[Temui aku di parkiran basemen.] Sienna menghela napas pelan. Pesan kedua yang dikirimkan Lucas menandakan sebuah perintah yang tak terbantahkan untuknya. Sienna tertegun sejenak. ‘Sepertinya aku juga tidak bisa keluar dari gedung dengan penampilan seperti ini. Pasti di luar masih banyak wartawan yang menunggu,’ batinnya. Akhirnya Sienna mengambil beberapa helai tisu dan mengusap wajahnya yang basah serta menghapus riasan wajahnya yang sudah luntur, lalu berjalan keluar dari kamar kecil tersebut. Sienna berpikir jika ia tidak memiliki pilihan lain selain bertemu dengan Lucas. Sienna juga tahu jika ia tidak bisa meminta Martin mengantarkannya pulang karena pasti pria itu akan menginterogasinya apabila melihat keadaannya saat ini. Ia tidak ingin memperbesar masalah yang sudah berlalu. Kini Sienna telah sampai di parkiran basemen. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar untuk mencari keberadaan mobil milik Lucas. Namun, ia tidak perlu bersusah payah mencarinya karena mobil tersebut t
Masih dalam posisi yang sama, Lucas memberikan ruang bagi Sienna untuk menumpahkan seluruh tangisannya di dalam dekapannya. Selang beberapa waktu kemudian, tidak lagi terdengar tangisan dari bibirnya. Perlahan Sienna menarik wajahnya dari dada Lucas dan menyeka sudut matanya dengan kasar. “Sudah merasa lega?” tanya Lucas, masih memandang gadis itu dengan khawatir. Dengan wajah yang masih tertunduk, Sienna mengangguk kecil. Tidak dapat dipungkiri jika ia merasa sedikit lega setelah meluapkan semua emosinya dengan tangisan. Namun, ia merasa sangat malu karena telah memperlihatkan sisi lemahnya kepada Lucas. Padahal selama ini Sienna tidak pernah memperlihatkan kelemahannya kepada siapa pun selain kepada sahabat baiknya, Anna Bentley. Lucas tersenyum tipis. “Apa tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?” godanya saat mengetahui kecanggungan gadis itu. Sienna mengangkat sedikit wajahnya. Ia tidak berani menatap langsung mata Lucas karena ia tidak tahu harus bagaimana menatap pria it
Mobil yang dikemudikan Lucas baru saja sampai di depan jalan sempit area masuk perkomplekan rumah kontrakan Sienna. Keadaan di jalanan sudah mulai terlihat sepi karena waktu sudah mulai beranjak larut.Meskipun masih terlihat beberapa para pengguna jalan di sekitarnya, tetapi area pertokoan sudah banyak tutup. Hanya tersisa beberapa restoran kecil dan mini market yang beroperasi selama dua puluh empat jam.“Sienna, kita sudah sampai,” ucap Lucas seraya menekan salah satu tombol yang ada di kabin mobilnya untuk mengaktifkan rem parkir elektrik kendaraannya tersebut.Namun, tidak ada tanggapan dari gadis itu hingga akhirnya Lucas menoleh dan menemukan Sienna telah terlelap di kursi sampingnya.Lucas menghela napas panjang. Ia berniat membangunkan gadis itu, tetapi gerakan tangannya terhenti saat ia menatap lekat wajah yang terlihat pucat dan lelah tersebut.Wajah Sienna saat menangis tadi kembali terlintas di dalam ingatannya. Ia pun tertegun sejenak “Sebenarnya siapa yang sudah menyaki
“Lu-Lucas?” Sienna sangat terkejut saat melihat pria itu berdiri di hadapannya.Tanpa meminta izin darinya, Lucas langsung menggendongnya di kedua belah tangannya. Refleks, Sienna melingkarkan kedua tangannya pada leher kokoh Lucas.“Apa yang kamu lakukan? Turunkan aku!” sergah Sienna dengan netra yang terbelalak lebar.Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar karena khawatir akan ada orang yang melihat mereka, lalu kembali menatap Lucas dan berkata, “Turunkan aku, Lucas. Aku bisa jalan sendiri.”Lucas tersenyum remeh. “Mau sampai jam berapa kamu sampai ke rumah kalau kamu berjalan seperti siput,” ledeknya.Sienna memanyunkan bibirnya. Kesal karena disamakan dengan hewan bercangkang dan berlendir yang mengggelikan tersebut.“Berhentilah memaksakan dirimu. Kalau butuh bantuan, kamu bisa mengatakannya. Tidak usah keras kepala,” sela Lucas dengan wajah yang terlihat acuh tak acuh.Sienna melotot tajam dan menyanggah, “Aku tidak memaksakan diri kok. Aku bisa—”“Diamlah kalau kamu tid
“Tolong … kamu jangan menambah cicilanku ya. Dompetku masih belum tebal,” ucap Sienna kepada gawai di tangannya.Saat ini ia tidak ingin menambah biaya yang tidak perlu dengan membeli barang-barang baru. Bukan hanya karena jarak waktu gajian masih jauh, tetapi ia juga perlu menghemat sebisanya yang ia bisa lakukan.Ia masih harus mengumpulkan sebagian besar gajinya untuk membayar hutangnya kepada Martin. Meskipun pria itu sudah mengatakan Sienna tidak perlu mengembalikannya, tetapi bagi Sienna, hutang tetaplah hutang dan ia harus mengembalikannya."Astaga!" Sienna bangkit dari rebahannya secara spontan saat menyadari jika ia teringat dengan Martin. Ia belum memberitahu pria itu tentang kepulangannya.Sienna pun memeriksa pesan masuk untuk memastikan tidak ada pesan yang terlewatkan. Ternyata beberapa waktu lalu pria itu sempat meninggalkan pesan yang menanyakan tentang keberadaannya, tetapi Sienna baru membacanya. Ia juga baru melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari pria itu.
Suara teriakan histeris Sienna terhenti ketika ia mengenali sosok yang berdiri di depan jendela rumahnya. Sontak, ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya ketika menemukan Lucas yang telah menatapnya dengan tajam. Ya, sosok yang muncul secara tiba-tiba di hadapannya itu adalah Lucas Morgan! Wajah Lucas terlihat sangat masam. Meskipun jarak mereka terbentang dengan kaca jendela, tetapi Lucas pasti telah mendengar teriakan kagetnya tadi. Apalagi Sienna sempat mengira pria itu adalah makhluk tak kasat mata. “Lu-Lucas? Kenapa dia ….” Sebelum Sienna sempat menemukan jawaban atas kebingungannya, Lucas telah memberikan isyarat kepadanya untuk membuka pintu rumahnya tersebut dengan acungan telunjuknya. Dengan wajah yang terlihat linglung, Sienna pun membuka pintu rumahnya. Akan tetapi, gadis itu menutup pintu rumahnya dengan cepat agar pria itu tidak bisa melihat keadaan di dalam rumahnya. “Lucas, bukannya tadi kamu sudah pulang? Kenapa—” Belum selesai Sienna menginterogasinya
“Apa-apaan ini? Apa ini masih bisa disebut rumah?” gumam Lucas dengan wajah syok. Ia melihat beberapa baju kotor yang berserakan di salah satu sudut ruangan. Lucas benar-benar tidak habis pikir kenapa gadis itu bisa betah tinggal di tempat seperti ini. Namun, Lucas mengesampingkan kekagetannya untuk sementara waktu. Ia pun membaringkan gadis itu di atas satu-satunya tempat yang bisa dijadikan tempat pembaringan, yaitu sofa butut yang biasa digunakan oleh Sienna. Setelah membaringkan gadis itu, Lucas kembali mengedarkan pandangannya dan bergumam di dalam hati, 'Apa ini benar-benar tempat tinggal seorang manusia?' Pria itu menghela napas panjang. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan keadaan rumah yang tidak terurus tersebut. "Pantas saja dia tidak memperbolehkanku masuk. Ternyata ...." Bukan hanya ukurannya yang sempit, tetapi rumah tersebut juga sangat kacau! Bahkan menurutnya, kandang anjing golden retriever yang dipelihara oleh keluarga Morgan saja lebih bag
Kevin melambaikan tangannya di hadapan Lucas yang termenung. “Hei, kenapa kamu malah diam?” Lucas pun mengembuskan napasnya dengan kasar. “Kalau aku bilang tidak, apa kamu percaya?” Suara tawa kecil pun meluncur dari bibir Kevin. “Tentu saja tidak. Kalau kamu tidak menyukainya, tidak mugkin kamu akan serepot dan sekhawatir ini, Lucas. Apalagi sampai memanggilku yang seorang dokter bedah umum ini sampai datang untuk menangani kasus kecil seperti ini. Kalau bukan suka, jadi apa namanya?” ledeknya. Lucas berdecak malas. "Lagian kamu juga bukan direpotkan satu dua kali ini saja, bukan? Kenapa kamu sampai curiga seperti itu?" timpalnya. “Kan ini beda case, Lucas. Kalau kamu minta aku mengobatimu meskipun aku bukan dokter umum, tapi aku masih bisa menerimanya. Tapi, ini kamu memintaku untuk mengobati sekretarismu. Sejak kapan seorang atasan juga memperhatikan kesehatan karyawannya sampai harus turun tangan sendiri, hm? Kamu kira aku bodoh tidak bisa membedakannya?” Celotehan yang bergu