah selama dia menjabat sebagai Presiden Direktur di perusahaan ayahnya tersebut.

"Sial, kenapa saya bisa sebodoh ini? seharusnya saya punya tabungan sendiri dan kartu kredit sendiri yang tidak ada hubungannya dengan Daddy ataupun perusahaan,'' gumam Arka menghentikan langkah kakinya lalu duduk di halte bis sendirian.

Ya ... Dia duduk sendirian dengan perasaan bingung juga hancur. Arka tidak tahu harus berbuat apa saat ini karena dia sama sekali tidak memegang uang sepeser pun. Tatapan mata laki-laki dewasa itu nampak menatap lurus ke depan, memperhatikan satu-persatu mobil yang saat ini melintas di jalan raya tepat di depan matanya.

Seharusnya dia duduk di dalam mobil mewah bersama Antoni sang Assisten. Apakah masa jayanya sudah habis sekarang? Apakah dia benar-benar telah jatuh miskin? Apakah dia bisa merebut kembali semua harta dan pasilitas mewah yang telah di ambil oleh sang ayah? Akh ... Entahlah, dada Arka terasa begitu sesak sekarang.

Ckiiiit ...

Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat di depannya kini. Mobil berwarna merah milik Antoni, orang yang selama ini bekerja dengan dirinya. Seketika, Arka pun tersenyum saat melihat Antoni membuka kaca mobil tersebut.

"Tuan Bos? Astaga, sedang anda di sana?" teriak Antoni dari dalam mobil.

"Kebetulan kamu datang,'' ucap Arka berjalan menghampiri lalu masuk ke dalam mobil.

Ceklek!

Blug!

Pintu mobil pun di buka dan segera ditutup kembali sesaat setelah Arka masuk kedalamnya. Antoni nampak menatap wajah Tuannya itu dengan perasaan heran. Penampilan Arka yang biasanya rapi juga berwibawa terlihat sangat berantakan.

"Tuan Bos mau kemana? Biar saya antarkan,'' tanya Antoni kemudian.

"Jangan panggil saya dengan sebutan Tuan Bos, saya bukan Bos kamu lagi sekarang."

"Hah? Anda serius? Gimana ceritanya anda sudah bukan Bos saya lagi? Apa anda memecat saya, Tuan?"

"Tidak, bukan begitu. Saya sudah bukan Presiden Direktur di perusahaan saya lagi, lebih tepatnya perusahaan Daddy.''

Antoni seketika terdiam mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Arka. Dia nampak menatap lekat wajah Arka mencoba untuk menerka apa yang sebenarnya terjadi. Pemuda yang telah bekerja sebagai Assiten Arka selama lebih dari 3 tahun itu akhirnya tidak bertanya apapun lagi.

"Izinkan saya menginap di rumah kamu malam ini, Antoni. Saya tidak tahu lagi harus pergi kemana,'' ucap Arka seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Antoni.

"Eu ... Apa Tuan besar benar-benar telah membekukan kartu kredit anda? Maaf, kalau saya lancang. Saya hanya heran saja melihat anda seperti ini,'' tanya Antoni ingin sekali mengobati rasa penasarannya.

"Ceritanya panjang, sangat-sangat panjang. Butuh waktu tujuh hari tujuh malam untuk menceritakannya."

"Hah? Ya sudah, anda bisa bercerita nanti. Untuk malam ini, anda menginap saja dulu di rumah saya," ucap Antoni mulai menyalakan mesin mobil.

Mobil pun seketika melaju perlahan meninggalkan halte bus tersebut sampai akhirnya melaju kencang di jalanan. Keheningan pun tercipta. Arka sama sekali tidak mengatakan sepatah katapun selama perjalanan. Sementara Antoni, dia sama sekali tidak berani bertanya apapun karena tahu betul bahwa perasaan Tuannya itu sedang tidak baik-baik saja.

Ckiiit!

Mobil yang dikendarai Antoni pun akhirnya melipir dan berhenti tepat di depan rumah sederhana. Rumah yang selama ini dihuni oleh Antoni sendirian. Antoni pun keluar dari dalam mobil dan disusul oleh Arka kemudian.

"Ini rumah kamu?" tanya Arka menatap sekeliling rumah.

"Iya, Tuan Bos. Rumah saya memang kecil dan sederhana tapi, cukup untuk tempat saya berteduh selama ini. Silahkan masuk, Tuan.''

Arka pun menganggukkan kepalanya lalu berjalan beriringan dengan Antoni. Keduanya pun berdiri tepat di depan pintu rumah. Antoni memasukkan kunci lalu memutarnya dan pintu pun seketika terbuka lebar.

"Silahkan masuk, maaf rumahnya agak berantakan." Antoni mempersilahkan.

"Hmm ... Rumahnya lumayan nyaman, ukurannya seukuran sama kamar saya di rumah, tapi ya lumayanlah buat tempat saya berteduh malam ini."

"Ish ... Tuan ini, jangan bandingkan rumah saya dengan rumah Tuan besar yang mewah itu dong. Gimana si?"

"Iya-iya maaf. Gitu aja ko ngambek, astaga."

Antoni hanya tersenyum kecil lalu membuka pintu kamar. Kamar yang memang telah dia biarkan kosong selama ini. Dia akan membiarkan kamar itu di pakai oleh Arka malam ini.

"Nah ini kamar Tuan untuk malam ini,'' ucap Antoni kemudian.

"Oke, terima kasih ya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan saya kalau saya tidak ketemu sama kamu."

"Sama-sama, Tuan Bos."

"O iya, saya mau minta tolong sama kamu."

"Apa, Tuan? Katakan saja."

"Tolong bantu saya menjual arloji ini," pinta Arka, membuka arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Lho, ini 'kan arloji mahal, Tuan bos? Arloji ini adalah hadiah yang diberikan oleh Nyonya besar waktu anda ulang tahun dua tahun yang lalu," tanya Antoni mengerutkan kening.

"Hmm ... Memang iya, saya juga sudah sayang sekali sama benda ini sebenarnya, tapi saya tidak punya pilihan lain lagi selain harus menjualnya. Kamu tahu, saya tidak punya uang sepeserpun. Saya miskin sekarang, Antoni," jelas Arka menunduk sedih.

"Tapi ini harganya berapa? Saya harus jual arloji ini ke mana?''

"Ke mall 'lah. Harganya 160.000.000,00 jual berapapun harga yang mereka minta. Saya sedang benar-benar membutuhkan uang sekarang."

Antoni nampak menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia sama sekali merasa tidak percaya jika Tuan Arka Wijaya Kusuma Hadiningrat, pengusaha kaya raya yang biasa hidup bergelimang harta juga salah satu pengusaha yang sangat disegani, kini telah benar-benar jatuh miskin hanya dalam sekejap mata. Roda kehidupan memang benar-benar berputar.

"Saya turut berduka cita atas apa yang menimpa Tuan," ucap Antoni menatap sedih wajah Tuannya.

"Saya masih hidup dan sehat, sekarang cepetan kamu jual arloji itu. Saya ingin pergi ke suatu tempat."

"Baik, Tuan. Saya pergi sekarang juga.''

Arka hanya mengangguk dengan wajah datar. Dia pun menghempaskan tubuhnya di atas ranjang berukuran 3 kali lipat lebih kecil dari ranjang miliknya di rumah sang ayah. Arka pun mencoba memejamkan mata lalu seketika terlelap.

Tiga jam kemudian.

Dengan berbekal uang hasil dirinya menjual Arloji mewah. Arka pun mendatangi Klub malam untuk bersenang-senang. Arka akan menghabiskan malam ini dengan bermain semalaman. Dia bahkan meminum minuman keras hanya untuk melupakan masalah yang sedang dihadapinya saat ini.

Seperti itulah hari-hari yang dilewatinya setiap malamnya. Hampir setiap malam Arka pulang dalam keadaan mabuk berat bahkan tidak jarang dia tidur di pinggir jalan karena terlalu banyak minum.

Hidup seorang Arka benar-benar hilang kendali dan tidak ada lagi semangat untuk menjalani hari-harinya dengan normal. Bahkan untuk bernafas pun rasanya sangat sesak. Arka berpikir inilah akhir dari kehidupannya dan akhir dari segalanya. Hidupnya benar-benar merasa hancur sekarang.

"Huek ... Huek ... Huek ...." Arka berjongkok tepat di depan Klub malam yang biasa dia kunjungi.

Pukul 23.00 dia baru saja keluar dari tempat itu dalam keadaan mabuk berat. Bahkan, dia sama sekali tidak berhenti muntah hingga semua minuman keras yang dia minum pun seketika berceceran. Meskipun begitu, Arka masih berusaha untuk bangkit dan berjalan untuk pulang ke rumah Antoni, tempat dimana dia menumpang selama ini.

Dengan langkah kaki gontai, juga tubuh yang sempoyongan Arka berjalan layaknya orang yang sedang mabuk berat. Pandangan matanya pun perlahan mulai kabur. Sampai akhirnya, tanpa di sengaja Arka pun menabrak seorang wanita yang hendak masuk ke dalam Klub malam tersebut.

Bruk!

"Argh! Kalau jalan hati-hati dong,'' teriak wanita itu kesal.

Wanita berpakaian ketat hampir memperlihatkan lekuk tubuhnya juga dengan bagian dada yang sedikit terbuka. Dia pun mencoba untuk bangkit karena tubuhnya benar-benar terhempas hingga tersungkur di atas aspal. Hal yang sama pun dilakukan oleh Arka, dengan tubuh yang sebenarnya terasa berat pun mencoba untuk berdiri.

"Ma-maaf, sa-ya ti-dak se-ngaja," jawab Arka dengan suara yang meliuk-liuk layaknya orang yang sedang mabuk.

"Gak sengaja apanya kamu sengaja tadi."

"Huaaaa!" Arka membuka mulutnya lebar-lebar, dan sedetik kemudian.

Bruk!

Arka pun tiba-tiba saja ambruk tepat di bahu wanita itu. Tentu saja, wanita itu pun segera menghempaskan tubuh Arka secara kasar hingga tubuhnya terpelanting juga tersungkur. Panik, wanita itu pun berjongkok lalu mencoba untuk membangunkan.

"Hey ... Bangun! Kamu tidak apa-apa 'kan?" tanyanya kemudian.

Arka bergeming. Matanya benar-benar terpejam sempurna layaknya orang yang sedang pingsan. Wanita yang masih belum diketahui namanya itu pun hendak pergi begitu saja tapi, seketika dia mengurungkan niatnya dan kembali berjongkok tepat di hadapan Arka kini.

"Bangun! Masa kamu tidur di sini si? Rumah kamu dimana? Saya pesankan Taksi buat kamu ya," ucapnya seraya mengguncangkan tubuh Arka.

Karena tidak ada pilihan lain lagi, akhirnya wanita itu pun memutuskan untuk membawa laki-laki yang sama sekali belum dia kenal itu pulang ke rumahnya. Alasannya adalah, selain karena kediamannya tidak terlalu jauh dari tempat itu. Dia pun merasa tidak tega apa bila harus meninggalkan laki-laki yang sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri di pinggir jalan.

Keesokan harinya.

Arka mulai membuka kedua matanya saat sinar matahari terasa hangat menyentuh permukaan wajahnya kini. Rasa kantuk pun masih terasa begitu menyiksa sebenarnya. Namun, seketika kedua matanya terbelalak juga rasa kantuk yang tiba-tiba hilang saat dia menyadari bahwa dirinya bangun di tempat asing.

"Di mana saya?" gumamnya menatap sekeliling.

Arka pun mencoba untuk bangkit lalu turun dari atas ranjang meskipun kepalanya terasa sangat berat. Setelah itu, dia pun berjalan menuju pintu dan keluar dari dalam kamar. Arka sama sekali tidak mengingat kejadian tadi malam.

Ceklek!

Pintu pun di buka. Arka keluar dari dalam kamar lalu menatap sekeliling. Pandangan matanya pun seketika terhenti saat melihat seorang wanita berpakaian seksi duduk santai di ruang tamu. Di sela jari wanita itu pun terselip satu batang rokok lalu menghisapnya perlahan.

"Kamu sudah bangun?" tanya wanita itu tanpa menoleh sama sekali, mulutnya nampak mengeluarkan asap rokok yang mengepul ke udara kini.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status