Share

Mencari Simpati

"Bagaimana bisa dia seenaknya membuat perjanjian seperti ini?" gerutu Naina kala dirinya kembali membaca email dari Bintang. Wanita itu bahkan beberapa kali menggelengkan kepalanya setiap membaca poin-poin yang harus dia patuhi.

"Apa mungkin berita depresinya Bintang itu benar? Lalu, dia kan sering digosipkan dengan banyak wanita, bagaimana mungkin kalau dia tidak percaya yang namanya cinta? Ada-ada aja," gerutu Naina kala teringat kembali dengan segala gosip yang berhubungan dengan aktor tersebut, yang berbanding terbalik dengan sikapnya kepada Naina beberapa menit yang lalu.

"Masa bodo ah, mending aku ke kamar Ayah dulu," Naina pun bangkit menuju tempat ayahnya dirawat meski suasana hatinya saat ini sedang kacau.

Wanita itu juga harus mempersiapkan jawaban jika orang tuanya bertanya tentang biaya rumah sakit yang tiba-tiba lunas.

Begitu sampai di ruang rawat inap tempat ayahnya di rawat, Naina agak tercengang dengan keadaan tempat itu. Saat mata Naina menelisik ke setiap penjuru, rupanya satu ruangan yang berada di tempat tersebut sedang menyaksikan berita pengakuan Bintang pada satu layar televisi yang terpasang di dinding ruang rawat inap itu.

Mata Naina membulat. Langkah kakinya terhenti dan dirinya kini ikut fokus menyaksikan berita tersebut. Naina juga sempat mendengar bisik-bisik pasien lain dan juga keluarganya yang sedang membicarakan berita Bintang.

"Astaga! Untung wajahku dibikin buram. Coba kalau tidak, pasti aku udah dirujak berbagai pertanyaan sama orang-oang ini," gerutu Naina, dan dia segera menghampiri brangkar orang tuanya.

"Kamu darimana aja, Nai? Kok lama?" tanya sang ibu begitu melihat anak gadisnya datang.

"Paling juga lihat Bintang dulu, Bu. Ibu nggak lihat berita kalau Bintang melakukan wawancara di rumah saki ini?" ucap sang Ayah.

"Benar juga. Selama ini, kamu kan mengiidolakan itu anak ya?" sahut ibu lagi. "Kalau Bintang tahu kita di sini, dia masih ingat Ibu nggak yah?"

Naina hanya memanyunkan bibirnya. Sama sekali tidak ada niat untuk menanggapi ucapan Ibunya.

Sama seperti wanita lain, Naina memang mengidolakan aktor tersebut. Terlepas dari hubungan masa lalu mereka, Naina memang mengidolakan aktor tampan tersebut.

Mungkin jika bukan karena hubungan dimasa lalunya, Naina merupakan wanita yang paling bahagia karena bisa sedekat tadi dengan Bintang. Namun sayangnya, bagi Naina, itu hanya mimpi.

"Gimana, Nai? Apa kamu sudah tanya kebagian administrasi?" Ibu kembali melempar pertanyaan, kala mendapati anaknya hanya melamun sembari duduk bersandar tembok di atas lantai.

Naina mendesah. Baru tadi dia memikirkan hal itu, dan sekarang, benar-benar kejadian. "Sudah, Bu," jawab Naina lemah.

"Gimana hasilnya? Kita bisa mengajukan keringanan biaya, kan?" Ibu kembali bertanya dengan tatapan menuntut sang anak untuk menjawab secepatnya.

Lagi-lagi Naina hanya bisa menghembus nafasnya secara kasar. "Sebenarnya soal biaya..."

Belum juga Naina meneruskan ucapannya, tiba-tiba ruangan tersebut menjadi heboh, sampai ucapan Naina tidak bisa dilanjutkan.

Kening Naina berkerut, kala orang-orang dalam ruangan itu menyebut nama pria yang sedang diberitakan. Naina pun segera bangkit untuk membuktikan kalau telinganya tidak salah mendengar.

"Bintang ke sini?" gumamnya tak percaya. Begitu tubuhnya tegap berdiri, Naina diam mematung dengan mulut ternganga kala matanya menangkap sosok yang namanya baru saja dia sebut kini berdiri di depannya.

"Hai, Nai," sapa pria itu santai. "Om Cakra, Tante Dewi, apa kabar?"

"Bintang!" Ibu memekik tak percaya. "Kamu masih mengenal kami?" wanita itu segera mendekat dan menyambut uluran tangan sang aktor.

"Tentu dong Tante, bagaimana aku bisa lupa sama Tante dan Om," jawab Bintang begitu santai.

"Syukurlah, kirain kamu lupa sama kita, soalnya sudah lama sekali kita tidak pernah ketemu," balasnya ibu terlihat sumringah. "Ibu dan bapak kamu gimana kabar? Mereka sehat, kan?"

"Ya, mereka dalam keadaan sehat, Tante," jawab Bintang ramah. "Om sendiri gimana?"

"Suami saya baru saja operasi, Bintang. Yah, kamu bisa lihat sendiri keadaannya gimana," ucap Ibu memasang wajah sedih.

Bintang nampak mengganguk, sedangkan Naina memilih diam dengan hati yang bingung dan juga penuh tanda tanya. Dia bahkan tidak terlalu fokus dengan tanya jawab serta obrolan yang terjadi antara Bintang dan orang tuanya.

Dulu, Bitang sempat bertemu dengan orang tuanya beberapa kali. Bahkan Bintang mudah akrab dengan orang tuannya. Tiap main ke rumah, Ibu yang lebih sering menyapanya karena ayah kalau siang jarang di rumah. Naina tidak menyangka, Bintang masih bersikap sama sampai detik ini kepada orang tuanya.

"Kamu kenapa diam aja, Nai? Ini ada Bintang, kenapa kamu malah mendiamnnya begitu?" rupanya Ibu diam-diam memperhatikan sang anak sampai dia langsung menegurnya tanpa basa-basi.

"Nggak apa-apa, Bu, tadi kita sudah ketemu dan ngobrol di lobby kok," jawab Bintang sambil sesekali melirik Naina dengan sinis.

"Astaga! Jadi kalian sudah ketemu? Kenapa Naina nggak crita?" balas Sang ibu.

"Maka itu aku datang ke sini. Aku tahu Om Cakra dirawat di sini juga dari Naina, Tante," balas Bintang, lalu dia melempar pertanyaan kepada Niana yang berdiri sandaran tembok,

"Nai, kamu juga pasti belum bilang kan? Kalau mulai besok kamu kerja di tempatku? Di kota?"

"Apa! Naina kerja di tempat kamu?" pekik ibu lagi, syok. "Benar, Nai?"

Mau tidak mau, Naina mengangguk lemah.

"Ya baguslah, mumpung Naina lagi nganggu," ucap ibu antusias.

"Naina nganggur, Tante?" Bintang malah terlihat terkejut, tapi saat dia melempar pandangannya kepada Naina, jelas sekali kalau senyuman pria itu adalah senyum yang bertujuan untuk mengejek wanita itu.

Naina hanya mampu berdecih tanpa bisa melakukan apapun untuk membuat pria itu tidak berkutik.

"Sebenarnya sih nggak nganggur banget, Nak. Selama ini Naina ikut jualan ayahnya di pasar. Makanya, jika nanti dia bertingkah agak bar bar, kamu harap maklum ya? Soalnya kelamaan bergaul sama orang pasar, jadi dia agak kasar jadi cewek."

"Ibu," Naina sontak melayangkan protes, tidak terima karena kelakuan ajaibnya dibongkar oleh ibunya. Berbeda dengan Bintang yang justru nampak terkejut dan juga antusias mendapat infromasi tentang gadis itu.

Obrolan pun mengalir begitu saja. Meski banyak gangguan oleh orang-orang yang ingin minta foto bareng, Bintang sama sekali tidak merasa terganggu.

Tidak lama Bintang berada di sana. Karena masih ada pekerjaan yang harus dia urus, Bintang pun memilih segera pamit.

"Nai, besok mau aku jemput atau kamu yang datang ke hotel tempat aku menginap?" tanya Bintang sebelum pergi.

"Kok besok? Kan Ayah masih di rumah sakit," balas Naina keberatan. Dia juga menggunakan keadaan ayahnya untuk mengulur waktu agar bisa lepas dari niat buruk Bintang kepadanya.

"Ayah tidak apa-apa, Nai, kamu berangkat aja," ucap Cakra pelan dan lembut.

"Iya, Nai. Lagian, kapan lagi kamu mendapat pekerjaan bagus kayak gini," ibu menimpali dengan sangat antusias tanpa menyadari kalau anaknya itu sedang dilema tingkat tinggi.

"Di rumah kan banyak orang, ada adik kamu, ada paman dan bibi kamu, ada bude, kamu berangkat aja. nggak perlu mikir macam-macam."

"Nah, Om dan Tante saja tidak keberatan, jadi besok aku tunggu kamu di hotel tempatku menginap, oke!"

Tidak ada pilihan bagi Naina, selain menyetujuinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status