Sedan hitam yang dikendarai Gathan baru saja melaju meninggalkan Nusantara Building. Kedua manusia yang berada di dalamnya duduk di tempat masing-masing dan melaluinya dalam diam.Tadi dari dalam mobil Starla sempat melihat Radev berbicara dengan Gathan. Tapi tentu saja Starla tidak tahu apa yang mereka perbincangkan.“Gat, tadi Pak Radev bilang apa sama kamu?” Starla menanyakannya karena merasa penasaran.“Dia marah,” jawab Gathan dari belakang kemudi.“Marah kenapa?”“Dia marah karena aku ngajak kamu makan siang. Padahal hanya makan siang biasa. Aku nggak ngerti kenapa dia sampai semarah itu. Dia memang seposesif itu ya?”Starla berdeham sambil memperbaiki posisi duduknya. Sejujurnya, Radev memang sangat posesif, seakan-akan Starla adalah miliknya.“Aku heran kenapa kamu selalu mau diatur Radev. Kamu memang asistennya, tapi bukan berarti dia juga harus mengatur kehidupan pribadi kamu kan? Sekali-sekali kamu juga harus ngelawan biar dia tahu dia nggak bisa seenaknya sama kamu. Sebaga
"Shit!”Umpatan itu meluncur dari mulut Radev. Lelaki itu lalu menatap nanar pada pesan yang baru diterimanya.Di pesan itu terlampir foto yang memuat kebersamaan Starla dan Gathan serta diberi caption, “Dev, sebelum gue balikin Starla gue mau short time bentar. Ya ... gue nggak perlu sih izin dari lo. Gue cuma mau kasih tahu biar lo nggak cemas kalo nanti Starla telat balik ke kantor.”Radev menahan kesal sendiri. Tangannya terkepal erat melihat di foto itu Gathan melingkarkan tangannya ke pundak Starla. Perempuan itu juga terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka.Radev tidak sanggup lagi menahan emosinya. Gathan boleh saja memainkan siapa pun. Perempuan dari mana pun, asal jangan Starla.Jari-jari lelaki itu lantas bergerak di atas layar sentuh ponselnya untuk membalas pesan tersebut.“Lo di mana, Bajingan?”Menunggu beberapa detik, Gathan membalas pesannya.“Kenapa? Lo mau ngebuktiin sendiri gue bohong apa nggak? Wait, abis ini gue send alamatnya. Bentar.”Radev menunggu sesaa
Starla terdiam seribu bahasa. Mulutnya terkatup rapat. Tidak sepatah kata pun mampu terlontar dari bibirnya. Ingin marah dan membela diri tapi setiap akan bersuara Radev lebih dulu memutus perkataannya.“Kenapa diam kamu? Takut saya nggak sanggup bayar?”Starla tidak sanggup lagi untuk tetap diam. Radev menyinggung harga dirinya dengan menganggap Starla bagai perempuan murahan. Sejak tadi saat ia akan memberi penjelasan lelaki itu tidak memberinya kesempatan, jadi bagaimana Starla tidak akan diam?“Dengar ya, Pak, saya bukan perempuan murahan seperti yang ada di pikiran kotor Bapak. Saya tahu uang yang Bapak miliki nggak berseri, saya juga tahu Bapak mampu membeli segalanya dengan uang itu, tapi maaf, uang Bapak itu nggak bisa membeli saya.”Bibir Radev mencetak senyum asimetris sebagai reaksi atas kata-kata yang diucapkan sekretarisnya.“Jadi kalau bukan perempuan murahan apa namanya? Apa ada perempuan baik-baik yang pergi dengan laki-laki lalu hanya berdua di kamar?” Radev balas men
“La, lo lagi sama Pak Boss? Suruh dia balik ke kantor, please. Gue udah jamuran nunggu dia dari tadi. Gue mau minta approval dari pagi, coba.”Starla ikut meringis membaca pesan singkat yang dikirim dengan emoji menangis itu. Pesan tersebut berasal dari Kia. Pesan itu juga yang membangunkan Starla dari tidurnya karena notifikasi ponselnya yang tidak berhenti berdenting. Masih banyak lagi pesan yang Kia kirimkan yang intinya adalah perempuan itu menunggu Radev karena butuh tanda tangannya.Starla menggerakkan kepala, melirik Radev yang berada di sebelahnya. Pria itu masih pulas dalam lelap dengan sebelah tangan melingkari perut Starla. Sedangkan sebelah tangannya lagi berada di bawah kepala Starla, menjadi bantal untuk perempuan itu.Seulas senyum terukir di bibir Starla saat mengingat betapa manisnya perlakuan Radev hari ini. Ternyata di balik sifatnya yang keras lelaki itu juga bisa bersikap lembut.Starla mengangkat kepala lalu menepis tangan Radev dari sana. Saat bangun nanti lelak
Radev yang sudah terlanjur menampakkan diri tidak lagi bisa menghindar. Tentu saja dia terkejut melihat keberadaan pegawainya yang muncul tanpa diduga. Namun, karena dirinya masih mengenakan handuk, demi kesopanan pria itu pun kembali ke kamarnya.Sementara itu Starla harus menghadapi tatapan Kia yang memandangnya dengan curiga.“Sejak kapan lo dan Pak Boss jadi sedekat itu, La?”“Dekat gimana?”“Lo dan dia udah manggil aku kamu. Kurang dekat apa coba?”“Oh. Mungkin dia salah sebut. Dipikir gue temennya kali.” Starla tersenyum untuk menyembunyikan rasa groginya. “Yuk masuk yuk, katanya lo mau minta tanda tangan.”Kia melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Radev bersama banyak pikiran yang mengganggu kepalanya. Apa yang dia lihat malam ini terasa begitu janggal. Mulai dari Starla yang tadi mengatakan tidak tahu Radev di mana, tapi ternyata sedang bersama lelaki itu dengan keadaan yang tidak pernah Kia duga. Lalu cara Radev memanggil Starla mengesankan bahwa mereka begitu dekat. Hubung
“Mulai besok kamu pake kontrasepsi ya, La. Kamu sukanya apa? Pil atau injeksi?”Starla menggelengkan kepala tidak setuju dengan usul yang dicetuskan Radev. “Ini yang terakhir, Dev. Apa yang kita lakuin ini salah.”“Let it be. Aku hanya ingin bahagia dan inilah caraku untuk bahagia.” Lelaki itu berbisik di telinga Starla sambil mengelus lembut pundaknya yang terbuka. Saat ini mereka sudah berada di kamar setelah bercinta di sofa ruang tamu tadi.“Apa pun yang kamu katakan dan sekuat apa kamu membantah, tapi kita nggak mungkin terus menerus begini. Kamu masih terikat sama Ajeng.”“Itu hanya secara kata-kata. Aku nggak pernah terikat secara hati dan batin dengan dia.” Radev terus mengingkarinya.Starla merutuki diri yang terlalu lemah. Entah kenapa ia terjatuh lagi pada lubang yang sama. Seharusnya tadi ia mengikuti tawaran Kia untuk pulang bareng. Bukannya bertahan di apartemen Radev lalu mengikuti permintaan lelaki itu untuk bercinta dengannya.“Kamu udah bicarain mengenai hubungan den
“Aku nggak mau kamu berhubungan lagi dengan Gathan, apa pun alasannya.”“Tapi dia—”“Tolong, La, kamu jangan membantah.”Nada tegas dalam suara Radev membuat bibir Starla terkatup. Saat ini ia baru selesai mandi dan akan mengenakan pakaiannya. Entah mengapa tiba-tiba Radev membicarakan Gathan.Starla sedang berkaca sambil menyisir rambutnya ketika Radev sudah berdiri di belakangnya serta ikut memandang ke cermin yang sama. Laki-laki itu lalu melingkarkan tangannya ke perut Starla.“Aku bilang begini semua demi kebaikan kamu, La. Gathan itu berbahaya buat kamu.”“Tapi dia baik sama aku, Dev.”“Baik?” Radev mengerutkan dahi sembari mengulangi kata-kata Starla. “Kamu jangan terlalu naif. Aku harap kamu nggak lupa sebelumnya aku udah pernah bilang kalau semua laki-laki di dunia ini adalah buaya.”“Kecuali kamu.” Starla menimpali kata-kata Radev seperti yang pernah diucapkannya waktu itu.“Nah, itu kamu tahu.” Radev mengulum senyum sambil menumpukan dagunya di pundak Starla.Starla membala
Tubuh Starla luruh ke lantai. Perempuan itu terduduk lemas sambil memandangi test pack di tangannya dengan sorot tak percaya. Bulir-bulir air mata menetes deras di pipinya tanpa mampu ia cegah.Starla menyesali semua kebodohannya. Mungkin benar jika dirinya begitu naif. Seharusnya sedari awal ia menyadari jika tanda-tanda yang dialaminya belakangan ini merupakan gejala dari kehamilan.“La, udah belum?” panggil Kia dari luar karena sejak tadi Starla masuk namun masih belum keluar sampai saat ini.Starla tidak menjawab. Perempuan itu tergugu dalam tangisnya.“Starla! Lo jangan bikin gue takut dong! Lo nggak apa-apa kan?” Kia kembali memanggil, kali ini dengan lebih keras sembari berdiri tepat di depan pintu.Daun pintu kemudian terbuka bersamaan dengan sosok Starla yang keluar dengan wajah basah. Kia tidak perlu bertanya apa hasil test pack tersebut karena ia sudah tahu apa jawabannya.Namun tetap diambilnya test pack yang berada dalam genggaman Starla agar lebih yakin. Lalu dua garis y