Beranda / Romansa / Kekasih Bayaran / Serupa tapi Berbeda

Share

Serupa tapi Berbeda

Penulis: Red Ruby
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-18 21:28:22

Mulut Irish terbuka lalu tertutup. Namun suaranya tak kunjung keluar. Ia tak menemukan alasan untuk menjawab hardikan putra kedua dari Nyonya Wina itu.

"Dengar, Thea, berhenti memberi pengaruh buruk pada kakakku! Tidak cukup bagimu telah membuatnya buta? Kau belum puas?"

Irish terhenyak. Entah ia harus lega atau kesal menghadapi amarah Arthur. Kata-kata tak menyenangkan baru saja jelas untuk Thea. Dan Irish harus bersabar karena pria itu belumlah selesai.

"Kau melakukan semua ini agar aku cemburu, bukan? Lupakan saja, hubungan kita sudah selesai saat itu. Jadi jangan ganggu hidup kakakku lagi!"

Tangan Arthur mengepal tepat di samping wajah Irish yang masih berdiri bersandar. Irish menatap mata Arthur lekat. Meski bibirnya berujar kemarahan, sorot matanya mengatakan hal lain.

"Sudah selesai? Bisakah aku membuat coklat panas untuk Darren sekarang?" tanya Irish.

Pertanyaan polos yang Irish lontarkan meluruhkan emosi Arthur. Pria itu mematung dan membiarkan Irish pergi melenggang menuju dapur. Arthur memicingkan mata, respon Irish baru saja di luar perkiraannya.

Satu jam berlalu. Sepeninggal Arthur ke kantor, Irish menemani Darren yang ingin berjalan-jalan di halaman belakang mansion. Dua orang yang seharusnya asing, kini melangkah bersama layaknya sepasang kekasih.

"Sayang, bagaimana kabar Om Hans?" Darren tiba-tiba bertanya kala mereka duduk di kursi yang terbuat dari akar. Di depan mereka tampak panorama pegunungan cantik. Ditambah pemandangan hutan kecil di sekitarnya.

"Err, Om Hans? Om Hans baik," jawab Irish sekenanya. Dalam hati ia berencana meminta info lebih lengkap mengenai Thea pada Nyonya Wina setelah ini. Pekerjaannya kini bisa dikatakan adalah berbohong dan Irish tidak menyukainya.

"Syukurlah, aku harap bisa menemui beliau lagi." Darren tersenyum kecil.

"Kenapa?" Irish menoleh.

"Sewaktu melamarmu aku belum ijin padanya. Bagaimana mungkin aku menikahimu tanpa meminta ijin pada ayahmu, Thea?" Darren balik bertanya.

Bibir Irish membentuk huruf O. Ia merasa konyol. Beruntung Darren tak bisa melihat ekspresinya saat ini. Jika tidak tentu ia tak sanggup meneruskan perannya.

"Thea ...," sebut Darren. Tangganya menggapai milik Irish.

"Iya, Darren?"

"Sejak datang, aku merasa ada yang berbeda denganmu. Atau sekedar perasaanku saja?"

"Aku masih Thea yang sama, tidak ada yang berubah. Jangan berpikiran aneh-aneh," ujar Irish diiringi tawa canggung.

Sebagai respon, Darren mengubah posisi duduk menjadi menghadapi Irish. Wanita di sampingnya melakukan hal yang sama. Mereka akan saling tatap andai mata Darren baik-baik saja.

Irish biarkan tangan Darren meraba wajahnya seperti kemarin. Mungkin pria itu hanya ingin meyakinkan diri sekali lagi. Hingga tanpa diduga, Darren mendekatkan wajahnya.

Bagaikan adegan slow motion, Irish bisa melihat detik-detik sebelum bibir mereka bertemu. Seharusnya ia melawan atau menghindar. Tapi bak terhipnotis, tubuhnya kaku.

Darren tersenyum setelah memberi kecupan singkat. Kecupan yang bagi Irish adalah ciuman pertama. Irish ingin marah tapi tidak bisa. Kalau saja bukan demi Nora, ia sudahi kontrak kerjanya dengan ibunda Darren hari ini juga.

"Tidak ada aroma nikotin, aku senang akhirnya kamu berhenti merokok," ucap Darren seraya merengkuh bahu wanita itu.

'Rokok? Hm, seperti apa karakter Thea ini sebenarnya?' Lagi-lagi Irish cuma bisa bermonolog dalam hati.

**

Petang tiba.

"Di mana Darren, Thea?" Nyonya muncul dari arah ruang tengah ketika Irish baru keluar dari kamar Darren. Ia memandang nyonya besar itu, rasanya belum terbiasa dipanggil demikian saat berdua saja.

"Darren sedang beristirahat di kamarnya," jawab Irish sopan.

"Ohh." Nyonya Wina manggut-manggut. "Kamu bisa temani saya?"

"Ke mana, Tante?"

"Membeli beberapa buah, besok pagi saya ada tamu."

Irish mengangguk mengiyakan. Dua hari mengenal Nyonya Wina, ia mengetahui jika tak semua pekerjaan akan diserahkan pada pelayan. Wanita konglomerat itu juga tak segan berjibaku memasak untuk kedua putranya. Hanya saja sejak kemarin ia tidak melihat ayah dari Darren dan Arthur. Tidak ada pula yang membahasnya.

Mereka bersiap menuju mobil ketika sebuah panggilan memasuki ponsel mahal Nyonya Wina. Dengan segera fokus wanita itu terpecah. Sekian menit Irish menunggu, hingga Arthur muncul dari ambang pintu.

"Arthur, temani Thea belanja. Ada yang harus bunda urus sekarang juga," ujar Nyonya Wina setelah menjeda panggilan.

Arthur mengangguk dengan wajah datar. Sedangkan Irish menggigit bibir. Berdua saja dengan Arthur rasanya bukan ide yang baik. Teringat bagaimana tingkah menyebalkan pria itu tadi malam, juga tadi pagi.

"Beri aku sepuluh menit," ucapnya tanpa ekspresi pada Irish.

Dua puluh menit kemudian mereka telah duduk bersama di dalam mobil produksi California milik Arthur. Jika Nyonya Wina menggunakan supir, pria ini memilih menyetir sendiri. Tidak ada percakapan. Arthur menyetel musik era sembilan puluhan demi mengisi ruang hening di antara keduanya.

Irish mengamati panorama di luar mobil. Langit hampir gelap. Ekor matanya menangkap aksesoris yang menggantung di spion tengah. Hiasan berupa bunga hydrangea. Tangan Irish terulur untuk menyentuhnya.

"Jangan sentuh!" larang Arthur tanpa menoleh sedikitpun.

Garis bibir Irish menurun. Ia tidak tahu kenapa mood pria ini selalu buruk.

Mobil hitam itu berbelok pada pusat perbelanjaan besar. Begitu turun, mereka langsung menuju area buah di lantai dasar. Irish melihat ke sana kemari lalu memandang Arthur yang telah mendorong troli belanja.

"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Arthur.

"Buah apa saja yang harus kubeli?" Irish baru menyadari Nyonya Wina tak memberikan pesan apapun setelah menerima telepon dan juga ia lupa bertanya.

"Kau bercanda?" Arthur tampak mulai kesal. Pekerjaan di kantor tadi sudah cukup membuatnya penat.

Irish menggeleng. Arthur memandangnya sesaat sebelum menelepon sang ibu.

Sembari menunggu, Irish berkeliling. Langkah kaki dengan sepatu flatnya mendekati etalase berisi buah import. Ia mengambil apel fuji berwarna pink segar. Itu adalah buah favorit Nora, meski ia tak selalu bisa memberikan. Dua hari ini ia merindukan adik perempuannya itu.

Dari arah samping, langkah kecil melesat cepat. Menabrak Irish dan detik berikutnya terdengar benda jatuh, pecah.

Krakk.

Refleks Irish menoleh, terlihat gadis kecil kisaran delapan tahun memandangi satu pack telur ayam yang sebagian besar telah pecah di lantai. Gadis dengan kaos bergambar karakter kartun itu lalu menatap Irish takut-takut.

"Maaf, Tante ...," ucap gadis itu.

"Tidak apa-apa, Cantik. Dengan siapa kamu ke sini?" Irish membungkuk agar tinggi mereka sejajar.

"Mama," ujar gadis itu lagi pada wanita muda yang kini tergopoh menghampiri mereka.

"Salsa, astaga! Apa ini? Mama 'kan sudah bilang jangan bawa telurnya sambil lari-lari. Mbak, kena ya?" Si ibu memperhatikan pakaian Irish.

"Sedikit, Salsa juga sudah minta maaf," ujar Irish sambil tersenyum.

Ibu si gadis kecil meminta maaf lalu menawarkan uang untuk biaya laundry tapi Irish dengan halus menolak. Setelahnya, wanita itu menuju toilet guna membersihkan sedikit noda telur yang menempel pada atasan denimnya.

Sibuk dengan urusannya di depan kaca westafel, membuat Irish tidak fokus pada area toilet. Ia terkesiap tatkala tepukan pelan menyentuh pundaknya.

"Irish?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kekasih Bayaran   Menemukanmu

    Arthur menatap sekeliling ruangan dengan cemas. Setiap sudut ruangan penuh dengan penjaga yang mengenakan pakaian serba hitam, terlihat garang dan siap untuk mencegah siapa pun yang mencoba mengganggu jalannya acara. Di luar, Arthur bisa merasakan suasana yang sama menindas. Ruangan yang luas ini terasa lebih seperti penjara, tempat di mana siapa pun yang hadir hanyalah barang yang bisa diperdagangkan.Di atas panggung, Irish berdiri dengan tatapan kosong, seolah tak menyadari apapun yang terjadi di sekitarnya. Arthur menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi. Ia tahu betul bahwa untuk bisa membawa Irish pergi, ia harus mematuhi aturan yang ada. Tidak ada jalan lain.Tiba-tiba, suara host terdengar lagi, memecah ketegangan di dalam ruangan."Saudara-saudara, mari kita mulai pelelangan ini. Yang pertama, harga pembukaan untuk produk kita malam ini adalah lima puluh juta," katanya sambil menunjukkan papan angka 5 yang diangkat oleh seorang pria gemuk dengan kepala botak. Arthur menger

  • Kekasih Bayaran   Undangan & Misi Penyelamatan

    Beberapa hari berlalu sejak percakapan dengan ibunya, dan Arthur masih terjebak dalam kebingungannya. Malam itu, ia duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer yang gelap. Pikirannya berkecamuk tentang Irish, dan ia merasa semakin putus asa. Semua petunjuk yang ia dapatkan berujung buntu. Saat hendak menutup laptopnya, sebuah notifikasi email muncul di layar. Nama pengirimnya kosong, hanya sebuah alamat email yang tak dikenalnya. Arthur ragu sejenak, namun rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia membuka email itu. Undangan Privé - Mister BDi dalam email tersebut, terdapat sebuah pesan singkat dan sebuah lampiran berupa gambar undangan. "Tuan Arthur, kami mengundang Anda untuk hadir dalam acara eksklusif yang akan diselenggarakan oleh Tuan Bastian. Acara ini hanya untuk tamu terpilih. Harap hadir sesuai petunjuk di bawah ini. Acara akan berlangsung pada 24 Januari, 19:00 WIB."Lampiran yang disertakan menunjukkan undangan elegan dengan kode rahasia yang tertulis di sudut

  • Kekasih Bayaran   Pernikahan Darren

    Arthur melangkah mondar-mandir di dalam ruangan di kantornya. Sudah seminggu lebih sejak Irish menghilang, dan setiap harinya terasa seperti siksaan. Ia menatap ponselnya dengan putus asa, berharap ada pesan atau panggilan yang datang dari Irish, tetapi harapan itu selalu berakhir dengan kekecewaan. "Aku seharusnya menjagamu… Aku seharusnya tahu ada sesuatu yang salah," bisiknya, suaranya parau penuh penyesalan. Arthur mengepalkan tangannya, memukul meja di depannya hingga beberapa barang terjatuh. Kenangan bersama Irish terlintas di benaknya—Irish yang selalu ceria meskipun menghadapi banyak kesulitan. Irish yang, tanpa ia sadari, telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. "Dimana kamu sekarang?" Arthur menggumam pelan, tatapannya kosong. Hari-harinya terus berlalu dengan hampa. Semua yang dulu berarti baginya terasa tak penting lagi. Arthur, yang dikenal sebagai pria tangguh dan penuh percaya diri, kini berubah menjadi seseorang yang hampir tak dikenali. Malamnya.Ballro

  • Kekasih Bayaran   Target yang Keliru

    Irish berjalan tanpa arah, hanya mengikuti instingnya yang ingin menjauh sejauh mungkin dari apartemen tempat ia dikurung. Dengan perasaan cemas dan tanpa membawa ponsel maupun uang, ia merasa semakin terasing di tengah keramaian kota. Langkah-langkahnya mulai melambat seiring rasa lelah yang menjalar di seluruh tubuh. Setelah beberapa saat, ia menemukan sebuah halte kecil di pinggir jalan. Area itu tidak terlalu ramai—hanya sesekali sebuah kendaraan melintas. Irish duduk di bangku halte, mencoba mengatur napasnya yang memburu. Keringat dingin membasahi dahinya, sementara pikirannya dipenuhi kebingungan tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tanpa ia sadari, sejak beberapa menit lalu, sebuah van hitam telah membuntutinya dari kejauhan. Di dalam kendaraan itu, Pedro duduk di kursi belakang dengan tatapan tajam. Sosok pria berperawakan besar dan berwajah dingin itu tampak puas melihat Irish akhirnya berhenti di tempat sepi. “Kau yakin itu dia?” tanya salah satu anak buahny

  • Kekasih Bayaran   Nyaris Ditemukan

    Irish membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur sejenak sebelum akhirnya bisa melihat dengan jelas sekelilingnya. Kamar bernuansa putih itu tampak sama seperti sebelumnya—bersih, rapi, tanpa satu pun benda yang menunjukkan waktu. Tidak ada jam, tidak ada kalender. Hanya sebuah jendela besar di satu sisi kamar yang membiarkan cahaya matahari masuk, menyinari lantai kayu yang mengkilap. Ia duduk di ranjang, memijit pelipisnya, mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Sudah berapa lama ia berada di tempat ini? Tiga hari? Satu minggu? Ia tak tahu. Setiap hari terasa sama—bangun, makan, menatap keluar jendela, dan berharap ada sesuatu yang berubah. Dengan langkah pelan, Irish bangkit dari ranjang dan berjalan menuju jendela. Dari sana, ia bisa melihat pemandangan kota yang ramai—gedung-gedung tinggi menjulang, mobil-mobil berlalu lalang, dan orang-orang yang berjalan terburu-buru di trotoar. Semuanya tampak normal, seolah ia hanyalah bagian kecil dari dunia yang bergerak tanpa

  • Kekasih Bayaran   Identitas yang Sebenarnya

    Malamnya, Arthur tidak bisa tidur. Pikirannya terus dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Sikap ‘Irish’ yang semakin aneh membuatnya resah, terlebih ucapan dingin wanita itu di balkon tadi malam. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan wanita itu—sesuatu yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dengan langkah hati-hati, Arthur berjalan menyusuri koridor menuju kamar Thea. Lampu-lampu di mansion redup, hanya diterangi cahaya bulan yang menembus jendela besar di ujung lorong. Arthur berhenti di depan kamar Thea. Pintu kamar itu tertutup, tetapi samar-samar ia mendengar suara seseorang berbicara di dalam. Arthur mendekat, menempelkan telinganya ke pintu. Suara itu milik Thea. Awalnya terdengar samar, tetapi kemudian ia bisa menangkap kata-kata yang diucapkan dengan jelas. “Alann, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir,” suara Thea terdengar tenang, tetapi Arthur bisa menangkap nada ketidaksabaran di dalamnya. “Aku tahu apa yang kulakukan.” Arthur menahan napas. Na

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status