"Ya ... Ya, Edward. Semua baik-baik saja, terima kasih. Aku ... Ee, kami hanya sedang membahas masalah .... " ucapan Eowyn yang tersendat akibat gugup langsung dipotong dengan kasar oleh Nathan.
"Sebaiknya kau segera menyingkir, sobat. Ini menyangkut masalah antara aku dengan kekasihku dan tidak ada hubungannya sama sekali denganmu. Jadi silakan kau tinggalkan kami berdua sekarang juga," kata Nathan memasang mimik kesal karena Edward sudah berani menyela ucapannya.
Bertepatan saat itu lantunan musik pun berhenti, para tamu langsung menepi dan mencari tempat untuk beristirahat sejenak sebelum musik kedua dimainkan.
"Ini akan menjadi masalahku jika kau membuat Eowyn merasa tidak nyaman. Aku juga bisa melaporkanmu dengan kasus kekerasan verbal. Sebaiknya jaga sikapmu dan nikmati saja pesta ini. Diego tidak akan tinggal diam jika ada orang yang merusak pestanya. dan aku jamin kau akan segera dicoret dari daftar pesta sosialita manapun jika kau berani melakukannya," Edward berkata dengan suara rendah sambil tersenyum ramah ke arah Nathan, tidak ingin ucapannya sampai menarik perhatian para tamu yang hadir.
Kemudian Edward menepuk-nepuk pelan punggung Nathan seakan memberi pria itu semangat dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Eowyn dengan maksud memberi wanita itu dukungan lalu dengan langkah ringan meninggalkan mereka berdua.
Tindakannya itu tentu saja berhasil mengecoh orang-orang yang mengira mereka adalah dua sahabat yang sedang mengobrol.
Kini tinggal mereka berdua, Eowyn memberanikan diri menatap wajah Nathan sambil berusaha menenangkan debaran jantungnya.
Saat ini mereka berdua duduk di sofa mewah bergaya mediterania. Nathan duduk disebelahnya. Sambil berbicara Nathan menyentuh ringan bahu Eowyn.
Eowyn berusaha menjaga mimik wajahnya agar terlihat biasa saja karena Eowyn tak ingin Nathan sampai mengendus rasa takutnya, atau pria itu akan mulai menyerang diri Eowyn dengan ucapan-ucapan kasar yang selalu berhasil menjatuhkan mentalnya.
"Jika malam ini kau tak menginap di tempatku, jangan harap kau bisa bekerja di tempat pria brengsek itu lagi. Siapa nama atasanmu yang tukang ikut campur itu? Oya, Edward namanya. Dia pikir dia itu siapa?" dengan wajah mencela Nathan melayangkan pandangannya kearah Edward menghilang tadi.
"Aku jelas tak mungkin menginap ditempatmu, Nathan. Kau tentu tahu itu tidak mungkin. Aku mohon jangan memaksaku karena aku belum siap," suara Eowyn lebih berupa bisikan. Eowyn bahkan menurunkan pandangannya. Ia tak memiliki keberanian untuk menatap kekasihnya itu.
Ada nada takut mewarnai ucapan Eowyn dan Nathan tahu itu, ia tersenyum sinis. sungguh menyenangkan jika kau bisa bermain-main dengan perasaan takut seseorang, pikir Nathan dalam hati.
"Apa aku sedang meminta pendapatmu, Eowyn? Kau tentu mengenal sifatku dengan sangat baik, pernahkah aku menerima penolakan? Dengarkan aku, Eowyn. Aku sudah sangat muak padamu. Jangan berpikir jika kau sangat berharga hingga aku harus menyanjung-nyanjung dirimu," Eowyn masih menunduk. Nathan tak peduli jika perkataannya terdengar kasar. Ia memang sengaja melakukannya.
Eowyn pantas mendapatkannya karena wanita itu selalu menolaknya. Tidak pernah ada seorang wanitapun yang sanggup menolaknya. Malam ini ia akan memaksa Eowyn menuruti kemauannya.
"Coba kau lihat sekelilingmu. Kau sama sekali tak sebanding dengan mereka, Eowyn. Para wanita yang hadir malam ini terlihat sangat memukau. Aku tinggal menjentikkan jariku maka para wanita itu akan memenuhi semua keinginanku. Tapi malam ini aku tak menginginkan mereka semua. Tapi dirimu, Eowyn. Malam ini aku hanya menginginkanmu. Kau dengar itu?" Nathan sengaja berbisik di telinga Eowyn. Nada suaranya pelan membelai daun telinga wanita itu.
Bulu kuduk Eowyn seketika meremang. Ia bisa merasakan nada ancaman terselip dalam setiap kata yang diucapkan Nathan.
"A-aku ... ti .... Maafkan aku, Nathan. Aku ti-tidak bisa," dengan suara tersedak Eowyn berusaha menyelesaikan kalimatnya.
Hatinya menciut. Ia tahu sebentar lagi Nathan akan memuntahkan kemarahannya tapi ia tidak bisa, tidak akan pernah bisa memenuhi keinginan Nathan.
Eowyn mencintai Nathan dengan sangat mendalam. Dari awal perkenalan mereka yang tidak disengaja, Eowyn langsung jatuh cinta pada sosok Nathan yang menawan.
Masih teringat dengan jelas pertemuan pertama mereka diawali dengan kejadian yang memalukan.
Saat itu Eowyn bersama teman kantornya pergi makan siang. Tanpa sengaja ia menubruk seorang pria yang berjalan dari arah berlawanan dan dengan ceroboh menumpahkan hampir seluruh isi jus alpukat yang ia pegang.
Eowyn membelalakan matanya, tidak mempercayai penglihatannya. Jus alpukat yang kental dan lengket itu kini telah berpindah ke baju pria di depannya.
Dengan hati mencelos ia menatap Pria malang itu yang kini sedang memandangi bagian depan kemejanya yang kotor dan lengket. Lalu pria itu kemudian menatap ke arahnya. Terlihat jelas pria itu sedang berusaha menahan amarahnya.
Seketika tubuh Eowyn membeku. Ia tak berani memikirkan kalimat makian terburuk yang akan dilontarkan pria itu.
"Apa yang kau lakukan pada kemejaku?"
Glek...! Eowyn menelan air liurnya yang entah kenapa tiba-tiba terasa pahit. Lututnya gemetar. Ia sedang membayangkan berapa kerugian yang harus ia ganti. Eowyn mengerang dalam hati. Dilihat sepintas kemeja itu sepertinya sanggup menguras isi tabungannya.
"Ma-maafkan a-aku ... Aku sungguh tidak sengaja. A-aku ...." Eowyn tergagap dengan memalukan. Ia buru-buru membersihkan tumpahan jus itu. Tapi Sepertinya hari ini bukanlah hari keberuntungannya. Bukannya terlihat semakin bersih, noda di kemeja pria itu malah semakin menyebar.
Ia bisa merasakan tatapan pria itu menghujam jantungnya. Kenapa ia selalu melakukan hal memalukan di depan pria-pria menawan?!
Ayolah, Eowyn ... Permalukan dirimu lebih dalam lagi, ejek Eowyn pada dirinya sendiri.
"Bisa saja kau dengan sengaja melakukannya. Kau harus membayar semua ini," pria itu memberi isyarat agar Eowyn mengikutinya.
Pria itu melewati meja tempat teman-teman kantor Eowyn duduk. Eowyn melirik ke arah mereka yang jelas-jelas mengabaikan dirinya dan tanpa malu-malu memberikan tatapan memuja ke arah pria itu.
Eowyn mendengus dengan gaya serampangan. Dasar tak tahu malu! Teman-temannya bahkan tidak menyadari noda jus alpukat yang masih menempel di kemeja pria itu. Jelas saja mereka tak melihatnya! Karena mata mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat saja.
"Sekarang aku bertanya padamu. Bagaimana kau membayar semua kesalahanmu ini?" mereka kini duduk berhadapan. Pria itu dengan entengnya menyampirkan kedua lengannya di sandaran kursi berbentuk sofa.
Pria itu menatapku! Eowyn, tentu saja dia menatapmu. Memang begitu seharusnya yang dilakukan seseorang saat berbicara dengan lawan bicaranya. Jangan terlalu berlebihan!
"Aku akan menggantinya. Tolong beritahu ..." pria itu langsung memotong sebelum Eowyn sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Jika yang kau maksud dengan ganti rugi itu adalah membayar dengan uang, aku memberitahumu jika itu sungguh tidak perlu karena aku lebih dari sanggup untuk membeli berapapun kemeja yang aku inginkan. Sampai disini apakah kau sudah mengerti?" pria itu menyunggingkan senyumnya. Seketika Eowyn tersesat dibuatnya. Sungguh, Eowyn ... kau tidak jauh berbeda dibandingkan dengan teman-teman kantormu itu!
Apakah terlalu berlebihan jika aku mengatakan jantungku berdetak lebih cepat tiga kali lipat dari yang semestinya?
"Ya, aku mengerti. Ehm, maksudku aku tak mengerti. Lalu aku harus bagaimana untuk membayar kerugianmu?" tanya Eowyn dengan kening berkerut.
"Jadilah kekasihku selama sebulan penuh. Anggap itu sebagai ganti ruginya," jawab pria itu sambil menyeringai.
"Oke. Eh, maksudku ... Apa?! Kau sudah gila, ya ... menyuruhku menjadi kekasihmu? Kita bahkan tidak saling kenal!" Eowyn ingin mencubit dirinya sendiri. Mungkin ia sedang bermimpi dan berharap bisa segera terbangun.
"Oke kalau begitu. Namaku Nathan dan kau ...? Oke, Eowyn ... nama yang sungguh indah. Sama seperti orangnya. Nah, sekarang kita sudah saling kenal," Nathan tersenyum jenaka ke arah Eowyn. Sejak saat itu mereka menjalin hubungan hingga sampai saat ini.
Betapa ia merindukan manisnya beberapa bulan pertama ketika menjadi kekasih Nathan.
"Aku tidak percaya kau bisa duduk di sampingku dan sibuk melamun, Eowyn. Aku paling tidak suka saat aku berbicara dan kau sibuk dengan pikiranmu sendiri. Kau anggap apa aku ini? Badut?" Eowyn tersentak dari lamunannya dan spontan meminta maaf.
Nathan menarik lengan Eowyn dengan kasar dan menuntunnya kembali ke lantai dansa. Musik kembali mengalun. Eowyn merasakan cengkeraman kuat di pinggangnya. Nathan memeluk pinggang Eowyn lebih erat dari semestinya.
Wajah mereka berdekatan. Eowyn sampai bisa melihat pantulan dirinya di pupil mata kekasihnya itu. Adakah ketulusan yang bisa ia lihat di kedalaman mata pria yang ia cintai?
Tak terasa matanya mulai memanas. Ia ingin Nathan memeluknya dengan penuh kasih, bukan dengan amarah seperti ini.
Ia begitu mencintai Nathan sampai terasa menyesakkan dadanya. Karena hanya orang yang betul-betul kau cintai secara mendalam yang bisa melukaimu sedemikian rupa.
Edward sedang mengamati pasangan yang sedang berdansa. Lagu Endless love mengiringi tiap langkah kaki mereka yang harmoni. Kali ini Edward lebih memilih duduk di kursi tinggi.Tangannya memutar-mutar gelas champagne di atas meja bundar dengan gaya malas-malasan. Padahal Bella begitu berharap Edward akan menggandengnya ke lantai dansa. Mata Edward menangkap sosok Eowyn yang terlihat sedang berdansa dengan kekasihnya. Wanita itu setegang senar gitar didalam pelukan Nathan. Edward mengerutkan keningnya. Memaksa dirinya untuk mengingat sesuatu yang terkunci di dalam ingatannya. Ia berusaha menggali kembali ingatannya yang mengabur. Ini tentu tak lepas dari peranan penting champagne yang lumayan banyak mengisi lambungku, pikir Edward dalam hati. Nathan ... Nama itu terdengar familiar tapi ia sama sekali tak bisa mengingatnya. Yang jelas pria itu bukan kenalannya apalagi rekan bisnisnya. Apa mungkin k
"Nath, A-aku ... " Eowyn kehilangan kata-katanya dan otomatis memandangi Edward untuk meminta pertolongan. " Ada apa dengan dirimu malam ini, Eowyn? Sejak kapan kau menjadi wanita pembangkang. Hei, tolong jauhkan tanganmu dari dia." Nathan melemparkan tatapan peringatan ke arah Edward. "Dengan berat hati aku harus memberitahumu, sobat. Aku yang akan mengantar Eowyn pulang." Dengan entengnya Edward langsung mengabaikan Nathan yang terlihat ingin menyuarakan keberatannya. "Diego, terima kasih karena sudah mengundangku kemari. Aku harus memujimu untuk pesta mewah yang kau selenggarakan malam ini. Aku berharap dalam waktu dekat ini kau akan mengundangku kembali. Kau tentu tahu teman-teman kita selalu penuh antusias menyambut pestamu. Tapi dengan berat hati aku berpamitan padamu karena harus pulang lebih awal." Suara Edward terdengar hangat di telinga Eowyn. Pria itu bisa sangat manis jika diperlukan. Seketika Eowyn menyadari kekasihnya itu sud
Kliik .... Eowyn membuka matanya .... Ia tertegun sejenak, tak menyangka apa yang selanjutnya dilakukan Edward pada dirinya. Eowyn menyangka pria itu menghapus jarak diantara mereka karena ingin menciumnya. Tapi ternyata pria itu hanya ingin membantunya melepas safety belt yang masih terpasang di badannya. Eowyn terdiam, berusaha mengatasi rasa malunya. Ia bersumpah, jika saat ini bumi tempat ia berpijak terbelah .... ia akan dengan senang hati melompat ke dalamnya. Eowyn mengangkat tangannya untuk merapikan rambutnya yang tidak kusut. Gerakan yang didasari rasa malu karena menyadari ia tadi sempat ikut memajukan tubuhnya ke arah pria itu. Ucapan terima kasih yang keluar dari mulut Eowyn hanya berupa bisikan. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah tanpa berani menatap langsung atasannya. "Ada masalah, Eowyn? Aku melihat dari tadi kau sangat gelisah. Apa kau takut kekasihmu itu mendatangimu? Jika kau ingin a
"Maaf, Nath. Aku sudah berjanji pada atasanku untuk sarapan bersamanya besok pagi," Eowyn menahan nafasnya. Menunggu dengan jantung berdebar-debar. Ia yakin sebentar lagi akan mendengar ledakan amarah kekasihnya itu. Nathan tak akan segan-segan mencaci-makinya. Ia hafal betul sifat Nathan. Kekasihnya itu selalu memaksakan kehendaknya pada Eowyn. Dan tiap Eowyn menolaknya, dia akan mengeluarkan kata-kata tajam melebihi belati. "Kau ...." Kemarahan Nathan sudah sampai ubun-ubun. Eowyn sudah berani melawannya. Apa masih belum cukup rasa malu yang harus ia tanggung? Sekarang mereka malah membuat janji temu untuk sarapan bersama di depan hidungnya! "Apa yang kau katakan, Eowyn? Coba katakan sekali lagi. Aku akan menganggap diriku salah dengar jika kau mau menarik kembali kata-katamu barusan. Semakin lama kau semakin membuatku kesal!" Nathan meraung di seberang sana sedangkan Eowyn hanya diam dan menutup matanya pasrah.
Ia mendengar Edward menggeram dan pria itu membalikkan badannya lalu berjalan kembali ke arah Eowyn. Mati aku ! "Jangan memelihara kebiasaan jelek dengan suka mengejek orang di belakang punggungnya. Sekarang coba kau ulangi lagi," Edward mendekatkan wajahnya, menatap lekat-lekat mata Eowyn. Ternyata mata wanita itu sungguh indah, bulu matanya sangat panjang dan lentik. Pupil mata Eowyn yang berwarna coklat muda terlihat membesar saat Edward mendekatkan wajahnya. Bahkan ia bisa melihat pantulan dirinya pada mata wanita itu. "Tutup mulutmu, Eowyn. Tidak sopan membuka mulut di hadapan atasanmu sedangkan kau belum gosok gigi," Edward menarik badannya menjauh dengan tiba-tiba lalu berjalan ke arah pintu ia masuk tadi. Kali ini tanpa menoleh, Edward mengucapkan, "Dua puluh menit waktumu, Eowyn. Aku tunggu kau di Royal Cafe." "Tapi itu tidak cukup, Edward. Aku harus ...." Eowyn mengumpat pelan. Atasannya sudah kebu
Eowyn yakin tatapan bengis Nathan akan terus menghantuinya sepanjang hari. Ia praktis terseok-seok mengikuti langkah Edward saat pria itu menariknya menuju tempat parkir pribadinya. Edward menekan tombol naik pada lift. ketika pintu lift terbuka ia langsung mendorong Eowyn masuk lalu mengeluarkan kartu akses miliknya kemudian menempelkan kartu itu pada platform magnet yang berbentuk persegi panjang. Lift mulai bergerak naik membawa mereka menuju penthouse pria itu. Di dalam lift Edward menjelaskan jika penthousenya memiliki sistem pengamanan yang sangat baik. Tidak ada orang asing yang bisa mencapai pintu depannya tanpa kartu akses miliknya. Edward melirik wanita yang saat ini berada di lift bersamanya ketika menyadari dirinya tidak mendapat tanggapan sama sekali dari lawan bicaranya. Kini ia mengamati wanita itu dengan lebih seksama.Eowyn terlihat berdiri kikuk di sampingnya. Bahu wanita itu terkulai dan hanya bisa menundukkan kepal
Dengan sigap Eowyn memindahkan setiap piring yang berisi makanan ke atas meja. Sekarang meja mereka dipenuhi berbagai jenis makanan enak. Bahkan ada sebagian yang masih dibiarkan di meja troli. "Apa ada tamu lain yang akan ikut sarapan bersama kita, Edward?" Tanya Eowyn sambil memandang ngeri semua makanan yang telah berhasil dipesan Edward. "Hanya ada kita berdua, Eowyn. Memangnya ada yang salah dengan makanan itu. Kenapa kau memandangi mereka seakan mereka itu merupakan makhluk menyeramkan yang siap menerkammu," ejek Edward sambil menarik kursi untuk dirinya sendiri dan tanpa menunggu Eowyn pria itu langsung mengambil piring dan mengisi penuh piringnya dengan nasi goreng vietnam dan ayam goreng kalasan. Wajar saja, Edward terlihat hampir jatuh tersungkur di bawah kakinya karena terlalu lemah akibat telat sarapan. Suatu kalimat ejekan yang tentu saja hanya bisa ia ucapkan didalam hatinya. "Lalu kenapa kau memesan makanan untuk
Entah apa yang merasukinya, Eowyn memilih mempercayai ucapan Nathan karena ia yakin seburuk apapun manusia, pasti ada saatnya kata-katanya bisa dipegang. Ia menyempatkan diri berganti pakaian yang lebih layak dan mengintip penampilannya di cermin. Sekarang ia sudah merasa lebih siap untuk turun ke bawah menemui Nathan. Ia lalu bergegas menutup pintu dan berjalan menuju lift. Di dalam lift Eowyn baru teringat jika ia lupa membawa ponselnya. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri. Sekarang ia merasa bimbang antara berbalik ke apartemen untuk mengambil ponselnya atau membiarkannya saja. Akhirnya ia memutuskan membiarkannya saja. Hari minggu seperti ini jarang ada orang yang meneleponnya untuk urusan penting. Lagipula ia hanya sebentar saja menemui Nathan, pikir Eowyn dalam hati. Suara detingan lift menandakan Eowyn sudah sampai di tempat parkir. Tanpa sadar ia menarik nafas panjang untuk melepaskan ketegangannya sebelu