Share

Menjeratnya

Naina terdiam dengan pikiran yang cukup berkecamuk. Kepingan kenangan masa lalu saat jaman sekolah kembali bermunculan saat ini. Sosok Bintang pun ikut hadir dalam kepingan kenangan tersebut dan Naina tahu, apa yang menyebabkan Bintang bersikap mengerikan seperti ini.

Tidak pernah terbesit dalam pikiran Naina, kalau Bintang akan menyimpan dendam padanya. Sudah lebih dari sembilan tahun berlalu mereka sama sekali tidak pernah bertemu karena kepindahan keluarga Naina ke kota lain. Naina tidak menyangka Bintang sanggup menyimpan dendamnya selama itu.

"Bin, aku..."

"Tidak perlu banyak bicara!" selalu saja begitu. Setiap Naina ingin mengatakan sesuatu, Bintang dengan cepat memotong ucapannya dengan tatapan yang begitu dingin dan menakutkan.

"Asistenku akan ke sini. Jadi lebih baik kamu diam, tidak usah berlagak sok tersakiti," ucapan Bintang benar-benar pedas, membuat Naina hanya bisa mendengus menahan kesal.

Jika bukan karena ancaman perbuatannya akan dipubilaksikan, Naina pasti sudah melawan dan memberi pelajaran, meski Bintang adalah seorang aktor sekalipun.

"Tapi aku harus menemui orang tuaku, Bin, mereka pasti sudah menungguku," Naina mencoba mencari alasan yang cukup masuk akal. Setidaknya Naina tidak mau berada di lorong sepi ini, bersama Bintang, dalam waktu yang lebih lama lagi.

"Ya nanti, tunggu sebentar, kita ke ruangan ayah kamu sama-sama. Nunggu sebentar apa susahnya sih? Orang dulu kamu berbulan-bulan bersandiwara di depanku juga kamu mampu melakukannya, masa nunggu asistenku aja kamu nggak kuat," sindir Bintang telak, membuat Naina tak bisa berkutik.

"Lagian kamu ngapain masih manggil aku pakai kata Bin? Apa menurut kamu, aku itu Binatang yang mudah dibodohi seperti dulu, gitu? Aku kira itu panggilan kesayangan, tapi nyatanya, cih, " tuduhnya sampai membuat Naina terperangah sembari menatap tak percaya kepadanya.

"Apa! Benar kan? Pasti benar seperti itu, kan?" melihat mata Naina yang melebar, Bintang langsung menghardiknya lagi dengan sikap sinisnya.

Sedangkan Naina lebih memilih diam. Wanita itu enggan kembali membela diri karena percuma, Bintang tidak akan mungkin percaya begitu saja karena pria itu dalam suasana hati yang buruk.

Tak lama kemudian sang asisten yang ditunggu Bintang pun datang. Dia memberikan laptop yang bintang minta dengan benak yang penuh diliputi rasa penasaran.

Jona juga penasaran dengan wanita yang duduk tak jauh dari Bintang. Dia sedari tadi menerka-nerka, siapa wanita itu dan kenapa Bintang sangat mengenalinya.

Bintang segera membuka laptop dan menyalakannya. Di sana dia mulai mengetik sesuatu dengan cepat karena memang waktunya cukup terbatas. Bintang merangkai semua kata yang dia pikirkan sejak bertemu dengan Naina dan berencana untuk mengikat wanita itu.

Kurang dari tiga puluh menit, semua yang ada dalam pikiran Bintang telah dia tuangkan ke dalam tulisan. Begitu selesai, dia memindahkan cacatan itu ke dalam ponselnya karena dia tidak mau sang asisten mengetahui rencana dia saat ini.

"Aku akan menjenguk Om Cakra dulu, kamu tunggulah di mobil," titah Bintang kepada sang asisten.

"Loh, dari tadi kamu belum jenguk?" tanya Jona heran.

"Ya belum lah. Aku mesra-mesraan dulu sama dia. Kan baru ketemu, melepas rindu, gitu," balas Bintang terdengar nakal. Ucapan pria itu sontak mendapatkan reaksi berbeda dari dua orang yang ada di sana.

"Nggak perlu melotot! Bukankah kamu tadi sangat menikmatinya?" Bintang pun semakin menjadi, membuat Naina bertambah geram bukan main.

Jona hanya tersenyum bingung dan setelahnya pria itu langsung pergi.

"kirim alamat email kamu, cepat," titah Bintang sambil menyalakan ponselnya.

"Buat apa?" tanya Naina bingung.

"Kirim aja. Atau mau aku sebar aib kamu ke aku dulu," lagi-lagi Naina hanya bisa mendengus karena Bintang masih saja menggunakan hal yang sama untuk mengancamnya. Naina sungguh tidak punya pilihan selain menuurti permintaan pria itu.

"Apa ini?" tanya Niana begitu mendapat kiriman email dari Bintang dan membacanya.

"Dibaca! Kamu nggak buta huruf kan?" ketus Bintang.

"Iya aku tahu, tapi kenapa pakai surat perjanjian segala?" balas Naina dengan nada kesal.

"Biar kamu nggak kabur lagi. Makanya aku bikin surat itu untuk mengikat kamu."

"Ya ampun, Bin, kenapa harus pakai ginian sih? Aku pasti akan mengganti biaya rumah sakit yang kamu keluarkan kok. Kamu nggak perlu khawatir."

"Terus rasa trauma yang aku rasakan selama bertahun tahun akibat ulah kamu, apa kamu juga bisa mengembalikannya seperti semula?"

Naina kembali terperangah. Wanita itu sama sekali tidak bisa berkutik jika sudah menyinggung perbuatanya di masa lalu.

"jika kamu ingin aman, dan kamu ingin menjalani hidup dengan tenang, tanda tanganilah surat perjanjian itu. Dan mulai hari ini, ada dua profesi yang harus kamu jalani, menjadi kekasihku di muka umum, dan menjadi asisten pribadiku, mengerti!"

"Bin..."

"Tidak ada tawar-menawar! Hanya ada kata setuju yang harus keluar dari mulut kamu, mengerti!" hardik Bintang dengan sikap yang begitu dingin. Lalu tanpa mengatakan apapun pria itu pergi, meninggalkan Naina yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya kali ini.

"Ah sial! Kenapa jadi begini sih?" umpat Niana, yang sudah membayangkan hari-hari buruknya akan segera menjelang.

Sementara itu, berita tentang Bintang yang sudah memiliki kekasih, saat ini benar-benar sudah menyebar. Berbagai macam reaksi pun bermunculan, dari semua orang yang menyaksikan berita tersebut.

Beragam komentar juga ikut mewarnai berita yang sangat menggemparkan bagi dunia hiburan di negara itu. Ada yang turut bahagia, banyak yang syok, dan tidak sedikit pula yang menaruh ujaran kebencian.

"Tidak, tidak, ini pasti bohong, ini pasti bohong kan?" seorang wanita bertanya kepada wanita lain yang menemaninya. Wanita itu menatap tak percaya pada layar pipih yang terpampang di dinding kamarnya.

"Ini tidak benar kan, San? Bintang tidak mungkin memiliki kekasih kan?" wanita muda nan cantik itu kembali bertanya, menuntut jawaban kepada rekannya sekaligus asisten pribadinya.

"Aku juga tidak tahu, Yura. Aku aja baru lihat berita ini, sama kayak kamu," jawab Santi mencoba bersikap tenang.

"Tidak, berita ini pasti nggak benar. Bintang itu milik aku, San, dia hanya milik aku!" seru Yura lantang.

"Sial! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus secepatnya mengambil tindakan," gumamnya menatap penuh amarah kepada layar televisi yang menayangkan berita tentang Bintang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status