Home / Romansa / Kekasih Bayaran / Gunjingan Pelayan

Share

Gunjingan Pelayan

Author: Red Ruby
last update Last Updated: 2024-05-18 21:24:42

Keheningan segera tercipta seusai Darren berbicara. Bahkan tiga pelayan di ruangan tersebut saling lirik dalam diam. Pria itu masih menunggu dengan pandangan lurus ke depan.

"Sekali-kali aku ingin mencoba udang, Darren. Tenang saja, aku sudah minum pil anti alergi," alih Irish dan Nyonya Wina mengangguk penuh kelegaan.

"Jaga kesehatan, Sayang. Jangan membuatku khawatir," ujar Darren sembari tersenyum manis.

"Tentu." Irish mengangguk kecil lalu menunduk. Wajah tampan dan senyum mempesona pria itu, paduan yang mampu membuat pipinya memanas.

Nyonya Wina memulai aktifitas makannya tanpa berkomentar. Sedangkan Irish masih mengamati bagaimana Darren makan. Nyatanya tingkah pria itu normal, ia bisa makan tanpa bantuan.

Malam pertama di mansion megah, Irish mendapat kamar cukup luas di lantai dua. Satu koridor dengan beberapa kamar lain. Pelayan berwajah teduh mengantarnya hingga di depan pintu.

"Jika Nona butuh sesuatu, jangan sungkan untuk memanggil saya."

"Baiklah. Siapa namamu?" Irish bertanya pada wanita yang tampak sebaya dengannya.

"Julie, Nona."

"Terima kasih, Julie," ucap Irish. Ia bahkan melambaikan tangan saat pelayan itu undur diri.

Tak perlu menunggu waktu lama, Irish masuk kamar dan langsung mengunci pintu dari dalam. Tawaran Nyonya Wina dan semua fasilitas mewah ini seperti mimpi. Tadi malam ia masih tidur di kontrakan sempit dengan satu kamar. Kini di depannya terpampang nyata ranjang nyaman queen size.

Seakan belum cukup, di lemari yang lebih tepat disebut ruangan terdapat jejeran dress cantik berwarna pastel. Persis seperti warna favoritnya. Irish dibuat kagum karena semua dress juga berpasangan dengan sepatu dan tas yang tampak mahal.

'Kapan Nyonya Wina menyiapkan semua ini? Ataukah kamar ini milik seseorang sebelumnya? Theana yang asli?' Irish membatin.

Di tengah asyiknya menikmati kamar baru, Irish teringat akan sesuatu. Clutch putih yang berisi ponsel tidak ada bersamanya. Wanita itu cepat-cepat keluar kamar, hendak menanyakan keberadaan tas pada pelayan.

Suasana mansion begitu senyap. Ditambah pencahayaan di lantai dua dibuat agak redup. Tak ingin membuat keributan, Irish berjalan mengendap. Beruntung belum lama berjalan terdengar percakapan dua orang pelayan di salah satu ruangan yang pintunya setengah terbuka.

Irish hendak mengetuk. Namun pembicaraan dua orang itu membuatnya terdiam.

"Jadi wanita itu benar Nona Theana, calon istri Tuan Darren? Bukannya dia sudah meninggal?"

"Kau tidak dengar tadi Nyonya besar mengatakan itu salah paham. Nona Thea masih hidup dan selama ini berada di luar negeri."

"Oh, begitu. Tapi apa kau tidak merasa aneh. Dulu Nyonya besar sangat membenci Nona Thea, bukan? Tapi kenapa sekarang berbeda?"

"Tidak tahu. Menurutku Nona Thea juga aneh. Dia menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Tadi dia bahkan menanyakan namaku."

"Benarkah? Nona Thea yang kutahu sangat sombong. Dengar-dengar dia juga sempat ada hubungan dengan Tuan Arthur sebelum bersama Tuan Darren. Maniak." Terdengar tawa tertahan setelahnya.

'Siapa Arthur?' tanya Irish dalam hati.

"Ssssttt, pelankan suaramu! Jangan sampai ada yang mendengarnya. Bisa habis kita nanti."

Irish tidak tahu jika dua orang itu akan keluar dari ruangan. Para pelayan juga terkejut tatkala mendapati orang yang mereka bicarakan sedang berdiri di depan pintu.

"N-nona Thea ... Anda di sini?" Julie gelagapan. Pelayan lain di sampingnya juga tak kalah panik. Tangannya yang membawa lipatan selimut dan sprai sedikit gemetar.

"Ehm, iya. Ada yang melihat tas putih kecil yang tadi saya bawa?" Irish mencoba fokus pada tujuannya.

"Kami tidak melihatnya, Nona," ujar pelayan tanpa nama setelah saling sikut dengan Julie.

"Tapi kami akan mencarinya sekarang juga. Nona tunggu saja di kamar. Kami permisi," ujar Julie yang kemudian berlalu bersama si rekan.

Beragam tanda tanya muncul di benak Irish. Ia mencoba tak peduli dan beranjak tidur. Wanita itu merebahkan diri di ranjang empuk usai mengganti pakaiannya. Tak lama berselang, sebuah ketukan mengurungkan niat Irish untuk memejamkan mata.

Irish yang mengira pelayan datang membawa clutch-nya, tanpa ragu membuka pintu. Namun yang datang bukanlah Julie maupun pelayan lain. Melainkan sosok pria tinggi berwajah tegas dengan senyum aneh.

"Kudengar calon kakak iparku datang. Ternyata benar kamu ada di sini, Sweetheart." Pria itu berusaha mengecup pipi tak bercela milik Irish, tapi secepat kilat ia menghindar.

"Jangan menggangguku!" Irish mundur dan hendak menutup pintu. Namun orang tak dikenal itu menahan dengan satu tangan dan juga kaki. Entah bagaimana Irish bisa mencium aroma aneh. Semacam alkohol.

"Kamu tidak mengenalku? Benar begitu?" Si pria terkekeh. Tangannya dengan berani menarik Irish agar keluar dari kamar.

Irish ingin berteriak jika saja pelayan tidak muncul dan menenangkan pria itu.

"Tuan Arthur, kamar Anda ada di sebelah sana. Mari saya antar." Pelayan hendak memapah.

"Lepaskan, aku bisa jalan sendiri!" Arthur menghalau tangan si pelayan dan berjalan menjauh dengan terhuyung.

"Maaf Nona, Tuan Arthur sedang mabuk. Silahkan Nona beristirahat kembali." Pelayan muda sedikit membungkuk sebelum meninggalkan Irish sendiri dalam kebingungan.

**

Esok paginya kala sarapan, mereka bertemu lagi. Arthur yang semalam ingin menggodanya kini memberi tatapan tajam. Irish menatapnya sekilas lalu berpura-pura sibuk membantu Darren mengambil roti panggang madu.

'Kenapa dia melihatku seperti itu? Memangnya ada yang aneh dengan wajahku? Apa orang itu yang semalam dua pelayan bicarakan? Untuk apa aku peduli, Mudah-mudahan dia tidak mengganguku lagi,' racau Irish dalam hati.

"Arthur, pukul berapa kamu pulang semalam?" Nyonya Wina berbicara sambil menyantap apel kukus, menu sarapan kesukaannya.

"Entahlah," jawab Arthur. Pria muda itu mengedikkan bahu, cenderung tak peduli.

"Party hampir setiap hari, tidak datang ke kantor. Kamu ingin tekanan darah bunda naik atau bagaimana?"

Kali ini Arthur tak menjawab. Ia lebih asyik menikmati roti panggang alpukat yang baru pelayan sajikan. Di sisi lain meja, Darren tersenyum.

"Arthur masih muda, Bunda. Biarkan saja dia main sebentar. Akan ada saatnya dia lebih bertanggungjawab pada perusahaan," bela Darren pada adik semata wayangnya itu.

"Kak Darren yang terbaik." Arthur kegirangan.

"Jika kamu terus membelanya, Arthur akan semakin manja, Darren," ujar Nyonya Wina gemas.

Irish memasang mode senyap menghadapi drama keluarga itu. Ia lebih sibuk mempersiapkan diri untuk agenda hari kedua menjadi Theana.

Namun siapa sangka Arthur akan menghampirinya begitu Irish berjalan sendirian menuju dapur. Sedianya, wanita itu akan membuat coklat panas untuk Darren.

"Tunggu, kita harus bicara." Arthur menghadang langkah Irish dan menunjukkan ekspresi tidak ramah.

"Tapi aku harus membuat coklat untuk Darren," kilah Irish. Wanita dengan setelan mocca itu mencari jalan tapi Arthur kian memaksanya mundur hingga punggungnya bertemu dinding.

"Jangan berpura-pura lagi. Katakan apa tujuanmu datang kemari! Mungkin kau bisa menipu Kak Darren. Tapi caramu tidak mempan untukku!" hardik Arthur.

Netra Irish membulat. Pria di depannya terlihat marah. Mungkinkah penyamarannya telah terbongkar? Tapi bagaimana bisa?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Bayaran   Menemukanmu

    Arthur menatap sekeliling ruangan dengan cemas. Setiap sudut ruangan penuh dengan penjaga yang mengenakan pakaian serba hitam, terlihat garang dan siap untuk mencegah siapa pun yang mencoba mengganggu jalannya acara. Di luar, Arthur bisa merasakan suasana yang sama menindas. Ruangan yang luas ini terasa lebih seperti penjara, tempat di mana siapa pun yang hadir hanyalah barang yang bisa diperdagangkan.Di atas panggung, Irish berdiri dengan tatapan kosong, seolah tak menyadari apapun yang terjadi di sekitarnya. Arthur menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi. Ia tahu betul bahwa untuk bisa membawa Irish pergi, ia harus mematuhi aturan yang ada. Tidak ada jalan lain.Tiba-tiba, suara host terdengar lagi, memecah ketegangan di dalam ruangan."Saudara-saudara, mari kita mulai pelelangan ini. Yang pertama, harga pembukaan untuk produk kita malam ini adalah lima puluh juta," katanya sambil menunjukkan papan angka 5 yang diangkat oleh seorang pria gemuk dengan kepala botak. Arthur menger

  • Kekasih Bayaran   Undangan & Misi Penyelamatan

    Beberapa hari berlalu sejak percakapan dengan ibunya, dan Arthur masih terjebak dalam kebingungannya. Malam itu, ia duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer yang gelap. Pikirannya berkecamuk tentang Irish, dan ia merasa semakin putus asa. Semua petunjuk yang ia dapatkan berujung buntu. Saat hendak menutup laptopnya, sebuah notifikasi email muncul di layar. Nama pengirimnya kosong, hanya sebuah alamat email yang tak dikenalnya. Arthur ragu sejenak, namun rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia membuka email itu. Undangan Privé - Mister BDi dalam email tersebut, terdapat sebuah pesan singkat dan sebuah lampiran berupa gambar undangan. "Tuan Arthur, kami mengundang Anda untuk hadir dalam acara eksklusif yang akan diselenggarakan oleh Tuan Bastian. Acara ini hanya untuk tamu terpilih. Harap hadir sesuai petunjuk di bawah ini. Acara akan berlangsung pada 24 Januari, 19:00 WIB."Lampiran yang disertakan menunjukkan undangan elegan dengan kode rahasia yang tertulis di sudut

  • Kekasih Bayaran   Pernikahan Darren

    Arthur melangkah mondar-mandir di dalam ruangan di kantornya. Sudah seminggu lebih sejak Irish menghilang, dan setiap harinya terasa seperti siksaan. Ia menatap ponselnya dengan putus asa, berharap ada pesan atau panggilan yang datang dari Irish, tetapi harapan itu selalu berakhir dengan kekecewaan. "Aku seharusnya menjagamu… Aku seharusnya tahu ada sesuatu yang salah," bisiknya, suaranya parau penuh penyesalan. Arthur mengepalkan tangannya, memukul meja di depannya hingga beberapa barang terjatuh. Kenangan bersama Irish terlintas di benaknya—Irish yang selalu ceria meskipun menghadapi banyak kesulitan. Irish yang, tanpa ia sadari, telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. "Dimana kamu sekarang?" Arthur menggumam pelan, tatapannya kosong. Hari-harinya terus berlalu dengan hampa. Semua yang dulu berarti baginya terasa tak penting lagi. Arthur, yang dikenal sebagai pria tangguh dan penuh percaya diri, kini berubah menjadi seseorang yang hampir tak dikenali. Malamnya.Ballro

  • Kekasih Bayaran   Target yang Keliru

    Irish berjalan tanpa arah, hanya mengikuti instingnya yang ingin menjauh sejauh mungkin dari apartemen tempat ia dikurung. Dengan perasaan cemas dan tanpa membawa ponsel maupun uang, ia merasa semakin terasing di tengah keramaian kota. Langkah-langkahnya mulai melambat seiring rasa lelah yang menjalar di seluruh tubuh. Setelah beberapa saat, ia menemukan sebuah halte kecil di pinggir jalan. Area itu tidak terlalu ramai—hanya sesekali sebuah kendaraan melintas. Irish duduk di bangku halte, mencoba mengatur napasnya yang memburu. Keringat dingin membasahi dahinya, sementara pikirannya dipenuhi kebingungan tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tanpa ia sadari, sejak beberapa menit lalu, sebuah van hitam telah membuntutinya dari kejauhan. Di dalam kendaraan itu, Pedro duduk di kursi belakang dengan tatapan tajam. Sosok pria berperawakan besar dan berwajah dingin itu tampak puas melihat Irish akhirnya berhenti di tempat sepi. “Kau yakin itu dia?” tanya salah satu anak buahny

  • Kekasih Bayaran   Nyaris Ditemukan

    Irish membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur sejenak sebelum akhirnya bisa melihat dengan jelas sekelilingnya. Kamar bernuansa putih itu tampak sama seperti sebelumnya—bersih, rapi, tanpa satu pun benda yang menunjukkan waktu. Tidak ada jam, tidak ada kalender. Hanya sebuah jendela besar di satu sisi kamar yang membiarkan cahaya matahari masuk, menyinari lantai kayu yang mengkilap. Ia duduk di ranjang, memijit pelipisnya, mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Sudah berapa lama ia berada di tempat ini? Tiga hari? Satu minggu? Ia tak tahu. Setiap hari terasa sama—bangun, makan, menatap keluar jendela, dan berharap ada sesuatu yang berubah. Dengan langkah pelan, Irish bangkit dari ranjang dan berjalan menuju jendela. Dari sana, ia bisa melihat pemandangan kota yang ramai—gedung-gedung tinggi menjulang, mobil-mobil berlalu lalang, dan orang-orang yang berjalan terburu-buru di trotoar. Semuanya tampak normal, seolah ia hanyalah bagian kecil dari dunia yang bergerak tanpa

  • Kekasih Bayaran   Identitas yang Sebenarnya

    Malamnya, Arthur tidak bisa tidur. Pikirannya terus dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Sikap ‘Irish’ yang semakin aneh membuatnya resah, terlebih ucapan dingin wanita itu di balkon tadi malam. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan wanita itu—sesuatu yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dengan langkah hati-hati, Arthur berjalan menyusuri koridor menuju kamar Thea. Lampu-lampu di mansion redup, hanya diterangi cahaya bulan yang menembus jendela besar di ujung lorong. Arthur berhenti di depan kamar Thea. Pintu kamar itu tertutup, tetapi samar-samar ia mendengar suara seseorang berbicara di dalam. Arthur mendekat, menempelkan telinganya ke pintu. Suara itu milik Thea. Awalnya terdengar samar, tetapi kemudian ia bisa menangkap kata-kata yang diucapkan dengan jelas. “Alann, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir,” suara Thea terdengar tenang, tetapi Arthur bisa menangkap nada ketidaksabaran di dalamnya. “Aku tahu apa yang kulakukan.” Arthur menahan napas. Na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status